Sukses

Rawat Orangtua Gangguan Jiwa di Taiwan, TKI Dianiaya

BNP2TKI menegaskan kalau untuk perawatan gangguan jiwa harus diserahkan ke rumah sakit dan bukan menjadi tanggungjawab TKI.

Kasus TKI yang bekerja di Taiwan pada sektor domestik dengan keharusan merawat orangtua lanjut usia yang memiliki gangguan jiwa alias gila, telah diprotes delegasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Protes pemerintah RI terhadap Taiwan telah disampaikan dalam pertemuan tahunan ke 7, 28-29 November 2013 lalu di Taipei, Taiwan.

Deputi Penempatan BNP2TKI yang juga anggota delegasi, Agusdin Subiantoro mengatakan pihak Taiwan yang diwakili Kementerian Tenaga Kerja (Council Labor Affairs), memberi komitmen untuk melarang TKI sebagai perawat orangtua gila di keluarga tempatnya bekerja.

"Pelarangan itu akan ditegaskan dan diberlakukan terhadap kalangan agensi penyalur TKI di Taiwan," ujar Agusdin melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Minggu (1/12/2013).

Agusdin menuturkan meski pekerjaan TKI sektor rumah tangga di Taiwan menangani pengasuhan lansia. Namun mereka tidak pernah dipersiapkan untuk merawat orangtua yang terkena gangguan jiwa selama melakukan tugas-tugasnya.

"Kalau untuk perawatan gangguan jiwa, tentu harus diserahkan ke rumah sakit dan bukan menjadi tanggungjawab TKI," tegas Agusdin.

Ia menambahkan selain tidak terlatih mengatasi problem kejiwaan, para TKI sesuai kontrak tak disebutkan untuk keperluan perawatan aspek gangguan jiwa. Kecuali hanya mengasuh para orangtua lansia di masing-masing keluarga pengguna atau majikan.

Agusdin menjelaskan BNP2TKI juga mendapatkan laporan adanya TKI korban penganiayaan majikan orangtua lansia yang sebenarnya mengidap gangguan jiwa yang dialami Puji Astuti asal Ponogoro, Jawa Timur. TKI dengan nomor paspor AR 845929 dan bekerja di kawasan Distrik Sanchong diberangkatkan oleh perusahaan jasa TKI yang beroperasi di Jawa Timur yakni PT GSA.

"Puji masuk ke Taiwan pada 26 Februari 2012, dan menyampaikan bahwa nenek yang diasuhnya sering memukul, menjambak rambut, dan bahkan terbiasa mencakar dirinya," ungkapnya.

Puji sendiri, kini berada dalam penampungan TIWA (Taiwan International Worker Association), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif mengupayakan perlindungan berikut pembelaan hak-hak buruh migran asal berbagai negara di Taiwan.

Selain Puji, sebut Agusdin, masih ada TKI lain yaitu Tri Gunawati dengan nomor paspor AS 497858 dan bekerja di Jalan Xinxi No 114-2, Distrik Keelung, yang mengalami pula kasus serupa. Tri ditempatkan oleh agensi Taiwan, Daran Manpower Services.

Ia menambahkan, sejauh ini jumlah keberadaan TKI di Taiwan secara keseluruhan mencapai 209 ribu-210 ribu orang. Sekitar 80 persen jumlah itu merupakan TKI sektor rumah tangga atau pelayan lansia dan mendapatkan gaji bulanan 15.840 NT$ atau setara Rp 6,4 juta.

Kenaikan Gaji

Agusdin menambahkan bagi TKI yang mengalami perpanjangan kontrak 2-3 tahun berikutnya, pemerintah Indonesia telah menetapkan kenaikan gajinya sebesar 19.047 NT$ atau setara Rp 7,7 juta. Kenaikan ini karena memperhatikan pengalaman para TKI rumah tangga yang sudah bekerja di Taiwan melalui kontrak kerja tahap pertama dalam 3 tahun.

Pertemuan tersebut juga membahas pelayanan penempatan dan perlindungan TKI yang bekerja di Taiwan, baik TKI rumah tangga pengasuh lansia. Mau pun bagi TKI di sektor manufaktur (pabrikan) termasuk permasalahan TKI Anak Buah Kapal (ABK) untuk kapal-kapal tangkapan ikan. (Adi/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.