Sukses

Puan Maharani: Jika Tak Ada Tsunami Politik, Suara PDI 20% Lebih

Ada sepenggal untold story. Bung Karno naik pitam hingga membuat Megawati menangis. Mengapa?

Puan Maharani, Ketua Fraksi PDIP yang juga putri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri membuka banyak hal yang belum terungkap di publik. Dari mulai kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sampai untold story tentang Bung Karno, sang kakek, dengan Megawati.

Saat bertandang ke redaksi Liputan6.com, Puan juga berkenan membeberkan pemikirannya. Bagaimana visi dan misinya tentang konsep kenegaraan, sampai pencapresan Jokowi, Gubernur DKI bernama lengkap Joko Widodo.

Puan juga mengungkapkan polemik 'Perjanjian Batu Tulis' tahun 2009 antara PD-P dengan Gerindra. Apa saja yang disampaikan Puan? Berikut wawancara khusus Raden Trimutia Hatta dengan Puan Maharani:

Kisruh DPT

Tanggapan PDIP tentang kisruh DPT?

Buat kami di PDIP, DPT itu masalah yang dari dulu sudah kami persoalkan. Kejadian ini bukan hanya sekali. Tahun 2004 saja masalah ini sudah bergulir tapi Alhamdulillah bisa diselesaikan dengan baik. Artinya, pemilu 2004 bisa cukup berjalan sebagai kampanye yang dianggap demokratis, sebagai kampanye pertama yang dilakukan secara terbuka. Kemudian berjalan dengan baik.

Kenapa kita nggak belajar dari hal itu? PDIP, partai yang pernah merasakan enak dan tidak enak. Justru hal ini kami lakukan bukan karena kami sebagai partai di luar pemerintahan ingin mencari-cari masalah. Tapi kenapa kita tidak bisa memberikan pendidikan politik yang baik kepada masarayakat dengan melakukan pesta demokrasi sebaik-baiknya.

Permasalahan itu, ya DPT ini. Dalam tanda kutip, permasalahan ini dikapitalisasi untuk menjadikan atau membuat satu partai politik menjadi pemenang pemilu dan memegang kekuasaan. Masalahnya, hal itu tidak bisa dibuktikan.

Kisruh ini membuat pemerintah dituding ingin mempertahankan kekuasaannya. Bagaimana menurut PDIP?

Pada 2004 dan 2009, PDIP pernah mengajukan hal ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bahwa terjadi kecurangan bla-bla-bla. Tapi tidak ada buktinya. Masalah IT (Tekonologi Informasi). Sekarang NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang nggak jelas dan jumlahnya hampir 10 juta lebih. Padahal angka itu kalau dilihat dari perolehan kursi, berdampak pada 30-50 kursi DPR.

Masalahnya bukan menang atau kalah, 2014 ini tahun krusial. Bagaimana transisi kepemimpinan kita jaga dengan baik. Kita pernah alami reformasi, apakah 2014 itu kita biarkan begitu saja? Apakah kita akan bolehkan menjadi pemimpin nasional yang kemudian visi dan misinya tidak akan sesuai membawa masa depan bangsa ini lebih baik dari kemarin-kemarin atau hari ini? Itu yang kemudian buat PDIP sangat concern. Suara hak pemilih yang seharusnya dimiliki rakyat, pendidikan politik rakyat, dan pembenahan data pemilih agar akurat.

Harusnya itu bisa difasilitasi KPU yang memang tugasnya membuat hal ini. Kenapa pemerintah baru hari ini? Kemendagri memberikan bantuannya, dalam tanda kutip, untuk membenahi hal ini. Faktanya, jadwal Pemilu 11 Januari 2014 itu sudah mulai tahapan pemilu secara resmi. Apakah sebulan ini cukup? Padahal jauh-jauh hari PDIP sudah minta membenahi. Ayo dong benahi. Kasih kami akurasi data yang jelas dengan masalah DPT.

PDI-P khawatir kalah karena masalah-masalah tersebut?

Ini bukan hanya masalah menang atau kalah, tapi kami berkeinginan, pertama memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, pesta demokrasi berjalan jurdil dan luber. Karena ini hak rakyat. Berikan suara itu pada rakyat. Kenapa sekarang semua parpol teriak-teriak?

Karena mereka sekarang merasakan betapa pedihnya suatu kemenangan itu diraih tanpa adanya kejujuran. Ini kan satu kali kita nyoblos pemilu tapi untuk masa depan kita yang 5 tahun. Apakah kita akan membiarkan masa depan kita tidak seperti visi dan misi yang diinginkan?

Bagi PDIP, sudah jelas visi dan misi Trisakti Bung Karno. Termasuk soal penyadapan. Sejak awal kader PDIP di Komisi I DPR mengatakan, Kemenlu harus tegas tentang penyadapan di pimpinan nasional. Tapi nggak ngapa-ngapain. Begitu nama Ibu Negara muncul, baru kemudian (Dubes Australia) ditarik. Kami dari awal bilang kedaulatan kita diobrak-abrik. Pimpinan nasional saja diobrak-abrik, bagaimana dengan yang lain?

Bicara soal masalah seperti itu, PDIP disebut idealis. Ini bukan idealis, ini masalah bangsa. Jadi kalau akhirnya nanti sampai pada Januari 2014 masih terjadi hal-hal seperti ini, saya nggak melihat bahwa pesta demokrasi yang akan datang berjalan dengan baik dan benar, untuk memberikan pendidikan yang benar kepada rakyatnya.


Restu untuk Jokowi

Bicara soal 2014, apakah Jokowi sudah mendapat restu resmi Megawati?

Jadi sesuai dengan hasil Rakernas di Ancol, memang semua struktur partai dari 33 provinsi memberikan wewenang kepada Ketua Umum. Kalau muncul nama-nama tentu saja wacana itu boleh saja muncul. Kami juga tidak menutup mata dan membuka kuping lebar-lebar tentang wacana-wacana, usulan-usulan yang mencuat hari ini.

Usulan maju Presiden ada undang-undangnya. Parpol harus punya suara 20 persen secara nasional. Kami paham, suara 20 persen itu bukan hal mudah. Kalau hari ini disebut PDIP sudah lebih dari 20 persen, tapi apakah itu angka riil atau tidak. Sementara Pemilu baru 9 April 2014 nanti.

Walalupun saya yakin, kalau tidak ada tsunami politik yang dicari-cari, Insya Allah itulah suara PDIP. Dan suara grass root PDIP itu sebenarnya, saya bisa katakan memang 14 persen secara nasional. Kalau lebih dari itu artinya Alhamdulilah bahwa rakyat memberikan dukungan dengan konsistensi yang selama ini kami lakukan.

Restu Megawati untuk Jokowi bagaimana?


Nama itu buat saya sangat realistis. Kemudian Ibu menunggu hasil Pileg yang akan datang. Kemudian dikatakan, PDIP 'ayam sayur' nggak berani untuk mengajukan capres hari ini. Kita sudah punya calon kok. Kita yakin PDIP ngak perlu konvensi, pasang iklan capres untuk menaikkan elektabilitas seseorang. Alhamdulilah dengan bantuan media, nama-nama dari PDIP sudah cukup diakui msayakat. Masalahnya, cukup nggak kursi PDIP di DPR? Jadi kalau kemudian Insya Allah  cukup, kami majukan siapa yang sudah punya nama.

Caranya, pertama usulan dari internal dulu dan melihat dinamika politik. Setelah itu kami lihat dulu, perlu berteman dengan yang lain ataukah kami bisa maju sendiri? Itu kembali lagi pada pilihan rakyat. Biasanya, kami lihat bahwa di saat satu partai diakui dan dipercaya rakyat dalam Pemilu nanti, tentu saja Insya Allah calon yang akan diusung partai itu kalau memang mempunyai integritas yang baik, pastinya akan dipilih kembali oleh rakyatnya.

Seandainya Jokowi maju, Megawati sebagai apa?

Saya nggak akan mengatakan Ibu Ketum layak atau nggak layak. Tetap saja Ibu Mega itu Ketua Umum PDIP. Kami kongres berikutnya itu 2015. Ada yang mengatakan sebaiknya bila nanti nggak jadi Presiden, Ibu Mega menjadi Ibu Bangsa.

