Sukses

Kekeringan Melanda Berbagai Wilayah di Tanah Air

Sejumlah wilayah di Jawa Tengah menderita kekeringan menyusul musim kemarau tahun ini. Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan Deptan Muhammad Jafar Hapsah menilai kekeringan belum mengganggu stok pangan nasional.

Liputan6.com, Pekalongan: Kekeringan menyusul musim kemarau melanda tujuh kota dan kabupaten di keresidenan Pekalongan, Jawa Tengah, baru-baru ini. Ketujuh wilayah itu adalah Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Akibatnya, sekitar 17 ribu hektare areal pertanian di tujuh wilayah tersebut terancam gagal panen.

Selama ini, pengairan sawah di sejumlah wilayah di Jateng disuplai oleh tiga waduk dan delapan sungai besar. Ketiga waduk adalah Waduk Malahayu dan Waduk Penjalin di Kabupaten Brebes, serta Waduk Cacaban di Kabupaten Tegal. Pada musim kemarau ini, air dari ketiga waduk menyusut drastis.

Kondisi serupa juga terlihat di Semarang, Wonogiri, dan Cilacap, Jateng. Dari sekitar 14 ribu hektare areal sawah di sana, sekitar 3.000 hektare di antaranya mengalami puso. Kondisi ini dibahas Direktur Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan Departemen Pertanian Muhammad Jafar Hapsah ketika mengunjungi panen raya di Dusun Miri, Desa Papringan, Kaliwungu, Semarang. Menurut Jafar, kekeringan ini belum mengganggu produksi dan stok pangan nasional. Pasalnya, wilayah yang terkena dampak kekeringan di Pulau Jawa hanya terjadi di dua provinsi yaitu Jateng dan Jawa Barat [baca: Jumlah Sawah yang Puso di Jabar Menyusut].

Jafar optimistis, target produksi nasional sebesar 53,67 juta ton beras per tahun akan terpenuhi. Dengan demikian stok pangan nasional sebesar 33 juta ton per tahun tidak akan terganggu. Untuk mengantisipasi bencana berkelanjutan, Jafar mengatakan, pihaknya akan mensubsidi bibit padi dan pupuk.

Nasib serupa juga dirasakan sekitar 100 petani di Kecamatan Pekik Nyaring, Bengkulu Utara. Mereka mengeluhkan ratusan hektare sawah yang kering sejak sebulan silam. Bahkan sebagian petani terpaksa menunda musim tanam dan beralih menanam tanaman lain yang tidak terlalu membutuhkan air. Sedangkan petani yang terlanjur menanam padi dan baru berumur satu bulan terpaksa menyiram tanaman dengan menggunakan mesin pompa. Namun bagi petani yang tidak mampu, sawahnya dibiarkan telantar.

Di Jambi, kemarau yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir membuat warga Kuala Tungkal kesulitan mendapatkan air. Untuk memenuhi kebutuhan air, sebagian warga yang mampu membeli air dari pedagang keliling. Air untuk kebutuhan mandi dan mencuci rata-rata dijual antara Rp 500 sampai Rp 1.000 per jeriken. Sementara untuk air minum harganya bisa lebih mahal. Setiap kepala keluarga rata-rata mengeluarkan uang Rp 10 ribu setiap hari untuk membeli air bersih.(OZI/tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.