Sukses

Banjir, Macet, dan Jakarta

Banjir dan macet di DKI Jakarta seperti dua sisi keping mata uang yang tak bisa dilepaskan.

Banjir dan macet di DKI Jakarta seperti dua sisi keping mata uang yang tak bisa dilepaskan. Saling terikat satu sama lain. Setiap hujan deras mengguyur dengan durasi yang lama, maka Ibukota kebanjiran dan macet pun tak terhindarkan.

Hal itu yang setidaknya terjadi di Jakarta pada Rabu 29 Januari 2014 pagi. Kemacetan terjadi di hampir seluruh wilayah Ibukota akibat banjir menggenangi jalan. Pepatah 'Banyak jalan menuju Roma' tak berlaku lagi. Ke mana pun kita melintas, pasti macet. Kira-kira seperti itu gambarannya.

Sebagian besar jalur, baik dari Jakarta Utara, Selatan, Timur, Barat, dan Pusat padat pada Rabu pagi, macet saat para warga baik dari dalam maupun luar Jakarta berangkat kerja. Bak serangan fajar, kendaraan memenuhi jalan. Namun langkah terhambat dan dihentikan oleh genangan air.

Seperti yang terjadi di depan Supermarket Kem Chiks, Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Rabu pagi kemarin. Kendaraan bermotor tak bisa melintas karena jalan digenangi air dengan ketinggian 60 cm. Begitu juga di depan Gedung PT Wijaya Karya (Wika), Jalan DI Panjaitan. Mobil dan melintas tak dapat melewati jalur tersebut. Akibatnya lalu lintas di sekitarnya macet.

Hal serupa juga terjadi di depan Mal Ciputra, Jalan Arteri S Parman, Grogol, Jakarta Barat dan depan Gedung Sekolah Tarakanita, Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan. Kendaraan tak bisa melintas, kepadatan pun terjadi.

Macet parah di Ibukota tak hanya `menyerang` warga DKI Jakarta, tapi juga pejabat. Hal itu yang dialami Menteri Pendidikan Mohammad Nuh. Karena terjebak macet, M Nuh memutuskan untuk berjalan kaki menuju kantornya.

Mantan Rektor Institut Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) ini tampak berjalan menyusuri trotoar menuju kantornya yang terletak di kawasan Senayan. Tak diketahui di mana mobilnya. Tapi ia tertangkap kamera sedang berjalan kaki.

Kondisi tersebut merupakan secuil dari sekian banyak kawasan Ibukota yang terendam banjir. Kawasan penduduk direndam banjir dengan ketinggian air yang sangat tinggi. Misalnya saja di kawasan Kampung Pulo, Jakarta Timur dan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan yang direndam air hingga ketinggian mencapai 2 meter.

Warga di bantaran Kali Ciliwung tersebut menjadi langganan korban banjir. Setiap banjir datang, maka itulah waktunya mereka untuk mengungsi. Menumpang sementara di posko yang disiapkan pemerintah.

Yang paling bikin miris, mungkin ketika banjir menggenangi kawasan pemakaman. Seperti di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Air menggenang sejumlah blok di Tanah Kusir. Bak danau, sejumlah makam terendam.

Ratusan makam di Blok A1 Tanah Kusir tergenang banjir. Bahkan ada sebuah bidang yang hanya terlihat 1 nisan karena memang sudah ditinggikan oleh keluarga ahli waris.

Nasib malang menimpa keluarga yang saat itu hendak memakamkan anggota keluarganya. Lubang kubur sudah digali direndam air banjir. Padahal jenazah hendak dimakamkan.

Budi (30), seorang penggali kubur di TPU Tanah Kusir mengatakan, pihak keluarga memutuskan untuk menyewa mesin pompa sedot untuk mengeluarkan air dari lubang. Sehingga peti jenazah bisa diturunkan ke lubang kubur.

Banjir 2014 Tak Separah 2013?

Meski membuat warga mengelus dada, banjir di Ibukota pada 2014 ini dinilai tak separah banjir pada 2013. Kepala Bidang Informatika BPBD DKI Jakarta Edy Junaedy menyatakan, banjir di Jakarta pada 2014 tidak seluas dibanding 2013. Hal ini lantaran ada upaya dari Pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Jokowi yang membuahkan hasil dan memberikan kontribusi untuk mengurangi banjir di ibukota.

"Tak separah dibanding tahun lalu berkat kinerja pemerintah DKI. Sekarang ini sudah ada perbaikan lama dari pemerintah Gubernur DKI (Jokowi). Durasi banjir lama tapi tidak seluas tahun lalu. Meskipun intensitas hujan tahun ini lebih banyak, tapi kawasan yang terendam tak seluas tahun lalu," kata Edy Junaedy saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu 29 Januari.

