Sukses

Denyut Judi dan Gemerincing Rupiah nan Menggoda

Berbagai bentuk perjudian tumbuh makin subur di Jakarta. Bahkan perputaran uang judi di Ibu Kota ditaksir mencapai Rp 40 triliun dalam setahun. Tak bisa dipungkiri, praktik perjudian telah ikut membangun negeri ini.

Liputan6.com, Jakarta: Berbagai bentuk perjudian tumbuh makin subur di Jakarta, beberapa tahun terakhir. Judi yang pada dasarnya dilarang itu muncul secara ilegal, bahkan secara terang-terangan di tengah kehidupan masyarakat. Tengok saja, mulai dari pinggiran kota hingga hotel berbintang tersentuh oleh praktik perjudian. Ini bukan tanpa alasan, bisnis judi memang menggiurkan. Bayangkan, perputaran uang judi di Ibu Kota ditaksir mencapai Rp 40 triliun dalam setahun. Jumlah sebanyak itu jelas melampaui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2004 yang diperkirakan hanya sekitar Rp 12,1 triliun.

Ibarat sudah mendarah daging, praktik perjudian memang sulit diberantas. Baik penyelenggara maupun pemain lihai membungkus atau mengelabui aparat keamanan yang mencoba memberangus bentuk perjudian yang tak jarang membuat orang lupa daratan tersebut. Keruwetan itulah yang memancing Tim Sigi SCTV untuk mencoba menelisik denyut perjudian di Jakarta, baru-baru ini.

Belum lama berselang, Kepolisian Daerah Metro Jaya merazia sejumlah kantong perjudian di Jakarta dan menahan puluhan bandar serta menyita ratusan mesin judi. Lokasi tersebut di antaranya di kawasan Kota, wilayah Jakarta Utara, dan Jakarta Barat. Biasanya tempat perjudian berkedok sebagai permainan bola tangkas, mesin Mickey Mouse, atau permainan Bingo.

Walaupun dilarang undang-undang, pemerintah seolah memberikan celah bagi perjudian. Hal ini terbukti dari formulir pajak yang dikeluarkan Dinas Pendapatan Daerah Jakarta yang mencantumkan adanya pajak untuk mesin Mickey Mouse, bola tangkas, dan Bingo. Padahal, di sisi lain, Kepala Dinas Penerangan Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Prasetyo menegaskan, mesin-mesin permainan tersebut termasuk dalam praktik perjudian yang dilarang.

Mesin-mesin yang mengundang orang untuk mempertaruhkan duit di kantong tersebut dapat dijumpai, misalnya di kawasan Kalijodo, Jakut. Selain terkenal sebagai lokasi pelacuran, kehidupan Kalijodo juga bergeliat sebagai salah satu pusat perjudian terbesar di Jakarta. Menurut beberapa penjudi, kawasan Kalijodo digemari karena mereka merasa aman dari jerat hukum. Hal ini tak lepas dari besarnya upeti yang disetorkan bandar judi kepada oknum aparat keamanan hingga pejabat pemerintah tertentu. Berdasarkan data yang diperoleh Tim Sigi, di Kalijodo saat ini terdapat 12 bandar besar. Jika setiap bandar melayani 100 hingga 200 penjudi tiap harinya dan 80 persen di antaranya bermodal sekitar Rp 2 juta maka perputaran uang di tempat tersebut diperkirakan mencapai Rp 2 miliar per hari. Ini tentu bukan jumlah yang kecil.

Berdasarkan catatan SCTV, kawasan perjudian tersebut tak pernah tersentuh aparat keamanan. Ironisnya Markas Kepolisian Sektor Tambora, Jakut, hanya berjarak sekitar 100 meter dari seberang lokasi perjudian itu. Padahal tempat tersebut jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Peraturan Pemerintah No. 9/1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian yang intinya melarang segala bentuk perjudian di seluruh wilayah Indonesia.

Kalijodo memang akrab di telinga sebagai tempat pelampiasan nafsu, harapan, dan mimpi yang dangkal. Di kawasan tersebut, judi bola setan (cap ji kie) seolah menjadi pimadona bagi petaruh. Kalijodo setidaknya memiliki lima meja panjang tempat para penjudi mengadu peruntungannya dengan jumlah taruhan bervariasi antara Rp 5.000 hingga Rp 500 ribu. Meski tak setegang russian roulette, uang taruhan diletakkan pada angka-angka pilihan yang terdapat di meja-meja panjang berukuran 1,5 x 4 meter. Lalu, bandar memutar bola putih pada sebuah lingkaran yang dipenuhi angka-angka berwarna hitam. Jika beruntung, penjudi akan meraih keuntungan dengan besaran yang berbeda mulai dari satu kali lipat hingga 50 kali lipat uang taruhan. Selain bola setan, juga ada judi dadu kopyok yang jumlah hadiahnya mencapai 14 kali lipat uang taruhan. Bagi mereka yang berkantong cekak namun nekat untuk tetap berjudi, bandar juga mengoperasikan mesin judi jackpot. Mesin tersebut bisa dimainkan hanya dengan koin seharga Rp 5.000.

