Sukses

Melepas Dendam dengan Nyawa Mertua

Usman membunuh ibu mertua, membuat cacat wajah ayah istrinya, serta melukai kakak iparnya. Bara dendam yang selama ini dipendam di hati tak mampu dikompromikan lagi. Dini hari itu, pembantaian terjadi.

Liputan6.com, Jakarta: Pada kepala Ahmad Kabir peristiwa kelam itu tersisa jelas. Pipi dan pelipis kanannya koyak dengan telinga kanan sebelah atas terpotong. Sekujur wajah pria berumur 64 tahun itu juga dipenuhi puluhan jahitan. Dia mengenang musibah Maret silam itu sambil tak henti menahan sakit. Di rumah salah seorang anaknya, tempat dia mengungsi kini, Ahmad Kabir harus menerima kenyataan pahit: selain dirinya cedera berat, anak ketiganya juga terluka parah dibacok menantunya sendiri. Dan yang lebih menyedihkan, dia harus kehilangan istri tercinta yang juga dibantai sang menantu.

Peristiwa terjadi ketika warga Desa Tanjung Rawan, Kecamatan Gandus, Palembang, Sumatra Selatan, tengah terpulas. Dini hari itu, sekitar pukul 04.00 WIB, Usman mendatangi rumah mertuanya dengan parang terhunus, kemudian naik ke bubungan rumah. Sebelum melompat turun, dia sempat mengintip ke dalam terlebih dahulu. Ahmad Kabir tengah pulas mendengkur, rupanya. Sementara Ahmad Kabir mengaku sudah memergoki Usman yang sedang berdiri di bubungan. Namun, ketika Ahmad Kabir memanggil Zulfaizir, anak ketiganya, Usman langsung melompat turun.

Dia segera mematikan cempor (lampu minyak tanah) dan menebas semua yang ada di depannya dengan membabi buta. Kabir yang sudah tua menjadi korban pertama. Pipi kanannya terpoles parang Usman. Begitu selanjutnya hingga sang mertua berhasil menghindar dan kabur. Zulfaizir yang tertidur langsung terbangun dan segera berhadapan dengan Usman. Namun pergulatan itu dimenangkan Usman. Tangan Zulfaizir terluka dibuatnya.

Usman berhenti melukai Zulfaizir dan segera berlari keluar. Rupanya, dia berupaya mengejar Rohmah, ibu mertuanya yang sedang berusaha lari. Tanpa ampun, Usman yang kalap mengayunkan parangnya ke kepala Rohmah. Sang mertua roboh bersimbah darah.

Sementara Ahmad Kabir yang berhasil kabur cuma bisa berteriak minta tolong sekuat tenaga di sepanjang perjalanan. Darah di kepalanya terus mengucur. Teriakan Ahmad membangunkan Kartobi, tetangga korban. Dia segera keluar rumah dan terkejut mendapati Ahmad terluka parah. Kepada Kartobi, Ahmad menceritakan peristiwa yang dialami. Namun dia mengaku belum mengetahui pelaku lantaran keadaan gelap gulita.

Bersama Ahmad, Kartobi dan anaknya langsung menyusuri tepi hutan menuju rumah Ahmad. Ayah dan anak itu tak langsung masuk, namun mempelajari keadaan sekitar rumah Ahmad. Kartobi mengaku takut masuk ke rumah dalam suasana gelap dan sepi. Saat itu, dia cuma mengira ada perampok yang salah masuk karena Ahmad selama ini memang dikenal sebagai keluarga yang serba kekurangan. Rumah Ahmad pun lebih tepat dibilang rumah darurat tanpa satu pun perabotan berharga di sana. Sehari-hari Ahmad bekerja serabutan, mulai menjadi buruh di perkebunan karet, di sawah, hingga menjual bambu yang diolah menjadi tusuk sate.

Akhirnya, Ahmad masuk sendirian ke dalam rumahnya. Dia segera menyalakan lampu kecil dan membawa keluar untuk diserahkan kepada Kartobi. Selanjutnya, mereka masuk bersama-sama. Sebuah pemandangan mengerikan terpampang di hadapan mereka: Rohmah terkapar bersimbah darah. Kepalanya luka parah. Isi rumah juga berantakan. Kartobi segera memberikan pertolongan seadanya agar ibu lima anak ini bisa diselamatkan. Saat itu, tetangga lainnya mulai berdatangan. Mereka juga segera menolong Rohmah. Namun, istri Ahmad akhirnya mengembuskan napas terakhir lantaran terlalu banyak mengeluarkan darah.

Sementara Zulfaizir, belakangan baru diketahui, saat Rohmah menjadi bulan-bulanan Usman, dia kabur ke rumah saudara ibunya. Lengan kanannya terluka karena menangkis parang pelaku. Dia mengaku tak mampu menerima kenyataan bahwa sang ibu telah tiada. "Karena nggak kuat lagi saya lari," kata Zulfaizir.

Jajaran Kepolisian Sektor Gandus mulai menyelidiki kasus ini. Kepala Polsek Gandus Inspektur Satu Polisi Surahman mengatakan, semula motif pembantaian keluarga Ahmad masih kabur. Pihaknya belum bisa menentukan motif pembantauan adalah perampokan. Sebab, di rumah korban, tak ada barang berharga. Motif perampokan pun ditepis. Polisi kemudian memfokuskan penyelidikan dengan motif lain, yaitu balas dendam atau sakit hati.

Kartobi segera diperiksa sebagai saksi. Begitu juga Nuraini, anak keempat Ahmad. Dia mengungkapkam perilaku aneh suaminya yang bernama Usman ketika diberitahu bahwa ibunya dibunuh seseorang. Polisi menangkap kejanggalan itu. Dugaan sementara, pelaku adalah orang dekat atau orang yang sudah dikenal korban dengan motif balas dendam. Dugaan ini diperkuat keterangan Kartobi yang menyebutkan dua bulan sebelum kejadian Usman sempat cekcok mulut dengan sang mertua.

Dalam waktu bersamaan, personel polisi yang bertugas di lapangan menemukan batang pisang bekas bacokan senjata tajam yang masih terdapat noda darah segar. Lewat pemeriksaan Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Sumsel, teka-teki pembantaian keluarga Ahmad mulai terungkap. "Akhirnya kita melakukan penahanan," kata Surahman. Usman alias Paman bin Abdullah segera ditangkap.

Pada awal pemeriksaan, Usman bersikeras membantah tuduhan. Namun, bukti forensik tak mampu membuatnya bertahan. Sepekan dalam tahanan, dia akhirnya buka mulut dan mengakui semua perbuatannya. Usman mengaku membunuh Rohmah dan melukai Ahmad karena tak tahan dengan caci maki yang kerap dilontarkan sang mertua.

Usman mengaku menyesal. Ibu mertua yang selama ini dikasihi dan selalu membela bila dia terlibat perang mulut dengan Ahmad telah tiada. Apalagi, Rohmah tewas di tangannya sendiri. "Kalau bapak sih emang aku sering bertengkar, tapi kalau mama aku nggak tega," kata Usman dengan raut muka sedih. Usman mengaku tak tahan lagi menahan bara dendam yang selama ini dipendam di hati. Niat membunuh muncul. Rencana itu terwujud pada dini hari Maret silam.

Lelaki berusia 39 tahun ini mengaku sempat mengambil kaleng beras dari rumah mertuanya. Namun, kaleng beras itu dibuang dalam perjalanan pulang sehabis membunuh Rohmah. Dia juga sempat menebaskan parang yang penuh darah ke sebatang pohon pisang di dekat rumahnya. Setiba di rumah, parang itu dicelupkan ke dalam drum berisi air. Selanjutnya dia tidur kembali bersama istrinya.

Usman dijerat Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pembunuhan dan Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun penjara.(SID/Aryo Adi Prabowo dan Irfan Efendy)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini