Sukses

Makhluk Purba Misterius Archaeopteryx, Burung atau Dinosaurus?

Makhluk berburu tersebut telah lama mempesona palaeontolog, bahkan sejak era pencetus teori evolusi, Charles Darwin.

Liputan6.com, Grenoble, Prancis - Pertanyaan ini belum juga terjawab: apakah Archaeopteryx adalah burung atau dinosaurus? Atau sesuatu di antaranya?

Makhluk berburu tersebut telah lama mempesona palaeontolog, bahkan sejak era pencetus teori evolusi, Charles Darwin.  Hanya 12 fosil jenis ini yang pernah ditemukan.

Baru-baru ini, fosil berharga Archaeopteryx diletakkan di bawah sorotan mesin sinar-X raksasa, untuk menemukan apa yang terkubur di bawah permukaan tulang membatu itu.

Menggunakan teknik terbaru "camera obscura" -- yang terinspirasi maestro Leonardo da Vinci -- para ilmuwan menangkap beberapa gambar yang paling jelas dari Archaeopteryx.

Untuk kali pertamanya, para ahli bisa melihat kerangka lengkapnya dalam 3 dimensi. Tak hanya permukaan, tapi juga termasuk tulang dan bulu-bulu tersembunyi.

Mereka berharap bisa menemukan bagaimana "burung sejati pertama" berevolusi dari dinosaurus berbulu menjadi makhluk terbang.

Tak cuma itu, studi ini juga diharapkan dapat memecahkan teka-teki di kalangan para palaeontolog selama 150 tahun. Bisakah  Archaeopteryx terbang?

Uji terbaru dilakukan di European Synchrotron Radiation Facility (ESRF) di Grenoble, di kaki Pegunungan Alpen yang berada di wilayah Prancis.



Di masa lalu, fosil besar tak akan cukup dipindai dalam sumber cahaya sinkrotron - jenis akselerator partikel yang menghasilkan sinar-X berenergi tinggi. Kini, para ilmuwan di ESRF bereksperimen dengan trik baru yang cerdas, terinspirasi oleh ide yang sangat kuno dan sederhana: kamera lubang jarum.

Konsep dasarnya telah muncul sejak 400 Sebelum Masehi. Namun, baru Leonardo da Vinci yang membuat gambar-gambar detail pertama dari kamera obscura dalam buku sketsanya pada tahun 1485, Codex Atlanticus.

Cahaya yang masuk melalui lubang kecil diperbesar dan diproyeksikan ke dinding layar.

Kamera Leonardo memungkinkan seniman dalam tenda, secara akurat melacak dan melukis panorama pemandangan.

Dalam sinkrotron, sistem lubang jarum memungkinkan fosil besar -- yang terlalu besar untuk diputar dan dipindai melalui teknik konvensional -- ditangkap sepenuhnya oleh sinar-X yang sangat tipis. Dari situ akan dihasilkan gambar 3 dimensi.

"Ini adalah balok yang tebalnya setara dengan rambut manusia. Tapi sangat kuat. Jika Anda berdiri di depannya Anda akan mati," kata Dr Paul Tafforeau, paleontolog ESRF, seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Kamis (22/5/2014).

Jika trik lubang jarum bekerja dengan baik pada semua fosil dinosaurus, seperti pengujian awal pada Archaeopteryx, itu bisa membuka jalan baru dalam penelitian fosil. Kerangka dinosaurus paling besar dan terkenal di dunia bisa dilihat dalam sudut pandang baru.

Fosil yang Bikin Geger



Archaeopteryx menyebabkan kehebohan saat fosilnya kali pertama ditemukan pada 1861, hanya 2 tahun setelah Charles Darwin mempublikasikan The Origin of Species.

Dengan cakar dan gigi dinosaurus, tapi memiliki bulu seperti burung, makhluk itu langsung dianggap sebagai bentruk transisi -- bukti dari kebenaran teori Darwin.

Dianggap sebagai 'burung sejati pertama', penemuannya mengejutkan komunitas ilmuwan. Tapi, beberapa tahun lalu, nenek moyang burung yang lebih primitif diekskavasi di Liaoning, China.

Meski demikian, misteri Archaeopteryx belum sepenuhnya memudar. Masih ada misteri yang belum terjawab: bisakah hewan itu terbang?

Sekitar 150 juta tahun lalu, Archaeopteryx hidup di kepulauan di laut tropis yang dangkal, bervegetasi subur -- yang kini menjadi wilayah Jerman.

"Kami ingin tahu bagaimana Archaeopteryx hidup," ujar Martin Roeper, kurator Museum Solnhofen, yang menyimpan salah satu spesimen hewan purba itu.

"Apakah ia dinosaurus kecil yang berlari, memanjat pohon, atau terbang? Itu pertanyaan paling penting, bisakah dia terbang?"

Lantas apa jawabannya?

Menggunakan teknik terbaru, jawabannya makin dekat. Dihasilkan rincian anatomi mikroskopis baru dari pemindaian.

Satu persatu dari 12 fosil sudah tiba di  ESRF. "Apa yang benar-benar luar biasa adalah bulu yang lebih jelas terlihat oleh teknik pemindaian baru ini dibandingkan dengan melihat spesimen asli," kata Paul Tafforeau. Belum lagi anatomi lain di bawah permukaan.

"Anda dapat melihat banyak rincian yang tersembunyi di dalam batu itu. Dengan ini kita dapat lebih memahami apa sebenarnya Archaeopteryx itu." Akhirnya tak hanya ilmuwan yang bisa memetik manfaat. (Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.