Sukses

Kisah Galunggung, Nyaris Mencelakakan Pesawat British Airways

Satu per satu dari ke-4 mesin jetnya mati akibat kemasukan abu Galunggung. Sang pilot memutuskan untuk kembali ke Jakarta.

Ketika kini sisi timur Jawa harus menghadapi Gunung Kelud, 32 tahun lalu aktivitas vulkanik dahsyat terjadi di sisi barat Jawa. Gunung Galunggung terjaga dari `tidur` selama hampir 63 tahun.

Gunung di Tasikmalaya, Jawa Barat, itu mulai meletus kembali pada 5 Mei 1982. Letusan berupa dentuman, pijaran api, dan kilatan halilintar. Berlangsung selama 9 bulan dan berakhir pada 8 Januari 1983.

Galunggung melontarkan materi berupa abu halus sampai batu dengan diamater sampai puluhan centimeter. Lontaran itu bahkan menyebabkan pesawat milik British Airways melakukan pendaratan darurat di Jakarta.

Pesawat menempuh perjalanan London-Auckland (Selandia Baru). Saat kejadian, pesawat berada di atas Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Di saat itulah satu per satu dari ke-4 mesin jetnya mati akibat kemasukan abu Galunggung.

Sang pilot memutuskan kembali ke Jakarta sambil berusaha keluar dari awan abu Galunggung. Berhasil dan mesin kembali menyala. Pesawat akhirnya bisa mendarat dengan selamat di Bandara Halim Perdanakusumah.

Kejadian ini sungguh mencekam. Setelahnya, para penumpang membentuk Galunggung Gliding Club untuk bisa terus menjalin kontak. Salah seorang penumpang, Betty Tootell, menuangkan pengalaman dramatis tersebut dalam buku All Four Engines Have Failed.

Beberapa bulan kemudian, terjadi ledakan yang melontarkan material dengan ukuran lebih besar. Abu halus bahkan sampai ke beberapa wilayah di Jakarta--sekitar 300 kilometer dari Galunggung.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman



Pada 1983, aliran lava pertama mulai terlihat. Awan panas juga muncul pada April sampai Agustus 1982. Terbawa jauh sampai sekitar 6 kilometer ke arah Sungai Cibanjaran.

Nilai kerusakan fisik yang dilaporkan Pemprov Jawa Barat melebihi Rp 80 miliar. 300 ribu orang tidak dapat menikmati listrik selama berbulan-bulan. Air sangat sulit diperoleh karena sumber air tertutup abu gunung. Lahar mengancam penduduk dan desa-desa sekitar.

Namun, tidak ada laporan korban tewas yang disebabkan amuk Galunggung. Padahal 30 desa di sekitarnya rata diterjang lava.

Ratusan warga di sekitar Galunggung yang desanya rusak parah dan terkubur, seperti Linggajati, Sukagalih, Sukaratu, dan Sinagar, akhirnya ikut program transmigrasi ke Sumatera.

Galunggung adalah bagian dari himpunan 129 gunung berapi aktif di Indonesia. Banyaknya gunung berapi di Indonesia tak lepas dari posisi nusantara yang bertopang di atas zona tektonik yang sangat aktif, pertemuan tiga lempeng besar dunia–Pasifik, Australia, dan Eurasia, dan sejumlah lempeng kecil lain [baca: Letusan Kelud: Bahaya yang Mengintai dari `Ring of Fire`].

Indonesia berada di lingkaran 'cincin api Pasifik' atau Pacific Ring of Fire dan daerah kedua yang paling aktif di dunia -- sabuk Alpide. Terjepit di antara 2 wilayah kegempaan berarti, Tanah Air menjadi lokasi sejumlah letusan gunung berapi dan gempa terdahsyat yang pernah terjadi di muka Bumi.

Galunggung terletak di sebelah tenggara Jawa Barat pada blok tektonik yang merupakan lokasi berbagai gunung berapi aktif, seperti Guntur, Papandayan, Patuha, Wayang, Malabar, Sawal, Tampomas, dan Tangkuban Perahu.
3 dari 3 halaman



Pakar geologi JA Katili menyatakan, blok ini dibatasi petahan Sukabumi-Padalarang pada sebelah barat laut dan patahan Cilacap-Kuningan sebelah timur laut.

"Di sebelah selatan, blok tersebut terdiri dari batu vulkanis andesitik tua dan terangkat ke arah selatan yang mengakibatkan patahan mengarah timur-barat membentuk batas selatan lembah Tasikmalaya dan Garut," tulisnya di Harta Bumi Indonesia: Biografi J.A. Katili.

Galunggung pernah menjadi 'penjemput maut' pada Oktober 1822. Ketika itu letusannya menewaskan sekitar 4.000 orang. 114 desa hancur, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari kawah.

Tanda-tanda awal letusan diketahui pada Juli 1822 ketika air Cikunir menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa air keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah.

Lalu, meletus lagi pada 7-9 Oktober 1894 namun tak memakan korban. 50 desa terdampak, sebagian rumah ambruk karena tertimpa abu vulkanik.

Pada 1918, dari 16 Juli hingga 19 Juli, Galunggung kembali meletus, tapi tak ada catatan korban jiwa dalam peristiwa itu.

Terakhir, pada 12 Februari 2012, gunung dengan ketinggian 2.167 meter itu kembali dinyatakan aktif: status menjadi Waspada. Warga, wisatawan, dan pendaki diminta tidak mendekati kawah Galunggung. Tapi, Galunggung tak benar-benar 'mengamuk' lagi. (dari berbagai sumber/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.