Sukses

Virus MERS Mengancam Jemaah Umrah dan Haji?

Korban berjatuhan akibat terinfeksi Middle East respiratory syndrome corona virus (MERS-CoV) sudah tidak dapat dihitung dengan jari.

Liputan6.com, Jakarta Laporan: Aditya Eka Prawira, Fitri Syarifah, Melly Febrida

 

Virus  Middle East respiratory syndrome corona (MERS-CoV) awalnya merebak di Arab Saudi. Sudah ada 181 orang meninggal dunia dan 614 orang yang terinfeksi. Tapi hingga kini pemerintah belum mengeluarkan peringatan perjalanan (travel warning) ke Arab Saudi. Benarkah ini terkait dengan pelaksanaan umrah dan haji agar tak membuat jemaah panik?
   
Asal tahu saja jumlah jemaah umrah dan haji yang akan berangkat ke tanah suci tidaklah sedikit. Kebanyakan jemaah malah ada yang ngotot tetap berangkat umrah meski wabah MERS di Arab Saudi masih berlangsung.

Ilmuwan juga masih kesulitan menemukan penyebab virus MERS ini. Semula diduga dari burung Unta namun belakangan melebar ke kelelawar. Masih misteriusnya virus MERS membuat pencegahan dan pengobatannya secara medis juga belum seragam.

Pasien yang terkena virus ini diperlakukan seperti pasien yang terkena flu burung, diisolasi dan dipantau masa kritisnya. Bukan apa-apa virus MERS bisa menyebabkan orang meninggal dunia jika tak tertangani dengan segera.

Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengakui sampai hari ini Pemerintah memang belum memberikan warning kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak berkunjung dulu ke semenanjung Arab Saudi.

Alasannya, dua pasien asal Indonesia yang diduga meninggal dunia karena virus MERS-CoV belum diketahui hasilnya. Apakah positif atau negatif. Menurutnya, memang tidak boleh melarang orang untuk ibadah kalau belum positif.

Hanya saja, ia selalu mengimbau agar para calon jamaah haji atau umrah lebih waspada dan tidak panik. Beribadahlah dengan penuh keikhlasan, dan tak perlu takut akan tertular virus ini. Asalkan para calon jamaah melakukan apa yang menjadi larangan, maka risiko terkenanya pun sangat minim.

Untuk mencegah terjadinya penularan, Kemenkes telah bekerjasama dengan banyak pihak. Termasuk, pengelola dari agen perjalanan haji atau umrah. Tak cuma itu, pihaknya juga telah mengirimkan surat edaran ke seluruh dinas kesehatan daerah untuk disampaikan pada masyarakat.

Menurut Ali, jika memang virus MERS makin membahayakan mau tak mau sebaiknya ditunda dulu ibadah umrah dan hajinya. Meski waktu ibadah haji masih sekitar sekitar 5 bulan dari sekarang, namun keganasan virus MERS bisa membuat rencana berhaji atau umrah terganggu.

"Kalau memang bisa, tunda saja dulu umrah atau hajinya. Kalau memang tetap mau berangkat, silakan saja. Kami tidak bisa melarang. Tapi tetap, harus mengikuti anjuran yang sudah diberikan Kementerian Kesehatan," kata Ali.

Sementara Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menegaskan hingga saat ini tidak ada penundaan  jemaah umrah. Pihak Arab Saudi juga tidak membatasi visa kunjungan.

"Tidak benar. Minggu lalu kami melakukan pertemuan dengan negara-negara OKI, dimana saya sebagai ketua OKI, kita sepakat bahwa Saudi tetap berusaha untuk melakukan pecegahan sebaik-baiknya," kata Nafsiah di sela-sela acara Tahir Foundation di RS Mayapada, Jakarta, Senin (26/5/2014).

Meski tak ada pelarangan, namun Menkes mengimbau untuk sejumlah orang yang masuk kategori tertentu untuk tidak ke Tanah Suci dulu.

"Namun dianjurkan agar yang rentan tunda dulu, apalagi mereka di atas 65 tahun, ibu hamil atau yang sudah ada penyakitnya. Dihimbau jangan, karena kalau ada yang memaksa pergi, siapa yang mau disalahkan," tegas Menkes.