Dia menjelaskan, sistem drainase atau saluran air di Ibukota saat ini sudah lebih baik dari tahun sebelumnya. Hal itu terbukti dari berkurangnya titik banjir di Ibukota. Kawasan Thamrin dan Sudirman, Jakarta Pusat pun tak terendam seperti 2013. "Kawasan Thamrin Sudirman 17 Januari lebih baik. Sekarang sudah nggak banjir seperti dulu," ujar Edy.

Menurut dia, beberapa program yang dilakukan Jokowi dalam mengatasi banjir telah memberikan kontribusi dalam mengurangi banjir dan dampaknya. Misalnya saja pengerukan Waduk Pluit. Begitu juga dengan berfungsinya 6 pompa air Waduk Pluit saat ini dibanding hanya ada 2 pompa yang berfungsi pada tahun lalu.

"Dengan kapasitas untuk air di Waduk Pluit yang bertambah atau lebih luas setelah dikeruk, maka banjir di sekitarnya tak parah dibanding tahun lalu. Itu berarti pengerukan bermanfaat," kata Edy. Selain itu, kinerja Satuan Petugas (Satgas) Jalan Rusak dan Satgas Banjir DKI Jakarta saat ini yang lebih sigap dibanding tahun lalu. Dia menilai, Satgas lebih cepat bertindak untuk memperbaiki tanggul dan jalan rusak.

"Juga BPBD yang lebih giat memberikan informasi lebih dini kepada warga di Kali Ciliwung melalui SMS. Belum lagi di sejumlah kelurahan yang menerapkan manajemen penanggulangan bencana. Sudah lebih terorganisir lah," tandas Edy.

Korban Banjir

Terkait korban jiwa, Edy mengaku belum bisa membandingkan. Sebab pihaknya masih dalam proses mendata korban, di samping belum selesainya musim hujan di Indonesia.

"Tahun 2013 korban meninggal ada 38. Korban pengungsi tercatat pada 19 Januari, yakni 84 ribu orang. Namun untuk tahun ini, saya belum bisa memastikan," jelasnya.

Berdasarkan data Pusat Kendali Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Pusdalops) BPBD DKI, hingga Sabtu 18 Januari 2014, tercatat 7 warga meninggal dunia selama musibah banjir melanda Ibukota pada 2014.

"Data yang kita terima saat ini menunjukkan ada 7 korban banjir yang meninggal dunia. Penyebabnya sakit, tenggelam karena terpeleset atau terjatuh, hingga kesetrum. Korban yang ketujuh belum bisa kita publikasikan karena masih proses identifikasi kepolisian," ungkap Kepala Seksi Informatika dan Pengendalian BPBD DKI Bambang Surya Putra saat dihubungi di Jakarta.

Untuk menanggulangi banjir, Gubernur Joko Widodo atau Jokowi melakukan blusukan ke sejumlah lokasi. Seperti yang Pak Gubernur lakukan pada Rabu 29 Januari siang. Dia mengunjungi Perumahan Cipinang Indah dan Kampung Sawah, Duren Sawit, Jakarta Timur. Menemui warga dan membagikan bantuan.

Total warga yang mengungsi akibat luapan kali tersebut jumlahnya mencapai 300 orang yang tinggal di Kampung Sawah dan Perumahan Cipinang Indah. "Kebanyakan dari Kampung Sawah. Mayoritas warga mau untuk dipindahkan ke tempat pengungsian," ujar Jokowi.

Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan, dirinya dan Jokowi atau Joko Widodo sebenarnya telah berusaha untuk mengurangi banjir dan macet Jakarta. Namun, usaha itu tidak bisa dilakukan secara kilat. Namun, apabila masyarakat tetap merasa tidak puas, Ahok mempersilakan untuk memilih pemimpin yang lebih meyakinkan.

"Kalau kami gagal ya jangan pilih lagi. Pilih saja orang yang lebih menjanjikan, orang yang diyakini bisa menyelesaikan masalah banjir dan macet. Gitu saja sebetulnya," jelas Ahok.

Lalu sampai kapan banjir dan macet di Jakarta? Hanya waktu yang bisa menjawabnya, begitukah?. (Riz)

Baca juga:
Cara Sukarno Cegah Banjir di Jakarta
Ali Sadikin `Pesimis` Urus Banjir Jakarta
23 Kelurahan di Jakarta Terendam Banjir
Cerita Mendikbud M Nuh Terjebak Macet Parah Jakarta
Ketua DPRD DKI: Jokowi-Ahok Lebih Baik dari Foke-Prijanto
BPBD: Titik Banjir di Jakarta pada Masa Jokowi Menurun

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.