Sukses

Mamat Suling Si Perajin Seruling

Mamat mencari nafkah sebagai pembuat seruling bambu Kampung Babakan, Desa Cangkuang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pembeli yang datang tak cuma dari Bandung dan kota-kota lainnya di Jabar. Dari Sumatra pun ada.

Liputan6.com, Bandung: Nun jauh di Kampung Babakan, Desa Cangkuang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Mamat mencari nafkah sebagai pembuat seruling bambu. Sendirian, sebelum tiga anaknya beranjak besar--kini sang anak sudah bisa membantu Mamat. Alat musik tradisional Sunda itu digelutinya bak anak sendiri. Diserutnya buluh bambu dengan perlahan dan seksama, lalu dilubangi dengan sempurna agar menghasilkan suara yang prima. Mamat berhasil bertahan, bahkan dia mampu menafkahi istri dan tiga anak-anaknya dari membuat seruling.

Di Desa Cangkuang, bisa dibilang, Mamat satu-satunya perajin seruling. Warga setempat tak asing dengan namanya. Bahkan mereka menambahkan satu kata di belakang nama pria berusia 55 tahun ini menjadi Mamat Suling. Mungkin sebagai julukan, atau bisa juga untuk mencegah kekeliruan. Sebab, nama Mamat memang banyak, tapi Mamat Suling cuma satu. Ditemui belum lama berselang, lelaki yang kurang sempurna secara fisik ini--bentuk kakinya mengecil--mengaku bisa membuat seruling dari sang ayah yang dulunya dikenal sebagai seniman sekaligus pembuat seruling.

Pada awalnya, seruling Mamat belum banyak dikenal. Untuk memasarkan pun dia harus pergi ke Tegal Lega, Bandung, yang berjarak sekitar 29 kilometer dari rumahnya. Usahanya tak percuma. Secara perlahan, seruling Mamat mulai dikenal. Pesanan terus berdatangan. Bahkan, kini Mamat tak punya waktu lagu buat menjajakan seruling ke Bandung. Dia sibuk membuat seruling bersama tiga anaknya di rumahnya yang berukuran 5x10 meter. Rumah di Jalan Raya Cangkuang, Banjaran, itu memang dijadikan Mamat sekaligus sebagai bengkel kerjanya. Dalam sehari, Mamat dan keluarga sanggup membuat 60 seruling.

Pembeli yang datang tak cuma dari Bandung. Beberapa di antaranya datang dari kota lainnya di Jabar. Bahkan, ada pemesan yang datang dari Sumatra. Satu buah seruling dijual Rp 5.000. Namun, bila memesan banyak, Mamat menghargai serulingnya hingga Rp 3.000 per batang.

Begitulah keseharian Mamat mencari nafkah sekaligus berupaya mempertahankan kesenian tradisional musik Sunda. Terbayang alunan seruling yang dimainkan seorang anak gembala yang duduk di punggung kerbau. Sulingnya... suling bambu. Dan boleh jadi, seruling itu buatan Mamat.(SID/Patria dan Taufik Hidayat)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini