Sukses

Siapa Berani Turunkan Elpiji?

Presiden memerintahkan Pertamina mengkaji kebijakan menaikkan harga elpiji 12 kg. Hari ini keputusan Pertamina ditunggu publik.

Jika berkaca pada rumitnya proses untuk menaikkan harga BBM beberapa waktu lalu, mestinya Pertamina tak gegabah menaikkan harga jual elpiji ukuran tabung 12 kilogram dengan tiba-tiba. Jangankan pedagang gorengan di pinggir jalan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun mengaku tak pernah diberitahu. Kacau memang.

Coba bandingkan dengan rencana kenaikan harga BBM yang perlu dibicarakan dengan DPR, pakar ekonomi dan jajaran menteri terkait di kabinet, sebelum kemudian diputuskan. Bahkan, Presiden pun harus dapat laporan dulu dari Kapolri, Panglima TNI dan Kepala BIN tentang potensi rusuh jika BBM dinaikkan.

Betapa berbedanya proses itu dengan kenaikan harga elpiji yang minim sosialisasi. Baru saja masyarakat sedikit bergembira melihat keindahan semarak kembang api di malam jelang pergantian tahun, ketika terbangun di tahun yang baru, mereka dikagetkan dengan 'kado Tahun Baru' yang tak indah dari Pertamina.

Terhitung 1 Januari 2014 pukul 00.00 WIB, Pertamina memberlakukan harga baru elpiji non-subsidi kemasan 12 kg secara serentak di seluruh Indonesia dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959 per kg.

Besaran kenaikan di tingkat konsumen akan bervariasi berdasarkan jarak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBBE) ke titik serah (supply point). Dengan kenaikan ini pun, Pertamina konon masih 'jual rugi' kepada konsumen elpiji non-subsidi kemasan 12 kg sebesar Rp 2.100/kg.

Keputusan ini merupakan tindak lanjut atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan yang dalam laporan hasil pemeriksaan pada bulan Februari 2013, Pertamina menanggung kerugian atas bisnis elpiji non-subsidi selama 2011 hingga Oktober 2012 sebesar Rp 7,73 triliun, yang hal itu dapat dianggap menyebabkan kerugian negara.

Alasan Pertamina tentu tidak salah, karena angka-angka berbicara. Tapi, angka dan hitungan rumit Pertamina tentu saja sulit untuk masuk ke tataran bawah masyarakat pengguna elpiji. Tak keran kalau kemudian banyak protes, keluhan, dan caci maki terhadap pemerintah.

Tak perlu menunggu lama, pemerintah pun bereaksi. Sabtu 4 Januari 2014 Presiden SBY meminta Wakil Presiden Boediono dan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa memanggil Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan untuk meminta penjelasan berkaitan kenaikan harga elpiji 12 kg.

Ada harapan akan adanya hasil konkret dari rapat yang digelar di Istana Wapres sepanjang siang hingga petang itu. Apalagi sebelumnya diberitahukan bahwa Boediono akan langsung memberikan penjelasan tentang hasil pertemuan seusai rapat.

Namun jauh dari bayangan. Penjelasan yang dimaksud ternyata bukan penjelasan. "Kita telah menyimpulkan satu laporan yang akan disampaikan ke Presiden besok hari," kata Wapres.

Sebab itu, Wapres mengaku belum bisa menyampaikan secara detail hasil rapat tersebut. Sebab masih menunggu pandangan dari Presiden yang tengah berada di Jawa Timur.

"Apa yang dibahas akan dilaporkan ke Presiden besok. Setelah itu ada penjelasan dari pertemuan ini. Jadi kali ini kita belum bisa sampaikan karena akan laporkan ke Presiden," jelas dia.

Tak ada keterangan sedikitpun soal pembicaraan dalam pertemuan itu. Tak ada sinyal tentang sikap pemerintah sebenarnya. Dan publik harus menunggu sampai masalahnya ditangani langsung oleh Presiden.

Namun, paling tidak Presiden sedikit memperlihatkan kekecewaannya terhadap cara Pertamina mengelola harga komoditas ini. Melalui akun Twitter miliknya, Presiden SBY sangat jelas menyesalkan langkah Pertamina.

"Kebijakan yang membawa dampak luas ini tidak dikoordinasikan dengan baik dan persiapannya pun juga kurang. Ini harusnya tidak boleh terjadi," tulisnya, Minggu 5 Januari 2014 pagi.

Namun, kekecewaan SBY menimbulkan kebingungan di kalangan politisi di Senayan. Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Eva K Sundari, misalnya, mengaku heran dengan sikap dan pernyataan Presiden itu.

Menurut Eva, Presiden seharusnya ikut bertanggung jawab. Ia bahkan menilai kabinet yang dipimpin SBY lemah dalam berkoordinasi. Setelah melihat dampaknya terhadap hajat hidup orang banyak, SBY baru mengambil langkah. "Kenapa tidak dikomunikasikan dengan kabinet? Pertamina kan Badan usaha Milik Negara (BUMN)," ujarnya.

Sinyaleman Eva bisa jadi benar jika mendengar keterangan Menteri ESDM Jero Wacik. "Saya baru terima suratnya tadi. Mestinya Pertamina ada koordinasi dengan pemerintah juga," ujar Jero sebelum melakukan rapat terbatas dengan Presiden di Lanud Halim, Jakarta, Minggu.

Namun, dalam keterangannya usai rapat terbatas, Presiden agaknya mulai melunak. Pertamina pun tak lagi jadi sasaran kekecewaan. "Saya boleh katakan barangkali Pertamina ketika mengambil keputusan untuk menaikkan harga elpiji 12 kilogram itu tentu dengan pertimbangan tertentu. Artinya tidak dengan serampangan," tegas SBY.

Dan, ini yang paling penting, meski sudah ada 2 kali rapat dalam 2 hari yang masing-masing dipimpin Wapres Boediono dan Presiden SBY, tetap saja belum ada hasil konkret.

"Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu untuk mengelola persoalan ini sambil cari solusi yang tepat. Tepat untuk ekonomi kita, tepat untuk rakyat kita dan tepat untuk bersama-sama membangun negara ini ke arah yang lebih baik," ujar SBY.

Presiden hanya mendesak Pertamina untuk meninjau kembali keputusannya menaikkan harga elpiji. SBY memberikan waktu 1x24 jam bagi Pertamina untuk melakukan peninjauan tersebut.

"Pemerintah meminta Pertamina mendorong proses peninjauan kembali harga BBM dalam satu satu atau 1x24 jam. Malam ini mereka sudah bekerja, sehari berkonsultasi dengan BPK dan siang harinya Pertamina sudah melakukan peninjauan dan bisa disampaikan pada masyarakat mengenai apa yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan harga Elpiji 12 kg," ujar SBY.

Jadi, hingga hari ini tak ada yang berubah sebenarnya. Rapat yang panjang dan komentar pengamat yang melelahkan, muaranya kini ada di Pertamina. Tapi, semuanya belum pasti. Bukan tak mungkin besok Dirut Pertamina malah mengatakan akan rapat dulu dengan Presiden sebelum membuat keputusan. Begitu seterusnya, saling tunggu di ruang rapat menunggu yang berani ambil keputusan terkait harga elpiji.

Kenapa Pertamina tak bisa mengoreksi kebijakannya secepat dia memutuskan menaikkan harga elpiji? Jawabnya mudah, karena ini bukan masalah yang sederhana, sehingga harusnya sejak awal sudah dipikirkan dampak yang akan terjadi.

Sembari mencari solusi atas perintah Presiden, tak ada salahnya Karen Agustiawan menyimak apa yang dikatakan bosnya, Jero Wacik.

"Dari dulu sudah saya katakan, kalau berkaitan dengan BBM, elpiji, harus hati-hati, tidak hanya hitung-hitungan bisnis saja," tegas Jero.

Setuju dengan Jero, memngurus elpiji memang harus hati-hati. Jika tidak, apa saja bisa mental kena 'ledakannya'. (Ado)

Baca juga:
Harga Elpiji Naik, Bamsoet: Jangan-jangan Proyek Jelang Pemilu
Elpiji 12 Kg Naik, Menteri ESDM: Rakyat Bakal Pindah ke 3 Kg
SBY: Pertamina Tidak Serampangan Naikkan Harga Elpiji

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.