Sukses

Ketika Ambon &quotMenangis" Lagi

Pengibaran bendera Republik Maluku Selatan oleh massa FKM memancing reaksi keras dari para tokoh nasionalis di Ambon. Pro dan kontra itu berubah menjadi anarkis lantaran isu berkembang ke konflik antaragama.

Liputan6.com, Ambon: Ambon, kota cantik di Kepulauan Maluku tampaknya masih rawan diguncang konflik. Apalagi, jika sudah dilarikan ke isu antaragama. Baranya tak kunjung padam benar, meski sudah berlalu dua tahun silam. Terlebih bila ada kelompok yang turut bermain di kota ini. Itu seperti yang terjadi pada 25 April silam. Berawal dari perayaan ulang tahun ke-54 gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS) oleh Front Kedaulatan Maluku (FKM), kedamaian yang telah dirajut dalam beberapa tahun terakhir pascakonflik antaragama akhirnya sia-sia. Kondisi yang tak diinginkan itu pun kembali terjadi. Ambon "menangis" lagi! [baca: Ambon Bergolak, 12 Tewas].

Pagi itu, 25 April 2004, ketegangan sudah terasa di Kota Ambon. Sebanyak 51 bendera RMS kembali berkibar di sejumlah wilayah terkait peringatan hari jadi kelompok separatis tersebut. Jajaran Kepolisian Daerah Maluku pun segera menerjunkan personelnya untuk menurunkan bendera yang sebagian besar dipasang di atas pohon dan gunung. Tapi, situasi kian panas ketika kelompok RMS menggelar perayaan di kediaman pemimpin eksekutifnya, Alex Manuputty di kawasan Kudamati. Upacara itu sendiri dipimpin Sekretaris Jenderal RMS Moses Tuanakota dan diikuti sekitar 1.000 orang.

Dalam acara ini, massa FKM juga sempat mengibarkan bendera RMS dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tak berlangsung lama, polisi yang datang ke lokasi segera menurunkan bendera RMS. Polisi juga membawa Moses ke Markas Polda Maluku dengan diikuti massa sambil berpawai membawa bendera RMS. Arak-arakan ini mendapat pengawalan dari kepolisian. Sesampai di Mapolda, polisi akhirnya menahan 24 orang lainnya yang mengaku turut bertanggung jawab. Sementara sebagian massa RMS yang tak ditahan akhirnya kembali pulang.

Nah, inilah awal dari kerusuhan tersebut. Massa FKM yang diizinkan pulang dihadang sekelompok orang yang menamakan diri Pembela Negara Kesatuan Republik Indonesia di sekitar Tugu Trikora. Di sinilah terjadi salah pengertian. Massa penghadang yang kebetulan berasal dari kelompok Islam itu meyakini massa FKM yang dikawal polisi itu tak jadi ditahan. Tak heran, aksi saling lempar kedua kelompok massa itu terjadi. Aksi kian panas hingga terdengar letusan tembakan. Massa pun kian beringas. Kerusuhan tak terelakan dan kembali pecah.

Tak hanya di kawasan Tugu Trikora, kerusuhan juga terjadi di beberapa kawasan lain seperti Mardika dan Pokka yang menjadi lokasi konsentrasi massa. Di lokasi ini, massa terprovokasi untuk melakukan pembakaran. Tak jelas kelompok mana yang mulai membakar. Tapi, Gedung Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa di sana menjadi bangunan pertama yang dibakar. Sebuah hotel serta sejumlah rumah dan sebuah tempat ibadah pun turut dibakar. Sekejap, sebagian wajah Kota Ambon berubah menjadi lautan api. Yang pasti, kerusuhan tersebut cepat menjalar ke wilayah lain lantaran isunya sudah bergeser ke konflik antaragama. Tak heran, pada kerusuhan awal itu sepuluh orang dilaporkan tewas dan puluhan lainnya luka-luka.

Ironisnya, pihak kepolisian seakan tak mengantisipasi akan kerusuhan tersebut. Ini tampak dari terlambatnya langkah penanganan yang dilakukan pihak kepolisian setempat. "Kurang tanggas (tanggap dan tegas) melihat keadaan itu," ujar seorang warga. Selain itu, warga juga menyayangkan sikap polisi yang tak mengantisipasi perayaan tersebut dengan cara menahan para anggota FKM. Padahal, perayaan serupa kerap digelar tiap tahunnya. Apalagi, sebenarnya ketegangan sudah mulai terjadi jauh hari sebelum kejadian tersebut. Biasanya, kedua kelompok sudah menggalang kekuatan.