Bisa saja menurut Menkes, di Tanah Suci jemaah sehat-sehat saja, tapi baru ketahuan gejalanya setelah pulang. "Kalau ternyata di sana belum terdekteksi sampai mereka kembali, ya meskipun kita punya scan, bisa saja saat itu mungkin dia belum panas. Itu yang kita khawatirkan, kalau bisa ditunda harap ditunda," ungkap Menkes.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

WHO Belum Mau Bilang Virus MERS Darurat

Setelah virus SARS, flu burung, avian flu, sekarang mulai muncul virus mirip SARS yang disebut dengan Middle East Respiratoty Syndrome Corona Virus (MERS-CoV). Jika virus SARS dan Flu Burung dengan cepat bisa diketahui penyebabnya, virus MERS-CoV sampai saat ini masih gelap dan misterius.

Padahal korban berjatuhan akibat terinfeksi Middle East respiratory syndrome corona virus (MERS-CoV) sudah tidak dapat dihitung dengan jari. Sejak September 2012, tercatat sudah lebih 614 orang yang terinfeksi, dan 181 orang di antaranya meninggal dunia.

Ini adalah jenis strain baru dari virus corona yang belum pernah ditemukan menginfeksi manusia sebelumnya. Menurut badan kesehatan dunia (WHO), dalam laman resminya disebutkan bahwa virus ini berasal dari keluarga besar virus yang dapat menimbulkan kesakitan pada manusia dengan gejala ringan sampai berat seperti selesma (common cold), Sindroma Saluran Pernapasan Akut yang berat (SARS/Severe Acute Respiratory Syndrome). [Lihat: [INFOGRAFIS] Perbandingan MERS dan Flu Burung, Mana Lebih Bahaya?]

Salah satu pakar dunia dari 15 pakar yang diminta Dirjen WHO menjadi anggota WHO IHR Emergency Committee concerning MERS-CoV, adalah Kepala Balitbangkes Kemkes Prof. Tjandra Yoga Aditama. Tjandra menyampaikan bahwa pada pertemuan kelima Emergency Committee tentang MERS-CoV yang dilakukan dengan cara telekonferensi pada Selasa 13 Mei 2014, di Jenewa selama 5 jam masing-masing negara yang terkena virus ini melaporkan situasi negaranya masing-masing. Konferensi tersebut diikuti 13 negara antara lain Mesir, Yunani, Yordania, Kuwait, Lebanon, Malaysia, Oman, Filipina, Qatar, Saudi Arabia, United Arab Emirates, Amerika Serikat dan Yaman.

Para anggota komite menyimpulkan bahwa saat ini untuk MERS CoV belum masuk Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), atau belum terjadi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Sampai saat ini WHO belum menyatakan MERS-CoV sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Juga belum menyatakannya sebagai pandemi.

"Sampai saat ini WHO belum menyatakan MERS CoV sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), dan juga tentu belum menyatakannya sebagai pandemi," ujar Tjandra Yoga di Jakarta, (26/5/2014).

Meski sudah menyebar di 18 negara, dengan tambahan antara lain Belanda, Prancis, Tunisia, Italia dan Inggris, WHO masih menahan keinginan untuk tidak menetapkan wabah ini sebagai pandemik.

Beberapa pertimbangan kenapa WHO belum menetapkan kasus ini sebagai pandemi antara lain karena untuk menetapkan suatu wabah sebagai pandemi harus ada kriteria sebagai berikut, penyebab penyakit (virus, kuman dll) adalah jenis baru, penyakitnya berat dengan angka kematian tinggi, sudah menular lintas benua, dan sudah terjadi Sustained human to human transmission.

"Kalau ada pandemi terjadi maka penanganannya bersifat internasional dan merupakan kegiatan luar biasa besar dunia kesehatan. Dampak yang ditimbulkan juga amat luas, bukan hanya aspek kesehatan tapi juga ekonomi, pariwisata, keamanan, sosial dan bahkan politik," ujar Tjandra.

Berdasarkan data WHO, sebagian besar kasus MERS-CoV menunjukkan tanda dan gejala pneumonia. Hanya satu kasus dengan gangguan kekebalan tubuh (immunicompromised) yang gejala awalnya demam dan diare, lalu berlanjut pneumonia.

Komplikasi kasus MERS-CoV adalah pneumonia berat dengan gagal napas yang membutuhkan alat bantu napas non invansif atau invasif, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan kegagalan multi-organ yaitu gagal ginjal, Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) dan perikarditis. Beberapa kasus juga memiliki gejala gangguan gastointestinal (pencernaan) seperti diare. Dari seluruh kasus konfirmasi, separuh di antaranya meninggal dunia, kata Tjandra.

