Sukses

Kasus Orang Hilang, Putri Widji Tukul Minta Bantuan ke Markas PBB

Pemerintah Indonesia dianggap acuh terhadap sejumlah kasus orang hilang. Dunia internasional diminta bertindak.

Liputan6.com, Jakarta - Demi mencari dukungan untuk mendesak pemerintah Indonesia mengusut pengungkapan berbagai  kasus penghilangan paksa sejumlah aktivis tahun 1998 silam, keluarga korban penculikan yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) akan bertolak ke sejumlah negara Eropa dan markas PBB yang ada di Jenewa, Swiss.

Ketua IKOHI Mugiyanto mengatakan, upaya tersebut dilakukan lantaran selama ini pihaknya merasa pemerintah Indonesia acuh terhadap sejumlah kasus orang hilang. Ia mengatakan, selama beberapa minggu, dirinya bersama dengan sejumlah keluarga korban kasus penghilangan paksa akan bertolak ke sejumlah negara seperti Belanda, Belgia, Prancis, Jerman, dan PBB di Swiss.

"Kita sudah menunggu sejak lama, yakni selama 16 tahun agar kasus-kasus penghilangan paksa tahun 1998 segera diselesaikan oleh pemerintah Indonesia," ujar Mugiyanto berdasarkan keterangan pers yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Selasa (1/7/2014).

Menurutnya, kedatangannya ke negara-negara Eropa itu untuk mencari dukungan ke masyarakat internasional dan PBB tidak lain untuk memberikan desakan kepada pemerintah Indonesia agar segera menyelesaikan kasus penghilangan paksa aktivis.

"Meski kami melaporkan permasalahan kasus ini ke dunia internasional, namun yang menyelesaikan kasus ini tetap pemerintah Indonesia. Kita datang ke negara Eropa untuk mencari dukungan," ujarnya.

Ia pun mengungkapkan pihaknya sudah mengoordinasikan kedatangannya itu kepada sejumlah parlemen di negara Eropa. Namun, beberapa yang sudah konfirmasi untuk menerima kedatangan IKOHI, sementara lainnya masih menunggu.

Mugiyanto menambahkan, kepada komunitas internasional, dirinya akan mengungkapkan bagaimana perjuangannya selama ini mendesak pemerintah Indonesia mengungkap berbagai kasus tersebut.

Menurutnya, selama 16 tahun terakhir, dari masa pemerintahan BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, persoalan HAM tak kunjungan terungkap. Padahal tugas presiden sederhana, yakni hanya mengeluarkan Keputusan Presiden untuk membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Proses pengadilan, kata Mugiyanto, penting karena penghukuman memberi pesan ke publik bahwa kejahatan yang mereka lakukan tak boleh lagi terjadi pada kemudian hari. "Penghilangan paksa sebagai kejahatan yang berkesinambungan. Apalagi korbannya belum juga ditemukan," ujarnya.

Mugiyanto mengatakan, dirinya telah berangkat menuju Belanda sejak Senin 30 Juli kemarin. Beberapa perwakilan korban hilang yang akan ikut bersamanya yaitu putri aktivis Widji Tukul -- yang selama ini tidak jelas keberadaannya. ‎"Kita  berangkat pada Senin malam ini ke Belanda. Kita akan berangkat bersama dengan keluarga korban, seperti Fitri Nganthi Wani anak dari korban aktivis Widji Thukul," kata dia.
‎
Ia pun berharap, upaya yang dilakukan olehnya dengan meminta dukungan komunitas internasional dapat turut mendorong pemerintah Indonesia segera mengungkap kasus penculikan paksa yang selama ini tidak jelas penyelesaiannya. "Semoga pemerintah terbuka matanya, dan dengan adanya dukungan internasional dapat mempercepat pengungkapan kasus-kasus tersebut," ucap Mugiyanto. (Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.