Sukses

Wiranto Meminta Dukungan Lirboyo, Idris Menghindar

Pimpinan Ponpes Lirboyo Kiai Haji Idris Marzuki yang dikenal mendukung pasangan Mega-Hasyim terkesan menghindar selama Wiranto berada di pesantrennya. Ada banyak malin kundang di tubuh DPP Partai Golkar.

Liputan6.com, Jakarta: Kampanye Pemilihan Umum Eksekutif telah berakhir sejak dua hari silam. Namun sejumlah aktivitas masih dilakukan calon presiden Wiranto. Di hari kedua masa tenang ini, capres dari Partai Golongan Karya itu menghadiri acara dukungan dari Keluarga Besar Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Sabtu (3/7). Kedatangan Wiranto tidak disambut Pengasuh Ponpes Lirboyo Kiai Haji Idris Marzuki yang dikenal sebagai pendukung pasangan capres Megawati Sukarnoputri-Hasyim Muzadi.

Sebelum mendatangi Ponpes Lirboyo, anggota tim sukses Wiranto Suadi Marassabassy sudah mengetahui isi Tausiah Nahdlatul Ulama yang menyatakan bahwa keluarga Lirboyo bersikap netral dalam Pilpers mendatang. Namun, sebaliknya, Idris Marzuki menganggap tausiah itu liar karena tidak mencantumkan tanda tangannya selaku salah satu pimpinan Ponpes [baca: Mahfud: Wiranto Terbaik dari yang Terjelek].

Saat kunjungan Wiranto, Idris tidak tampak dalam acara yang digelar saudara-saudaranya yang merupakan keturunan Mahrus Ali. Idris yang terkesan menghindar dalam acara tersebut mengaku masih setia terhadap pasangan Mega-Hasyim [baca: Pimpinan Pesantren Lirboyo Akhirnya Mendukung Mega-Hasyim]. Di tempat terpisah, Idris juga mengimbau agar santri-santrinya tetap mendukung Hasyim Muzadi yang dinilainya sebagai kader NU potensial karena berangkat dari bawah, bukan NU karbitan.

Jika ada pertanyaan seputar kandidat yang mengalami ujian berat saat berkampanye, telunjuk penjawab pasti menuding ke arah Wiranto. Selama kampanye Pilpres yang berakhir Kamis silam, Wiranto bersama Salahuddin Wahid sibuk menepis tuduhan miring seputar pencalonan mereka. Salah satu yang membuat mereka terhenyak adalah kabar bahwa di tubuh Dewan Pengurus Pusat Partai Golkar banyak "malin kundang". Artinya, banyak fungsionaris Partai Beringin yang tidak sepenuh hati mendukung pasangan bernomor urut satu ini.

Kendati didera isu tak enak, Wiranto tetap yakin kepada mesin politik yang digalangnya dalam Pilpres kali ini. Salah satu kabar yang paling tidak mengenakkan timbul dari internal Golkar. Keberhasilan mengalahkan Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung dan beberapa kandidat lainnya dalam Konvensi Capres Partai Golkar, justru membuat jalan Wiranto menuju kursi RI I semakin terjal [baca: Wiranto Menang Konvensi Golkar]. Tim Sukses Wiranto atau yang lebih dikenal dengan Kubu Emporium harus "berbagi kekuasaan" dengan tim DPP Partai Golkar pendukung Akbar, serta Partai Kebangkitan Bangsa dari Salahuddin Wahid dalam menyusun program kampanye. Namun, infrastruktur Golkar di daerah yang solid sangat membantu mereka memobilisasi massa.

Guncangan kian bertambah setelah dikabarkan telah terjadi pecah kongsi di kubu Wiranto-Wahid. Kubu Partai Golkar dan PKB dianggap tidak kompak dan setengah hati dalam menyukseskan Wiranto. Berita miring itu terus bergulir. Kampanye di beberapa tempat pada putaran pertama dan kedua yang relatif sepi, semakin menguatkan anggapan tersebut. Bahkan saat kampanye di Gelanggang Olahraga Bung Karno, Senayan, yang menghabiskan dana Rp 2,5 milyar tidak sukses dalam kuantitas massa [baca: Gus Solah Tak Hadir di Senayan]. Massa yang hadir hanya seperlima dari kapasitas Gelora Senayan yang dapat menampung 150 ribu pengunjung. Itu pun mayoritas berasal dari Partai Beringin.

Pada kesempatan kampanye di Balikpapan, Kalimantan Timur, Wiranto akhirnya mengakui ada keterlambatan sinergi antara DPP Partai Golkar, Kubu Emporium, dan PKB dalam memulai kampanye. Ibarat mesin diesel, mesin politik Partai Golkar baru panas ketika masa kampanye memasuki putaran ketiga. Bersama PKB, mereka melaju kencang menggerus masa kampanye putaran ketiga dan seterusnya.

Ketika hampir bernafas lega setelah menyelesaikan konsolidasi tim kampanye, Wiranto dibentur masalah pelanggaran hak asasi manusia Kasus Semanggi. Hampir di setiap kesempatan kampanye, Wiranto harus menerangkan kepada massa dan media massa lokal perihal tuduhan pelanggaran ham berat dan Kasus Semanggi [baca: Mengupas Kembali Tragedi Mei `98]. Wiranto menyatakan bahwa kasus itu sudah selesai dan dirinya secara hukum tidak terlibat dengan tuduhan pelanggaran HAM atau Semanggi.

Kampanye hari terakhir dianggap sebagai pucuk keberhasilan Tim Sukses Wiranto dalam mengemas kelemahan menjadi kekuatan. Kampanye Wiranto di Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam mendapat sambutan hangat dari warga sekitar. Ketika itu, Wiranto menegaskan bahwa enam tahun silam, ia-lah yang pertama kali meminta agar pasukan TNI di Serambi Mekah ditarik dan menyerahkan masalah Aceh ke masyarakat Tanah Rencong dan menentang penerapan status Darurat Militer [baca: Wiranto Menjanjikan Ketenteraman di Aceh].Di hadapan sekitar 2.000 pendukung yang memadati Lapangan Hiirhak, Wiranto berjanji menciptakan keamanan dan ketenteraman di Tanah Rencong.

Puncak keberhasilan tim sukses saat Wiranto-Wahid berkampanye di Medan, Sumatra Utara. Saat itu, kampanye Wiranto dihadiri massa terbesar selama kampanye terjadi di kota ini. Melihat tanggapan massa yang begitu antusias membangkitkan keyakinan di tubuh Tim Sukses Wiranto bahwa PKB dan Golkar telah solid [baca: PKB: Kader Tidak Mendukung Wiranto-Salahuddin, Keluar!]. Bahkan lebih jauh, Ketua Tim Kampanye Slamet Effendi Yusuf menegaskan, hal inilah yang akan menjadi penentu kuatnya pemerintahan, karena didukung oleh dua mesin politik yang telah meraih 180 kursi di Parlemen.(YAN/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.