Sukses

Dicecar Pertanyaan, Rektor Calon Hakim MK Batuk-batuk

Tim pakar uji kelayakan dan kepatutan calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mencecar berbagai pertanyaan kepada Rektor Universitas Pancasila.

Liputan6.com, Jakarta Tim pakar uji kelayakan dan kepatutan calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mencecar berbagai pertanyaan kepada para calon, baik dari segi akademik hingga sosial. Salah satunya Rektor Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno yang juga bekerja sebagai dosen Universitas Indonesia (UI).

"Dari 1975 jadi dosen. 30-an tahun ya. Rektor juga. Jadi rektor itu pekerjaan tambahan atau utama?" tanya pakar hukum tata negara Lauddin Marsuni, di ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senin (3/3/2014) malam.

"Tambahan," jawab Edie.

"Lalu mengapa tugas dosen dilalaikan? Jangan sampai jadi hakim MK, dilalaikan juga," tegas Lauddin.

Edie sebelumnya mengaku sibuk mengurus universitas sebagai rektor selama 10 tahun terakhir. Sehingga dalam menjalankan tugasnya sebagai dosen, ia menjadi kurang produktif.

"Namun, dalam kinerja saya dapat bekerja dengan baik. Ini bukan alasan. Tapi memang ini sudah menghabiskan energi saya," tuturnya.

Lauddin Marsuni pun melanjutkan memberikan pertanyaan yang cukup menjebak sehingga membuat Edie semakin tersudutkan.

"Pancasila itu dasar negara? Atau nama dasar negara," tanya Natabaya.

"Dasar negara," ucap Edie dengan mantab.

"Berarti dasar negara ada 6? Terakhir Pancasila. Itu nama dasar negara. Bukan dasar negara," kata Natabaya. Ketika Edie mencoba memperbaiki jawabannya. Natabaya justru meminta dengan tegas agar pernyataannya tidak dibantah.

"Berikutnya, disebut di makalah Anda UUD 1945. Ini sesudah amandemen atau sebelum? Atau dua-duanya?" lanjut Natabaya.

Mendapat jawaban 'setelah amandemen', ia pun menjelaskan jika demikian, Edie seharusnya tidak boleh menyingkat UUD 1945, melainkan menulis lengkap menjadi 'Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945'.

Kemudian, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Ahmad Syarifudin Natabaya mencoba bertanya mengenai pembagian dan pemisahan kekuasaan negara. "Lebih dulu yang mana separation of power atau distribution of power?" tanyanya

"Distribution of power," jawab Edie.

Mendengar jawaban tersebut, Natabaya pun mengetok pelan meja di depannya tanda tidak puas dan kemudian memberi koreksi. "Lebih dulu separation of power. Gimana ini. Baca buku Hans Kelsen dulu lah," ujarnya.

Beberapa pakar lainnya pun lantas memberikan pertanyaan-pertanyaan tajam lainnya. Edie yang sebelumnya mengaku kurang sehat pun terbatuk-batuk. "Saya selama 3 hari ini masuk angin," kata Edie.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.