Sukses

Kapal Perang Indonesia-Malaysia Masih Bersitegang

Delapan kapal perang Indonesia dan Malaysia masih berada di perairan yang sama di Blok Ambalat. Meski belum ada baku tembak, beberapa kali kapal-kapal kedua negara saling usir.

Liputan6.com, Ambalat: Empat Kapal Perang RI (KRI) TNI Angkatan Laut dan empat Kapal Diraja Malaysia hingga, Sabtu (12/3) pagi, masih tetap berpatroli di seputar perairan Ambalat. Baik pemerintah Indonesia dan Malaysia belum memutuskan untuk menarik patroli kapal-kapal perangnya. Padahal, kedua negara telah sepakat untuk mengurangi ketegangan di perairan yang dipersengketakan itu [baca: RI-Malaysia Deal soal Penyelesaian Ambalat].

Berdasarkan pemantauan SCTV lewat udara, tampak Kapal RI K.S. Tubun, KRI Nuku, KRI Tedong Naga, dan KRI Singa masih berpatroli di perairan yang ditaksir kaya sumber alamnya. Dari pihak Malaysia, dua kapal Tentara Laut Diraja Malaysia dan dua kapal polisi airnya juga siaga di perairan sama. Beberapa hari belakangan, kapal-kapal milik AL Negeri Jiran itu secara bergantian menerobos masuk ke perairan Ambalat. Tapi, belum terlibat baku tembak. Kapal-kapal kedua negara sekadar berpatroli di perbatasan.

Persoalan Blok Ambalat memang tak terlepas dari garis batas wilayah kedua negara yang tak jelas. Dalam hal ini, pakar hukum kelautan Dimyati Hartono mendesak pemerintah Indonesia segera membuat garis pengamanan kepulauan atau security belt. Garis ini ditarik sesuai hukum laut internasional yang menentukan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Penentuan garis itu juga ditentukan tanpa mengaitkan dengan penduduk di pulau-pulau terluar.

Ditemui saat dialog tentang kedaulatan negara di Jakarta siang ini, Dimyati menjelaskan, garis pengamanan kepulauan itu dibuat dengan tiga alasan. Pertama, alasan politik yang menyangkut kedaulatan Indonesia. Kedua sebagai penentu garis batas negara sesuai hukum internasional yang menegaskan Indonesia adalah negara berdaulat. Terakhir, aspek ekonomi yang terkandung di jajaran pulau-pulau itu.

Harapan akan sikap pemerintah Indonesia atas kasus Ambalat juga dilontarkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Ketua Umum PBNU K.H. Hasyim Muzadi, PBNU berharap persoalan Blok Ambalat tak menjadi pemicu koflik berkepanjangan Indonesia dengan Malaysia. Itulah sebabnya, pemerintah harus bersikap lebih tegas atas kekuatan hukum tanpa terbawa indikasi permainan bisnis perusahaan minyak.

Hasyim meminta pemerintah mencermati posisi perusahaan minyak multinasional, Shell. Soalnya, seperti di Timur Tengah, banyak konflik di negara penghasil minyak terjadi akibat kepentingan bisnis perusahaan minyak semata. "Ini menarik untuk dicermati. Apakah Shell menjadi faktor pemicu?," ujar Hasyim [baca: Shell Diduga Menggunakan Data Indonesia].(ORS/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.