Sukses

Kisah Krakatau, Ketika `Neraka`Tercipta di Selat Sunda

Daya ledak Krakatau setara dengan 10 ribu kali lipat bom atom yang diledakkan Amerika Serikat di Hiroshima, Jepang.

Di Teluk Betung, Lampung, terdapat Kampung Brau. Nama kampung ini berasal dari Berouw, kapal perang Belanda. Pada Senin 27 Agustus 1883, kapal ini dihempaskan ke daratan sejauh 3 kilometer, melayang di atas pohon kelapa.

Seiring waktu, tubuh kapal itu dipreteli sejumlah orang. Dijual sebagai besi bekas ke para penadah. Padahal, nilai historisnya tak terhingga.

Apa gerangan yang menerbangkan kapal tersebut? Pada pagi itu, Krakatau meletus. Saking dahsyatnya, tubuh gunung di Selat Sunda itu luluh lantak, berhamburan dan masuk ke laut.

Kehancuran gunung itu menimbulkan tsunami yang menyapu pantai Banten dan Lampung. Berouw, dan sejumlah kapal nahas lain yang tengah berlayar di Selat Sunda, menjadi korban.

Para ahli geologi memperkirakan, daya ledak Krakatau setara 10 ribu kali bom atom yang diledakkan Amerika Serikat di Hiroshima, Jepang, menjelang berakhirnya Perang Dunia II. Mencapai 6 Volcanic Explosivity Index (VEI).

Sebagai perbandingan, letusan Galunggung di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 1982-1983, hanya mencapai 2-3 VEI [baca: Kisah Galunggung, Nyaris Mencelakakan Pesawat British Airways].

Sejak Mei 1883, kapal-kapal yang melintas di Selat Sunda telah melihat penampakan awan kelabu di puncak Krakatau. Juga tampak pijaran api. Tanpa menyadari bahaya, kapal-kapal disewa turis yang ingin menikmati fenomena alam menakjubkan tersebut.

Semua berakhir tragis pada akhir Agustus. Krakatau yang tidur selama 200 tahun terjaga dan 'mengamuk'.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman


Sebelum letusan, Krakatau memiliki 3 puncak: Perboewatan (utara dan paling aktif), Danan (tengah), Rakata (selatan dan terbesar).

Ledakan pertama pada 26 Agustus sore meruntuhkan dua pertiga bagian utara. Menghasilkan serangkaian aliran piroklastika dan tsunami. Beberapa ledakan susulan terjadi pada 27 Agustus pukul 05.30, lalu mencapai klimaks pada pukul 10.02.

36 ribu nyawa melayang akibat tsunami yang dipicunya. Versi lain menyebut, korban jiwa mencapai 120 ribu orang. Kerangka-kerangka manusia ditemukan hanyut di Samudera Hindia hingga pantai timur Afrika sampai satu tahun setelah letusan.

Suara ledakan dan gemuruh letusan Krakatau terdengar sampai radius lebih dari 4.600 km. Terdengar di sepanjang Samudera Hindia dan Sri Lanka di barat, hingga ke Australia di timur.

Letusan tersebut masih tercatat sebagai suara letusan paling keras yang pernah terdengar di muka bumi. Siapa pun yang berada dalam radius 10 kilometer niscaya menjadi tuli.

Ledakan Krakatau melontarkan bebatuan dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya menjangkau daerah berjarak 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di Pulau Jawa dan Sumatera.

Juga tercipta fenomena di atas sana. Abu Krakatau yang terbang ke angkasa membikin Bulan terlihat berwarna biru.

Dari letusan ini lahir Syair Lampung Karam karangan Muhammad Saleh, karya yang menceritakan peristiwa meletusnya Krakatau. Naskah syair ini pertama kali diterbitkan di Tumasik (kini Singapura) pada 1884.
3 dari 3 halaman



Syair yang ditulis dalam bahasa Melayu dan dicetak dengan huruf Jawi ini merupakan satu-satunya kesaksian tertulis dari penduduk pribumi atas letusan dahsyat tersebut.

Pasca letusan tersebut, Krakatau hancur sama sekali. 3 puncaknya lenyap. Pada 1927, mulai muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau. Ia sangat aktif dan terus bertumbuh.

Juga sampai detik ini. Kegempaan vulkanik Anak Krakatau mencapai 212 kali sepanjang Sabtu 15 Februari 2014. Status Anak Krakatau itu masih dinyatakan Waspada level II.

"Kami meminta masyarakat pesisir Banten tenang, karena kegempaan itu tidak menimbulkan gelombang tsunami," kata Kepala Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten, Anton S Pambudi.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengingatkan nelayan maupun warga agar tidak mendekati Gunung Anak Krakatau karena sangat membahayakan.

"Kami hanya memberikan rekomendasi 1,5 kilometer dari titik gunung berapi itu," ujar Anton. Ya, Krakatau masih harus sangat diwaspadai. (Yus)


Baca juga:

Cerita Merapi, Paling Aktif dan Berselimut Mistik
Lihat! Jejak Letusan Dahsyat Gunung Indonesia yang Dipantau NASA
Vesuvius Hingga Kelud, `Petir Aneh` Menyambar dari Letusan Gunung


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini