Sukses

Asal-Usul Kisruh DPT

Tim Liputan6.com berkesempatan mewawancarai langsung Ketua KPU Husni Kamil Manik yang membeberkan asal-usul ditemukannya DPT bermasalah.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014. Namun, dari 10,4 juta pemilih bermasalah, KPU masih menyisakan 3,3 juta pemilih yang tak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Tim Liputan6.com berkesempatan mewawancarai langsung Ketua KPU Husni Kamil Manik yang membeberkan asal-usul ditemukannya DPT bermasalah. Berikut Wawancaranya:

Apa yang membedakan KPU sekarang dengan sebelumnya?

Jawab: Masing-masing periode punya keistimewaan, di mana periode 2001-2007 tahapannya dibangun secara mendasar dengan pondasi yang relatif kuat. Periode 2007-2012 mereka berhasil memperbaiki kesalahan dalam manajemen logistik dan keuangan, sehingga problem logistiknya bisa terbenahi. Kami tinggal meningkatkan pencapaian yang dilakukan 2 periode kami sebelumnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman


Bagaimana asal-usul kisruh DPT bermasalah?

Jawab: Saya perlu jelaskan sebagai latar belakang, DPT dibangun secara manajemen database pada 2003 untuk pemilu 2004, KPU saat itu meluncurkan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan bekerjasama dengan DPS, namanya P4B. Kemudian dari program tersebut dihasilkan satu manajemen database untuk pertama kali di Indoneisa. Dari data itu, pascapemilu selesai KPU menyerahkan ke Kemendagri untuk kemudian digunakan membangun database sistem administrasi kependudukan, kemudian Kemendagri membangun database kependudukan Indonesia. Pada 2009 KPU tidak membangun database itu. Baru sekarang kita bangun lagi database yang sumber datanya ada dua; pertama data Kemendagri dalam bentuk daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4), kedua data DPT pemilu kepala daerah se-Indonesia. DPT daerah itu bersumber dari DP4 yang ditetapkan pemerintah daerah.

Ini yang menjadi pedoman kedua bagi pembangunan database kita. Dari penyandingan 2 data ini maka kami menampilkan data yang menjadikan rujukan oleh petugas pemutakhiran daftar pemilih. Petugas ini yang melakukan verifikasi faktual. Dari hasil verifikasi terkumpul data yang akurasinya diharapkan sampai 100 persen. Meneliti apakah yang tercantum dalam data itu masih ada atau tidak di daerah itu, kedua mereka melakukan memeriksa apakah semua orang yang secara faktual ada di daerah tersebut sudah terdaftar apa belum di data tersebut.

Ada tugas tambahan apakah yang bersangkutan merupakan orang yang tidak masuk dalam profesi TNI atau Polri. jadi ada proses pengumpulan data kemudian dikirim ke panitia pemungutan suara yang ada di tingkat desa dan kelurahan, oleh mereka ditetapkan sebagai daftar pemilih. Dari daftar pemilih ini diperiksa mana yang memenuhi syarat, mana yang tidak, nanti ditetapkan menjadi daftar pemilih sementara. DPS diumumkan untuk mendapat respons masyarakat. Sekarang selain pengumuman yang ada di desa dan kelurahan kita juga umumkan di website KPU.

Apa yang kita dapati sekarang ini bisa diperoleh informasinya oleh para pihak, karena KPU dalam mengelola data ini sudah dengan aplikasi. Tanpa sebuah manajemen database tadi yang memiliki aplikasi tidak akan diketahui kualitasnya, tidak akan kelihatan di mana bolong-bolongnya data ini. Angka 10,4 juta DPT bermasalah muncul dari hasil kerja aplikasi yang kita jalankan, kemudian dari database KPU disinkronisasi dengan database kemendagri maka kelihatanlah 10,4 juta ini yang belum sinkron NIK-nya. Jadi secara faktual tidak ada satu pun yang mengklaim ini fiktif, hanya karena NIK-nya tidak ada maka diragukan kualitas datanya.
3 dari 6 halaman


Pembenahan DPT bagaimana?

Jawab: Tugas kami sekarang begitu juga Kemendagri telah melakukan jemput bola ke lapangan, dengan pemetaan yang kita lakukan terhadap 10,4 itu masing pihak melakukan penelusuran di lapangan, batas waktunya sampai 4 Desember 2013. Kemudian penetapan yang dilakukan periode ini lebih cepat dari periode sebelumnya. Kondisi yang sekarang kita respons dengan baik.

Kita sudah jelaskan posisinya ke Presiden SBY, pada intinya para pimpinan lembaga negara juga menyampaikan masukan supaya data ini lebih baik, tapi dari evaluasi yang saya dapati sekarang ini sudah ada kemajuan dari sebelumnya. Kita upayakan mendekati sempurna.
4 dari 6 halaman


Bagaimana kelanjutan Kerjasama dengan Lemsaneg?

Jawab: Kami mempersiapkan proses penghitungan suara dengan fasilitas pelengkap aplikasi perhitungan suara. Kami mengevaluasi bahwa dalam pengoperasionalan data penting seperti itu butuh pengamanan yang kuat. Dari profil lembaga negara yang kami ketahui, Lemsaneg itu memiliki kompetensi melakukan pengamana terhadap data. Kami sudah diskusikan dengan BPPT, dan BPPT pun merekomendasi untuk suatu kompetensi itu memang Lemsaneg-lah lembaganya.

Kami sudah paparkan dalam rapat gabungan Komisi I-Komisi II, pada prinsipnya semua pihak menyatakan Lemsaneg punya kompetensi itu, cuma memang banyak respons yang ada kemudian di DPR di bahas dan DPR pun mengeluarkan beberapa rekomendasi; pertama KPU meninjau ulang MOU itu kemudian menyerhakan secara penuh keputusannya kepada KPU karena itu kewenangan atributif yang ada di KPU. Kemudian membentuk konsorsium yang terdiri dari lembaga-lembaga, perguruan tinggi, dan ahli-ahli yang di dalamnya juga Lemsaneg, jadi tidak ditolak 100% dan diterima 100%.

Tanpa pengamanan kami tidak berani mengoperasionalkan itu, apalagi penggunaan IT dalam penghitungan suara belum diatur dalam UU No 8 tahun 2012, nah ini yang juga akan kami diskusikan kepada Komisi 2 dan pemerintah apakah pakai IT atau tidak, bila tidak maka tidak perlu ada pengamanan tadi, jadi kami dalam posisi mempersiapkan supaya nanti dalam menggunakan sistem informasi teknologi ini kita benar-benar bisa punya kepercayaan diri sudah ada tindakan preventifnya terhadap perusakan pihak yang tak bertanggungjawab.
5 dari 6 halaman


Jadi penggunaan IT untuk penghitungan suara bagaimana?

Jawab: Kami tidak mau penggunaan IT ini dari awal bermasalah baik dasar hukumnya maupun operasioanlnya, jadi kita mau ada dasar hukumnya dulu. Konsekuensi kalau tidak pakai IT, kita hanya bisa memberikan penjelasan secara nasional 30 hari setelah pemungutan suara dilakukan, di provinsi dan kabupaten/kota bisa memberikan informasi setelah menyelesaikan rekapituasi suara di tingkatan itu. Artinya ada 30 hari informasi data suara itu tidak keluar dari KPU dan akan dikeluarkan secara manual oleh KPU, ini meringankan KPU tapi membebankan masyarakat yang terlalu lama menunggu dan mau tahu perolehan suaranya.

Kalau pakai IT ditargetkan lebih cepat, tergantung strateginya, bisa sama dengan kecepatan quick count tapi data sampelnya lebih banyak 10 kali lipatnya dalam waktu yang sama karena kita punya kantor 497 kabupaten/kota, jika mereka mengirim satu saja dalam satui kesempatan maka data sekitar 500 TPS langsung masuk. Dalam perencanaan kami, mungkin. Karena nanti kita mengandalkan kemampuan operator dan kemampuan aplikasi, manajemen server kita sudah siap.
6 dari 6 halaman


Bagaimana dengan keamanan datanya?

Jawab: Kalau kita punya data IT ini bisa jadi pembanding data manual. Kita bisa telusuri di mana ada problem. Sekarang kalau data pembandingnya itu quick count, nanti dibilang jangan-jangan mengikuti data survei. Kalau IT digunakan itu bisa aman, tapi problemnya itu ada penyadapan. Real count operasionalnya ditargetkan 1 minggu selesai, karena tidak akan sampai 100%.

(Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.