3 dari 8 halaman

Unta Dicurigai

Pada 11 November 2013, Kementerian Kesehatan Arab Saudi mengumumkan bahwa MERS-CoV telah dideteksi pada seekor unta yang terkait dengan kasus seorang penderita MERS-CoV di Arab Saudi.

Temuan ini sejalan dengan laporan sebelumnya tentang adanya antibodi reaktif MERS-CoV pada unta. Kemudian, data yang dikeluarkan WHO pada 27 Maret 2014  menunjukan penelitian pada hewan di Mesir, dimana dengan pemeriksaan RT-PCR dideteksi adanya MERS-CoV pada 3,6% (4 dari 110) unta berpunuk sehat yang ada di rumah pemotongan hewan (RPH). 

Penelitian itu juga menguji serum yang dikumpulkan dari 52 unta dan 179 petugas RPH, antibody reaktif MERS-CoV ditemukan pada 92% sampel unta tetapi tidak ditemukan pada semua sampel manusia. Seluruh unta yang diuji serumnya positif adalah unta impor dari Sudan dan Ethiopia. 

Penelitian diagnostik molekuler lainnya dari Arab Saudi menemukan adanya infeksi MERS-CoV pada sejumlah unta di berbagai wilayah negara itu, tapi ini hanya penelitian pada unta saja. Di pihak lain, ada penelitian yang dipublikasi di jurnal Emerging Infectious Diseases yang  menemukan dugaan adanya hubungan erat antara virus yang didapat dari manusia dan unta.

 

Sementara itu ilmuwan Daniel Chu dari University of Hong Kong melakukan tes daging unta yang disembelih di Mesir. Dua dinyatakan aktif terinfeksi dan lebih dari 90 persen dari 52 unta memiliki antibodi terhadap virus. Ini menunjukkan mereka pernah terinfeksi di masa lalu.

"Temuan kami mengonfirmasi bahwa MERS menginfeksi unta dromedaris dan bahwa virus ini secara genetik sangat mirip dengan MERS (virus) yang menginfeksi manusia," tulis peneliti Daniel Chu yang diterbitkan dalam jurnal Emerging Infectious Diseases.

Peneliti juga menguji 179 pekerja rumah jagal, tapi tak menemukan bukti salah satu dari mereka terinfeksi.

"Temuan kami memperkuat bahwa unta bisa menjadi sumber potensi infeksi pada manusia dan menekankan perlunya penyelidikan epidemiologi sejarah manusia tertular MERS," tulis Chu.

Data-data ini menurut Prof. Tjandra Yoga mendukung adanya kecurigaan bahwa unta merupakan sumber penularan dari MERS-CoV.

Meski begitu, menurut Wakil Menteri Kesehatan Ali Gufron masih dibutuhkan penelitian lebih mendalam untuk mencari tahu dengan pasti dari mana virus ini dapat menyebar. Apakah dari unta ke manusia, atau justru dari manusia ke manusia. Tapi yang jelas, diduga berasal dari air liur atau cairan.

Termasuk juga kontak dari percakapan antara manusia dan manusia, hanya saja masih terbatas. Patut dicurigai, terutama kontak yang berasal dari petugas kesehatan yang sudah terkena. Penelitian termasuk untuk mengetahui jalur penularan, investigasi terhadap pajanan dari binatang dan atau lingkungan serta rantai transmisinya.

Karena itu, Wamenkes menyarankan agar untuk sementara ada baiknya warga Indonesia yang bepergian ke jazirah Arab tidak melakukan kontak langsung dengan unta.

"Pada masa sekarang ini saya menganjurkan jangan ada paket kunjungan ke peternakan unta dalam paket perjalanan umrah jamaah kita. Selain itu, ada juga Anjuran WHO yang menyebutkan tentang jangan konsumsi susu mentah dan selalu memasak makanan dengan baik," ujar Tjandra.

4 dari 8 halaman

Masih Misterius

Meski unta dicurigai sebagai carrier atau pembawa virus, Ali Gufron mengungkapkan bahwa virus ini masih tergolong misterius.  "Iya, boleh dikata misterius. Karena ini baru, dan sejak April 2012, terus menerus dilakukan penyelidikan untuk proses pengembangan. Tapi, dugaan kuat penularan awalnya dari unta, dan bisa juga dari kelelewar," kata dia dengan wajah serius.