Menanggapi hal ini, Kepala Kepolisian Daerah Maluku Brigadir Jenderal Polisi Bambang Sutrisno membantah ketidaktanggapan aparatnya. Menurut Bambang, dalam status Tertib Sipil, operasi kepolisian hanyalah menegakkan hukum bukan militer. Jadi, pihaknya baru dapat bertindak jika sudah ada bukti. Pada tahun kemarin, misalnya. Lebih dari 300 orang ditangkap dalam perayaan serupa. Sebanyak 124 di antaranya juga sudah divonis. Pada tahun ini, polisi menyita 52 bendera RMS dan menahan 33 aktivisnya. Dengan kata lain, tahun ini sudah menurun ketimbang 2003.

Kerusuhan yang berulang mencabik wajah Ambon menjadi kota teror. Dalam kerusuhan akhir April silam, FKM disebut-sebut sebagai pemicu pecahnya konflik. Ada juga yang menyebut FKM berniat makar karena organisasi itu ingin mewujudkan RMS sebagai negara merdeka. Tapi, hal tersebut dibantah salah seorang tokoh RMS, Toos Talahua. Menurut Toos, mereka hanya meminta yang menjadi hak rakyat Maluku. Tools meyakini RMS itu sudah merdeka beberapa bulan sebelum proklamasi Indonesia atau sebelum 17 Agustus 1945. Jadi, tak benar jika RMS akan makar. Sejauh ini FKM mengklaim memiliki basis massa di 50 desa di Kepulauan Maluku. Di Luar Negeri, basis massa FKM berada di Australia, Belanda, Jerman, Amerika Serikat, Singapura, dan Malaysia.

Tapi nasi telah jadi bubur. RMS atau FKM sudah dicap sebagai dalang kerusuhan 25 April silam. Penangkapan dan sweeping terhadap seluruh anggota mereka terus digencarkan. Tapi, suatu kali penangkapan dan razia ke kawasan Kudamati yang disebut-sebut sebagai Markas RMS atau FKM ini gagal dilakukan. Jalan yang menuju ke daerah tersebut sudah diblokir warga setempat dengan sebuah kontainer yang melintang di sebuah jalan masuk ke wilayah itu. Tapi, itu hanyalah sebuah upaya yang sia-sia.

Ada yang tercecer di balik kerusuhan tersebut. Sebuah fakta menyebutkan adanya sejumlah personel aparat keamanan yang memperkeruh suasana di Ambon. Ini tampak dari pengakuan sejumlah saksi mata yang melihat segelintir anggota TNI memasuki gereja-gereja sebelum rumah ibadah tersebut terbakar. Menurut seorang saksi, saat itu tentara mengusir orang-orang yang tengah berada di dalam gereja tersebut. Ini juga diperkuat pengakuan seorang pendeta. Menurut dia, terbakarnya gereja-geraja di sana bukanlah akibat bom atau sejenisnya. Tapi, gereja tersebut memang sengaja dibakar oleh tentara.

Atmosfer kedamaian memang sudah menipis di Kota ambon. Tak heran, kerusuhan 25 April silam begitu banyak menelan korban. Berdasarkan data pemerintah daerah setempat, sedikitnya 38 orang tewas, ratusan lainnya luka-luka, dan puluhan ribu lainnya mengungsi ketakutan. Ditaksir, sedikitnya masyarakat merugi Rp 27 miliar akibat sejumlah gedung, tempat ibadah, dan rumah-rumah penduduk rusak terbakar. Namun, itu semua belum termasuk data-data yang dikumpulkan sejumlah lembaga swadaya masyarakat di sana. Data-data tersebut termasuk jumlah korban maupun kerugian materi lainnya.

Terlepas dari itu, kerusuhan tersebut tak sepenuhnya melumpuhkan Kota Ambon. Daerah atau tempat rawan memang masih ada. Kendati demikian, di wilayah lain kehidupan masyarakat tetap berjalan. Di Pasar Batu Meja, misalnya. Aktivitas jual beli masih berlangsung di pasar tersebut. Kendati begitu, harga sejumlah bahan pokok melambung tinggi seiring terputusnya sejumlah jalur transportasi. Masalah jalur transportasi, sejauh ini warga lebih menyukai menggunakan alat transportasi laut ketimbang darat. Meski perjalanan memakan waktu lebih lama, jalur transportasi laut ini lebih aman. Jalur menuju Bandar Udara Pattimura, misalnya. Setelah menggunakan angkutan laut yang memakan waktu lebih lama, warga juga harus menyambungnya dengan menaiki kendaraan baik ojek atau taksi.

Hampir dua pekan kerusuhan berlalu, warga Kota Ambon hingga kini belum berani beraktivitas seperti semula. Jika hari mulai gelap, rasa takut dan was-was menghinggapi penduduk di sana. Apalagi, saat ini banyak penembak gelap bergentayangan mencari mangsa. Meski perburuan sniper ini terus dilakukan aparat keamanan, rasa takut nan mencekam itu tetap dirasakan. Warga baru sedikit lega jika matahari mulai meninggi. Ironis memang. Kapankah suasana tersebut akan berlalu dari Negeri Seribu Pulau?(ORS/Tim Sigi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.