Sukses

Aliran Uang Dinasti Ratu Atut

Sejumlah artis diduga kecipratan uang dari tersangka dugaan suap dan pencucian uang Tubagus Chaery Wardana atau Wawan.

Sejumlah artis diduga kecipratan uang dari tersangka dugaan suap dan pencucian uang Tubagus Chaery Wardana atau Wawan. Adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu diduga mengalirkan sejumlah uang hasil korupsi untuk menyamarkan.

Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso dalam wawancara eksklusif dengan Liputan6.com di SCTV Tower, Jakarta, mengungkap, kemungkinan adanya aliran uang dari Wawan ke sejumlah artis cukup terbuka. Namun, PPATK tidak dapat memastikan karena nama artis kala di panggung berbeda dengan nama di rekening yang dimiliki.

Berikut petikan wawancara lengkap dengan Agus yang ditulis Selasa (11/2/2014):

Aliran Uang Dinasti Atut

Terkait kasus suap pilkada di MK, apakah ada aliran mencurigakan yang keluar dari rekening keluarga Gubernur Banten Ratu Atut?

Sebetulnya untuk tersangka AM (Akil Mochtar) kita sudah memonitor sejak 2011. Kemudian tersangka RAC (Ratu Atut Chosiyah) sudah kita monitor juga di 2011. Sedangkan TCW (Tubagus Chaery Wardana) bulan puasa tahun lalu juga sudah kita serahkan ke KPK.
 
Kabarnya ada aliran dana dari TCW ke sejumlah artis?

Kalau artis agak sulit, karena saya di PPATK tidak mengonfirmasi kepada yang bersangkutan. Kita hanya melihat dokumen aliran dana juga dari warkat-warkat pihak pelapor, apakah itu dari penyedia jasa keuangan atau penyedia barang dan jasa.

Yang pertama kita tidak tahu artis menggunakan nama panggung yang berbeda dengan nama asli ketika mereka membuka rekening atau membeli sesuatu, pasti pakai nama asli di KTP. Kedua, mereka seringkali punya manajer, kita tidak tahu mungkin yang tercatat nama manajernya bukan nama yang bersangkutan. Manajer bisa perorangan bisa juga badan hukum bentuk PT misalnya, maka yang tercatat nama PT-nya. Kita tidak tahu persis larinya lagi kepada yang bersangkutan.

Nanti KPK yang mestinya tahu, karena tentu yang bersangkutan dipanggil jadi saksi atau tersangka pasti dipanggil oleh KPK.

Kami tidak membangun kasus atau building case. Membangun kasus itu dilakukan KPK melalu proses penyelidikan dan penyidikan. Kalau PPATK laporan haisl analisa (LHA) itu sifatnya informasi intelejen. Artinya informasinya itu kita analisisnya terkait rekening penampunngan, atau ada rekening yang digunakan untuk melakuakan pengeluaran-pengeluaran tertentu.

Ada penerimaan-penerimaan yang signifikan di luar profil, yang mengarah kepada kemungkinan tindak pencucian uang apakah itu dalam bentuk placement ke bank atau dalam bentuk penyamaran misalnya untuk membeli rumah, membeli kendaraan, surat berharga, perhiasan. Modus-modus sperti itu kembali lagi uangnya, jadi seperti itu yang kita sampaikan LHA-nya tapi tidak mem-building case-nya sendiri.

Korupsi Pemilu

Pemilu 2014 sekitar 3 bulan lagi, apa persiapan PPATK menghadapi korupsi politik?

Yah kami sudah mengadakan hal baru yang menurut kami sudah terobosan untuk megawal Pemilu 2014 bersih, yang pertama kami sudah melakukan MoU dengan Bawaslu, itu sudah beberapa bulan yang lalu. Yang kedua, kemarin kami sudah MoU lagi dengan KPK pada 4 Februari. Lalu pada 2013 kami sudah membuat riset khusus mengenai pemilu, pileg dan pilkada, sehingga kami sudah mengetahui kira-kira tipologinya seperti apa. Kemudian kami juga sudah menerapkan 2 laporan baru, laporan yang kita terapkan per 14 Januari berlaku mulai 15 Januari. Itu kita sebut sebagai LTKL (laporan transaksi transfer dana dari dan ke luar negeri), jadi transfer dana dari luar negeri ke Indonesia maupun dari Indonesia ke luar negeri itu tanpa treshold, ekstremnya Rp 1 pun dilaporkan ke PPATK. Memang untuk yang Januari ini kepada bank kita wajibkan dan nanti pada Juli kita juga terapkan kepada non-bank.

Laporan yang kedua yang juga hal baru, kita sebut Sipesat. Yaitu Laporan Sistim Pencatatan Nasabah Terpadu. Laporan misalnya Mr X punya fasilitas apa saja di bank, apakah di asuransi atau di penyedia jasa keuagan  lainnya seperti bursa misalnya. Dia punya fasilitas apa, misalnya di bank Mr X punya simpanan dalam bentuk giro, tabungan, deposito, kemudian punya save deposit box, punya fasilitas kredit modal kerja, kredit investasi, kredit konsumsi, itu semua dilaporkan itu namanya CIF, itu jug dilaporkan ke PPATK. Sehingga dengan memberlakukan ini, kita ada kerjasama dengan Bawaslu, kerjasama pertukaran informasi dengan KPU, punya laporan transaksi transfer dana dari dan ke luar negeri sehingga kita tahu jika ada dana-dana asing yang masuk, kemudian seseorang dengan pencatatan nasabah terpadunya fasilitas apa yang dia punya kita juga punya. Maka ini akan memperkuat sistem database PPATK untuk melakukan penelusuran-penelusuran.
 
Jika ditemukan indikasi pidana, apakah segera dilaporkan?

Kalau ada transaksi keuangan mencurigakan, nanti tentu untuk membuat laporan hasil analisis kita tidak hanya berdasarkan 1 laporan. Biasanya kejahatan itu menggunakan berbagai cara sehingga kita akan temui dalam beberapa laporan, akan ketemu dalam laporannya di laporan transaksi keuangan tunainya, mungkin ketemu di laporan transfer dananya, ketemu di pembawaan uang tunai. Batasnya atau ada pengaduan masyarakat, kita juga lihat nanti di media ada concern keresahan masyarakat seperti apa. Kita ada cara untuk membobot bahwa ini sudah patut kita curigai ada dugaan tindak pencucian uang. Jadi kalau seseorang sudah kita laporkan pada penegak hukum dalam bentuk laporan hasil analisis, itu sebetulnya ada indikasi kecurigaan tindak pidana pencucian uang.
 
Kampanye Pemilu 2014 sudah berlangsung. Apakah dalam pantauan PPATK ada yang mencurigakan terkait aliran dana kampanye parpol?

Kita masih mengamati itu, saya belum bisa menyampaikannya, kita masih mengamati karena dari beberapa laporan baru mulai kita terima LTKL, kalau ada LTKM (Laporan Transaki Keuangan Mencurigakan) ada juga terlapor-terlapor pasti kita akan buat itu. Jadi hasil riset PPATK  misalnya utk Pemilu Legislatif 2004 dan 2009 itu menunjukkan seorang caleg yang terlapor, itu akan terlapor terus sampai dia menjabat akan tetap terlapor.

Memang betul ada slogan 'Jangan Pilih Politikus Busuk', karena kalau sudah nggak benar di awal, di pencalonannya saja dia sudah menyimpang perilakunya, berani korupsi, berani melakukan pencucian uang, sampai terpilih juga akan seperti itu. Ini agak beda polanya dengan pilkada. Kalau yang pilkada, calon-calon ini periodisasinya sama, kira-kira 2 tahun sebelum pencalonan orang ini sudah terlapor. Tapi kalau yang pilkada ini untuk gubernnur, bupati, walikota, ketika dia sudah menjabat dia sudah tidak terlapor lagi atau menurun tingkat laporannya, karena dia melakukan birokrasi di bawahnya. Sehingga tidak heran kalau untuk yang pilkada ini, ketika dia sudah menjabat terjadi tindak pidana korupsi pasti melibatkan staf di bawahnya, mereka membentuuk mafia birokrasi seperi itu.
 
Modus seperti apa yang biasanya dilakukan parpol dalam memanipulasi laporan dana kampanye?

Ada beberapa tipologi untuk menyamarkan itu ya, kalau menyamarkan itu masih sebetulnya, masih buat beli properti, kendaraan, perhiasan. Lalu tren yang relatif terbaru itu mereka membeli asuransi, jadi premi tunggal, premi asuransi, kemudian transaksi dengan menggunakan uang asing.
 
(Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.