Untungnya, kata Gufron, di Indonesia, belum ada satu pun dari jamaah haji atau umrah yang tertular virus MERS-CoV. Pun dengan pasien yang  berasal dari Medan dan Bali, yang dikabarkan meninggal dunia diduga kuat karena tertular virus ini. "Kita sudah melakukan uji laboratorium, tapi masih belum positif, ya," kata Ali Ghufron.

Jika memang suatu saat ditemukan kasus seorang warga Indonesia positif tertular virus yang menyerang pernapasan ini, Ali Ghufron menyebutkan, itu adalah orang Indonesia yang bermukim lama di Arab Saudi.

Kabar terakhir yang diterimanya, ada satu jamaah asal Indonesia yang sudah berusia 84 tahun dan memang berisiko tertular virus MERS-CoV, saat ini masih dirawat di rumah sakit yang ada di Jeddah.

"Jadi, selama ini kita sudah mengumpulkan ada 116 kasus yang diduga atau dirawat karena ini (MERS-CoV). Meski masih negatif, kita terus melakukan pemeriksaan," kata dia saat disinggung data pasti terkait siapa saja orang Indonesia yang terkena MERS-CoV.

Menurut keterangan dari Kepala Laboratorium Balitbangkes Kemkes, selama periode 1-20 Mei 2014, mereka telah memeriksa 79 pasien yang dicurigai terinfeksi MERS CoV. Dengan jarak usia antara 2-86 tahun, perempuan 43 orang dan laki-laki 36 orang.

Pasien-pasien ini berasal dari 17 provinsi antara lain Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Banten.

"Semua kasus yang kami periksa di Balitbangkes, hasilnya negatif, tidak ditemukan virus MERS CoV," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama.

Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi dalam paparannya di hadapan para utusan dari berbagai negara dalam World Health Assembly ke-67 di Gedung PBB di Jenewa menyampaikan bahwa pemerintah telah melakukan langkah-langkah pencegahan kemungkinan bahaya yang diakibatkan oleh MERS.

Tak hanya antisipasi menghadapi virus MERS, Nafsiah juga memiliki strategi menghadapi dampak perubahan iklim bagi kesehatan.

"Pemerintah RI telah menerapkan berbagai strategi, baik terkait langsung dengan sektor kesehatan maupun multisektoral, termasuk dengan mengintegrasikan penilaian risiko perubahan iklim ke dalam sistem pemantauan kesehatan," ujar Menkes, Kamis (22/5/2014). [Baca Juga: Wawancara Wamenkes Ali Ghufron: Waspadai MERS Tapi Jangan Panik]

5 dari 8 halaman

Umrah ditunda, Banyak yang kecewa

Pemerintahan Arab Saudi hingga kini belum melarang secara resmi para calon jamaah haji atau umrah untuk beribadah di Tanah Suci. Meski demikian, Pemerintah Arab Saudi di Indonesia mulai membatasi kuota dengan menutup visa kunjungan. Ini semua terkait dengan penyebaran Middle East Respiratory Syndrome coronavirus (MERS-CoV).

"Mereka hanya bilang tutup visa sejak 15 Mei kemarin. Cuma belum ada pernyataan apa-apa dari mereka," kata Emma, pemilik agen travel dan umrah `First Journey` di Rawamangun, pada Health Liputan6.com, Rabu (21/5/2014).

Salah satu calon jemaah umrah bernama Adi mengungkapkan, menurut rencana dia akan berangkat bersama rombongan calon jamaah umrah pada Jumat 23 Mei 2014. Sayang karena visa yang belum juga disetujui membuat ia harus rela menunda jadwal keberangkatan. "Visa baru dibuka kembali tanggal 28 Mei 2014. Insya Allah dibuka dan rombongan bisa berangkat pada 9 Juni 2014," kata Emma menambahkan.

 

 

Kekecewaan tentu saja tersirat dari wajahnya. Wajar, Emma sendiri harus menanggung kerugian cukup besar karena sudah mengeluarkan biaya untuk pemesanan hotel dan penerbangan yang rencananya akan digunakan Jumat ini. Menurut Emma, sejak dua jamaah asal Indonesia yang meninggal dunia diduga akibat MERS, Kementerian Agama sendiri sudah mengimbau agar para pemilik agen perjalanan haji dan umrah lebih waspada dan memperhatikan para calon jamaahnya.

"Mereka sendiri enggak bisa melarang karena ini ibadah. Hanya imbauan saja," kata Emma menerangkan.

Pembatasan kuota yang dilakukan Pemerintahan Arab Saudi, jelas Emma, sangat terasa saat ia membawa rombongannya pada Minggu lalu. Menurut Emma, jumlah jamaah Indonesia dapat dihitung dengan jari. "Waktu saya manasik bersama rombongan, jamaah dari Indonesia paling banyak dari tempat saya. Dari saya saja hanya 65 orang. Benar-benar sepi," kata Emma menceritakan.

"Banyak jamaah yang pakai masker. Rata-rata semua mengenakannya," kata dia menambahkan. Bahkan, toko-toko yang biasanya buka dengan barang yang jumlahnya banyak, kemarin terlihat sepi.

Mendengar pembatalan pemberangkatan umrah, sebagian besar calon jamaah kecewa. Kekecewaan ini bukan tanpa alasan. Sebab, banyak dari calon jamaah yang sudah mengurus cuti dan membuat acara pengajian.

"Jujur, saya kecewa. Saya sendiri sudah mengadakan pengajian. Bahkan, mertua saya saat ini sudah di perjalanan menuju Jakarta untuk acara pengajian saya berangkat umrah," kata salah seorang jamaah, Rina.

Senada dengan Rina, Riswan yang mengikutsertakan istri dalam perjalanan ibadah ini merasakan hal serupa. Pasalnya, pria yang berprofesi sebagai guru ini harus mengatur kembali cuti yang sudah ditandatanganinya. "Saya cuma berharap di tanggal 9 Juni nanti jadi. Mungkin ini juga jalan dari Allah. Pasti ada hal positif di balik itu semua," kata Riswan.

Sedangkan dua mahasiswi yang enggan disebutkan namanya berharap pengunduran perjalanan umrah ini tidak sampai tanggal 9 Juni. Karena di tanggal yang sama keduanya harus mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS). "Maunya sih, sebelum tanggal itu. Tapi, kalau memang harus tanggal 9 ya pas UAS saya enggak ikut dan harus susulan," kata salah satu mahasiswi ini lirih.

6 dari 8 halaman

Kenapa kasus MERS-CoV meningkat, kenapa?

Dari 536 kasus dunia sejak April 2012 sampai Mei 2014, sebagian besar (330 orang) terjadi sejak 27 Maret 2012. Dari 330 itu, 290 kasus terjadi di Saudi Arabia. Kenapa terjadi peningkatan kasus seperti sekarang ini?

Menurut Prof. Tjandra, ada dua hipotesis mengapa terjadi peningkatan kasus penularan dari manusia ke manusia ini. Hipotesis pertama adalah tidak ada perubahan dari pola penularan dan kemampuan penularan (transmisibilitas) virus.

Peningkatan semata terjadi karena adanya dua Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi nosokomial (infeksi silang yang terjadi pada perawat atau pasien saat dilakukan perawatan di rumah sakit) yang melibatkan banyak petugas kesehatan akibat tindakan pengendalian infeksi yang lemah,  dan dilakukannya skrining dan penelusuran kontak yang intensif.

Hipotesis kedua adalah adanya peningkatan transmisibilitas dari virus dan menyebabkan lebih mudah menular dari manusia ke manusia. Hal ini berdasar pada fakta adanya lonjakan kasus dan kemungkinan bahwa surveilans saat ini tidak dapat menangkap kasus-kasus ringan di masyarakat. Sampai dengan saat ini, informasi yang ada belum dapat menghilangkan kemungkinan dari hipotesis kedua ini.

7 dari 8 halaman

Para ilmuwan kesulitan cari obatnya

Para peneliti sendiri berusaha mencari obat dengan menggunakan lebih dari dua lusin obat yang berbeda, mulai dari obat kemoterapi hingga malaria.

Matthew Frieman dari Sekolah Kedokteran University of Maryland bersama rekannya mencari obat yang bisa melawan MERS. Mereka juga melakukan pendekatan umum dengan menyeleksi senyawa di perpustakaan obat.

"Total 27 senyawa dengan aktivitas yang melawan MERS dan SARS diteliti," tulis peneliti dalam jurnal Antimicrobial Agents and Chemotherapy, seperti dilansir NBCNews, Rabu (21/5/2014).

Menurut peneliti, senyawa obat-obatan yang diteliti dari 13 kelas yang berbeda, termasuk inhibitor reseptor estrogen yang digunakan untuk pengobatan kanker dan inhibitor (penghambat) reseptor dopamin digunakan sebagai antipsikotik (golongan obat yang digunakan untuk merawat psikosis atau penyakit mental yang menyebabkan perubahan personaliti dan tidak peka dengan realitas).

Selain, itu ada gemcitabine yang sangat umum pada obat kanker, imatinib dan asatinib pada obat leukemia, serta obat kanker payudara yang disebut Fareston yang juga menunjukkan kemungkinan efektivitasnya terhadap virus Ebola. Klorokuin yang merupakan salah satu obat malaria juga cukup menjanjikan.

Obat yang menunjukkan potensinya di laboratorium tak selalu berarti bisa bekerja untuk mengobati virus pada manusia. Peneliti perlu mengujinya pertama-tama pada hewan dan kemudian pada manusia di laboratorium. Peneliti berharap segera menemukan obat untuk melawan virus yang penyebarannya lebih cepat dibanding yang diduga.

Dua obat ribavirin dan interferon antivirus yang telah dicobakan pada pasien MERS ternyata tak bekerja. "Ini awal yang baik," kata Dr Tony Fauci, Kepala National Institute for Allergy and Infectious Diseases, yang membiayai dan melakukan penelitian.

"Tapi setidaknya ini merupakan petunjuk yang kuat ke arah yang benar," katanya.

Atas sulitnya mencari obat dan vaksin pencegah virus ini, Wakil Menteri Kesehatan Ali Grufron yang juga lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada tahun 1988 ini mengungkapkan, kesulitan yang dialami para ilmuwan ini dikarenakan MERS-CoV adalah virus yang tergolong baru. Karena statusnya yang masih baru, perlu secara terus menerus dilakukan penyelidikan.

Karena menurut Ali Ghufron, untuk mengembangkan vaksin khusus MERS-CoV, ilmuwan harus mencari tahu apa ciri-ciri dari virus itu sendiri, sehingga ke depannya mereka akan dengan mudah menentukan pola pengembangan untuk menciptakan satu vaksin demi menolong ribuan jiwa.

"Penyidikan ini harus dicek dengan seksama. Dan pengembangan vaksinnya, juga harus sangat cocok dan sesuai. Kalau tidak cocok, maka vaksin sulit mengenali virus itu sendiri," kata dia menambahkan.

8 dari 8 halaman

Pencegahan pribadi

Wamenkes Ali Gufron menegaskan, masyarakat juga harus tahu bahaya virus MERS-CoV. Pertama, kalau sudah terinfeksi kemudian tidak tertangani dengan baik, pasien tidak hanya merasakan sakit, tapi juga bisa berujung pada kematian.

Kedua, kalau sudah terinfeksi dan tidak menyadarinya, bisa menular ke orang lain. Untuk kondisi ini, ia menyebutnya dengan limited human to human transmission.

Maka itu, ia juga tak bosan mengingatkan agar para jamaah menjaga daya tahan tubuh dengan menjalankan pola perilaku hidup bersih dan sehat baik selama di Indonesia, maupun selama menjalani ibadah di sana.

Yang paling penting, jika memang tidak terlalu perlu, hindarilah bepergian ke tempat peternakan unta, karena akan mengundang risiko. Selain itu, para jamaah diminta untuk menghindari tempat yang penuh kerumunan. Jika terpaksa, kenakanlah masker, sesudahnya mencuci tangan pakai sabun.

Tentu, pemerintah tak tinggal diam terkait penyebaran virus MERS-CoV ini. Sejumlah cara dan upaya terus dilakukan, agar tak ada satu pun masyarakat kita yang tertular virus mematikan tersebut.

Sudah banyak hal yang dilakukan Kemenkes. Mulai dari melakukan kerjasama dengan banyak kementerian sampai memasang alat thermo scanner di pusat-pusat kedatangan seperti bandar udara dan pelabuhan.

Dengan alat itu, ketika petugas menemukan ada salah seorang dengan gejala merujuk pada penularan virus MERS-CoV, maka dengan sigap harus membawanya ke klinik yang sudah disediakan. Nantinya, pasien itu akan ditindaklanjuti dan ditatakelola secara khsusus, sampai merujuk pasien itu ke beberapa rumah sakit. (Abdi Susanto/Irna Gustiawati)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.