Penelusuran Tim Sigi dilanjutkan ke kawasan Tanjungduren, Jakbar. Di daerah ini arena perjudian biasanya berkedok permainan bola tangkas, Mickey Mouse, atau Bingo. Menurut seorang operator bola tangkas, permainan tersebut bisa dimainkan mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB. Permainan tersebut cukup menarik minat para pengadu nasib untuk memainkannya. Bahkan pada akhir pekan di saat pengunjung membludak, pemain harus rela antre untuk memainkan mesin bola tangkas. Hal itu dikarenakan besarnya hadiah yang ditawarkan. Bayangkan, hanya dengan bertaruh Rp 20 ribu pemain yang beruntung bisa meraup uang sebesar Rp 2 juta.

Perlahan namun pasti, Jakarta menjadi surga bagi para penjudi. Para penjudi dari Bandung, Jawa Barat; Semarang, Jawa Tengah; ataupun dari beberapa kota besar lainnya sengaja datang ke Ibu Kota untuk berjudi. Mereka biasanya berjudi di kasino-kasino gelap seperti di Kali Besar, Jakarta Pusat atau Mangga Dua, Jakbar. Permainan yang paling populer di kasino adalah bakarat dengan uang taruhan minimal Rp 300 ribu dan maksimal sebesar Rp 100 juta.

Sementara itu di kalangan masyarakat bawah praktik perjudian kian parah dengan merebaknya penjualan kupon toto gelap (togel), pakong atau maraknya arena sabung ayam. Togel yang menawarkan kemenangan hingga 60 kali lipat uang taruhan atau pakong yang mengiming-imingi hadiah 25 kali lipat jelas membuat orang bermimpi untuk meraup rupiah secara cepat. Begitu juga dengan uang yang beredar di arena sabung ayam yang berkisar antara Rp 500 ribu hingga Rp 7 juta. Itu semua membuat bentuk perjudian tersebut tak pernah surut.

Bahkan dunia maya pun seolah tak mau ketinggalan. Saat ini terdapat beberapa situs judi lokal di antaranya adalah www.tebaknomor.com dan www.dewacolok.com. Dalam praktik perjudian jenis ini, pemain cukup mentransfer sejumlah uang kepada pengelola situs dan memilih angka yang dikehendaki. Hadiah yang ditawarkan berkisar antara setengah kali lipat hingga 3.500 kali lipat uang yang disetorkan.

Perkembangan itu jelas mendapat perhatian khusus dari Majelis Ulama Indonesia. Menurut Sekretaris Umum MUI Din Syamsuddin, merajalelanya perjudian mulai dari kelas bawah hingga kelas atas menimbulkan keresahan di kalangan ulama. "Kalau praktik [perjudian] ini merajalela sampai ke lapis paling bawah. Ini akan menciptakan budaya judi," ucap Din Syamsuddin. Karena itulah, MUI meminta kepada pemerintah untuk mengambil tindakan tegas dalam menegakkan hukum terhadap pelaku praktik perjudian.

Menurut kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala, salah satu penyebab meluasnya perjudian di kalangan masyarakat adalah sikap aparat keamanan yang mendua. Aparat tidak secara serius menegakkan peraturan sebaliknya malah menjadikan hasil perjudian sebagai tambahan pendapatan. "Banyak aparat keamanan yang meminta uang. Memanfaatkan bahwa kegiatan itu adalah ilegal," kata Adrianus, mencontohkan.

Namun tak bisa dipungkiri bahwa sedikit banyak praktik perjudian telah ikut membangun negeri ini. Jika tak percaya, tengok saja pengalaman Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI (1966-1977). Tak seorang pun menyangkal bahwa limpahan uang perjudian yang dilegalkan Bang Ali dapat menyulap Jakarta dari daerah kumuh, menjadi kota yang sedikit mentereng. Saat itu, Gubernur Ali memang memberikan kepercayaan kepada pengusaha Apyang dan Yo Putshong untuk mengelola perjudian di kawasan Ancol, Jakarta Utara, bernama Copacabana--ditutup pada April 1981 dan sekarang dijadikan Hotel Horizon. Ini membuat judi Lotto (lotre totalisator), petak sembilan, dan hwa-hwe, yang tadinya dimainkan secara sembunyi, mulai terang-terangan dimainkan masyarakat. "Saya tahu itu haram tapi biarlah saya yang bertanggung jawab kepada Allah," tegas Bang Ali.

Secara fisik, hasilnya memang luar biasa. Kas Pemerintah Daerah Jakarta, saat itu, kontan bertambah gemuk. Sejumlah gedung sekolah, rumah sakit, dan pusat kesehatan masyarakat langsung didirikan. Jalan-jalan juga mulai diperbaiki. Ibarat kata, jalan-jalan di Jakarta yang mulanya becek, langsung bisa buat bersepatu roda. Jakarta pun lebih menyala di malam hari. Kondisinya berubah 180 derajat. Pokoknya, benar-benar meriah.

Tapi Bang Ali saat itu nampaknya belum puas. Ia terus membenahi permukiman kumuh dengan membangun proyek jalan M.H. Thamrin--jalan semen di berbagai kampung di Ibu Kota. Ali juga merenovasi Taman Monumen Nasional serta membangun Taman Ismail Marzuki, Gedung Arsip Nasional, Gelanggang Remaja Kuningan, Pasar Seni Ancol, Planet Senen, sampai lokalisasi pelacuran Kramat Tunggak. Alhasil, di akhir jabatannya, Bang Ali berhasil mengumpulkan kas sebesar Rp 17 miliar. Saat itu, angka belasan miliar rupiah jelas bukan jumlah yang sedikit, mengingat anggaran awal Pemda hanya Rp 66 juta. Artinya, Bang Ali yang dijuluki "Gubernur Maksiat" sukses melipatgandakan uang Pemda sekitar 250 kali lebih banyak.

Pekan silam undian olah raga berhadiah yang diterbitkan PT Metropolitan Magnum Indonesia (MMI) mulai berputar. Namun undian yang direstui Departemen Sosial itu mengundang pro dan kontra. Salah satunya berasal dari Front Pembela Islam yang menilai undian tersebut identik dengan judi meski berkedok mendukung kegiatan olah raga [baca: Meski Diprotes Kupon MMI Tahap Satu Diundi].

Hal lain yang membuat undian MMI dicurigai sebagai judi adalah isu yang menyebutkan PT MMI adalah adalah anak perusahaan Magnum Corporation yang mengelola lotre di Malaysia. Namun kabar tersebut dibantah Vice President PT MMI Andi A. Baso bahwa tidak ada saham perusahaan MMI yang dimiliki Magnum Corp. "Dia [Magnum Corp] hanya operator saja," jelas Andi. Itu dilakukan karena MMI melihat kesuksesan yang diraih Magnum Corp sebagai perusahaan lotre terbesar di Malaysia.

Protes yang dilakukan FPI dan organisasi Islam lain akhirnya membuahkan hasil. Departemen Sosial menghentikan peredaran undian olah raga berhadiah yang diterbitkan PT Metropolitan Magnum Indonesia (MMI) sejak Rabu kemarin. Alasannya, MMI telah menyalahgunakan izin yang diberikan Depsos. "Undian MMI tersebut mengarah kepada perjudian," kata Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah. Sejatinya, kupon ini memiliki jangka waktu penarikan dan menggunakan sistem penarikan lotre dalam menentukan pemenang. Meski demikian, Depsos memberi kesempatan tenggang waktu untuk memperbaiki kesalahan. "Sosialisasikan dengan organisasi-organisasi Islam, masyarakat dan MUI," tutur Mensos.

Seperti halnya pelacuran, judi juga diharamkan agama dan hukum positif Indonesia. Tapi faktanya, judi menyebar dan gampang ditemukan di mana-mana. Pemerintah pun pernah melegalkan praktik perjudian mulai dari Pekan Olahraga untuk Kesejateraan Sosial (Porkas) hingga Sumbangan Sosial Dana Berhadiah (SDSB). Bahkan wacana lokalisasi perjudian di Kepulauan Seribu pernah digulirkan Gubernur DKI Sutiyoso [baca: Pulau Seribu, Pulau Judi Baru?]. Hingga undian MMI yang bertujuan untuk memajukan dunia olah raga Indonesia.

Terlepas dari semua itu, timbul pertanyaan mungkinkah judi akan kembali dilegalkan? Terlebih dengan segala godaan gemerincing rupiah dari hasil praktik perjudian. Semua itu berpulang kepada masyarakat dengan mempertimbangkan manfaat dan mudaratnya.(TOZ)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.