Dalam pidato Rakernas dikatakan, seharusnya yang seseorang yang menjadi pemimpin atau Bapak bangsa itu seharusnya Bung Karno. Seperti China, Amerika, semua pemimpin-pemimpin itu kita nggak pernah melupakan sejarahnya.

Kenapa ketika ada orang yang mau masuk kancah politik lalu kita pinggirkan saja menjadi Ibu Bangsa. Itu kan bukan status asal-asalan kita berikan. Bagaimana kontribusinya? Apa yang dia berikan pada bangsa. Kalau saya bukan karena cucunya Bung Karno, kalau nggak ada Bung Karno ini negara nggak bisa merdeka.

Sebenarnya simbol itu hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu yang memberikan jasa kepada bangsa ini. Selama Ibu Mega masih bisa mengkontribusikan tenaga dan pikirannya, kenapa Ibu nggak boleh ada di sini? Silakan saja sampai 2015 tetap Ketum PDIP.


Jokowi-Prananda 'Ilegal'?

Apakah Anda dipersiapkan oleh orang tua untuk menjadi politisi di PDIP?


Kehadiran saya di sini pun saya tidak pernah dipersiapkan. Memang situasi dari kecil yang membuat saya dari sini. Dari kecil karena Ibu-Bapak orang politik. Dan saya anak perempuan paling kecil. Saya ikut ke mana-mana karena nggak ada teman. Jadi ikut ke mana saja. Ketemunya orang-orang politik yang saat itu ditemui bapak dan ibu saya. Tidak ada kepikiran atau disuruh ikut mamah dan papa agar kamu besar jadi orang politik. Dan saya juga nggak pernah mengatakan, "Ah apaan sih politik". Karena hari-hari yang berada dalam situasi di situ yang membuat itu dan mungkin itu juga yang membuat saya di sini.

Semua peristiwa politik yang dialami bapak dan ibu, tidak pernah tidak ada saya. Kongres PDI sebelum PDIP saya ada di situ. Sukolilo, Munas di Kemang, 27 Juli. Kongres dari PDI ke PDIP waktu saya hamil 5 bulan juga ikut di situ. Meski tidak ikut dalam struktur. Kemudian 27 Juli karena saya masih kuliah begitu banyak orang di Kebagusan. Saya di Kebagusan akhirnya harus mengelola dapur umum. Karena orang nggak berhenti-berhenti datang.

Apakah Prananda pernah menjadi penulis pidato Megawati?

Mungkin karena itu sudah ada di darah kami keluarga Bung Karno. sekarang satu per satu bermunculan. Sekarang ada Mba Puti anaknya Pak Guntur. Sekarang ini mas Nanan (Prananda) ini tertarik dan senang IT. Mas Nanan itu membantu kita nge-back up data-data di PDIP dengan teman-teman yang ada di kantor Lenteng Agung (DPP PDIP). Dan itu semua mengalir kalau masalah dipersiapkan. Kalau dikatakan penulis pidato atau tidak, saya tidak bisa bilang hal itu.

Apa yang menjadi pemikiran teman-teman dalam rapat itu selalu kami ungkapkan untuk berdiskusi dalam satu acara. Misalnya Ibu ingin bicara masalah apa, misalnya saat Rakernas. Saat Rakernas apa sih yang harus dibicarakan. Hari ini isu apa yang sedang berkembang dalam masyarakat, supaya dalam arahan Ibu, kita bisa masuk ke dalam itu. Itu bebas saja berkembang dalam diskusi dan rapat-rapat.

Saya harus mengatakan, bahwa setiap pemimpin itu dalam memberikan pidatonya pasti ada orang-orang di belakangnya memberikan masukan-masukan back up dalam memberikan pidatonya. Tidak ada orang harusnya yang mau dikatakan 'Saya penulis pidato Pak SBY'.

Itu kan etika. Etika yang harus dijaga oleh siapapun bahwa kita tahu semua staf khususnya Pak SBY memberikan masukan. Tapi apakah mereka mengatakan, 'Iya saya membantu Pak SBY nulis pidato'. Itu kan etika. Bahwa dipersiapkan dan tidak dipersiapkan, kita semua yang mempunyai keinginan. Kita punya ruang itu, kita punya PDIP yang seharusnya memang setiap saat, apalagi keluarga, membantu dalam memajukan partai ini dengan membawa visi-misi dalam ideologi partai.

Bagaimana dengan adanya situs Jokowi-Prananda?

Itu nggak resmi. Tidak ada wacana seperti itu. Kami tetap berpegang pada Rakernas bahwa itu (capres-cawapres) wewenang Ketum. Tidak pernah dalam rapat resmi atau tidak resmi, atapun sebagai ibu dan anak, Ibu Mega mengatakan saya akan memajukan si A atau si B.

Bahwa ada wacana ini, kita 'cek ombak' dulu deh, chek the water, kita buka web, coba nama ini, nama ini, itu nggak resmi. Saya berharap bahwa itu tidak kemudian disangkutpautkan dengan keputusan Ibu Ketum dan PDIP. Karena kembali lagi sebagai kader, kita harus ikut pada keputusan Rakernas. Karena Rakernas itu satu keputusan yang diambil oleh semua pimpinan struktural PDIP seluruh Indoensia.

Tim Penjatuhan Jokowi

Sekjen PDI-P Tjahjo Kumolo pernah mensinyalir adanya tim khusus penjatuhan Jokowi, bagaimana internal PDI-P menyikapinya?

Dengan hasil survei Pak Jokowi yang kita lihat tetap pada ratingnya, makin meningkat, tidak ada penurunan, tentu saja di tahun politik ini tidak mungkin tidak dilakukan satu gerakan harus mendegradasi Pak Jokowi sebagai gubernur dari PDIP. Dengan harapan bahwa, Jokowi nggak ada, PDIP juga nggak ada suara. Sebenarnya itu saja.

Dan ada gerakan dan gerakan ini kan tentu saja gerakan yang tidak bisa dilihat secara nyata. Tapi ya bergerak. Kita sebagai orang politik, semua parpol pasti bisa membaca bahwa ada gerakan-gerakan di antara menjelang tahun politik ini. Bagaimana suara kita bisa meningkat, harus diturunkan, siapa calon terkuat kita, itu di manapun akan terjadi persaingan seperti itu.

Jadi PDI-P yakin, tim penjatuhan Jokowi itu ada?

Jawab: Persaingan itu dilakukan secara sehatlah. Yang dilakukan secara tidak sehat, hanya bisa dilakukan secara tertutup tapi terjadi. Mungkin saja itu memang benar. Kalau kita lihat tahun politik pasti ada black campaign. Nggak usah tahun politik, di pilkada-pilkada saja juga selalu terjadi.

Ini Pak Jokowi kader PDIP yang juga Gubernur DKI. Saya tidak ingin membawa Pak Jokowi ke ranah Pilpres. Tapi kalau kemudian harapannya Jokowi rusak sebagai kader PDIP, PDIP bisa rusak nggak? Nggak ada calon dari PDIP untuk maju ke Pilpres. Itu mungkin saya rasa Pak Jokowi sudah tahu konsekuensinya. PDIP juga tahu konsekuensinya. Tetap saja kami mengatakan kepada Pak Jokowi, itu adalah resiko tugas yang harus dilakukan dengan baik. Dan lebih baik sekarang ditunjukkan kerja-kerja nyata jangan berpikir hal-hal yang lain selain Gubernur DKI.

PDI-P mengantisipasi penjatuhan Jokowi?

Nggak usah diantisipasi, semua orang juga lihat si 'ini' ngomong di media, semua orang juga terbuka bilang kenapa ada kebakaran terus-terusan? Memang Pak Jokowi ngebakarin (rumah) waktu jadi Gubernur? Memang itu pernyataan yang tidak masuk akal. Kita paham, kekurangan seseorang itu gampang sekali di-blow up. Tapi apa yang sudah dilakukan jarang sekali diberitakan.

Kami selalu memberikan semangat kepada Pak Jokowi. Sudahlah kerja yang benar, tunjukkan prestasi. Meski kami paham tidak mudah waktu 1 tahun melakukan segala hal yang sudah kusut di Jakarta ini. Tapi paling nggak, bisa dilihatkan dengan kerja baik dan sungguh-sungguh untuk melakukan hal itu.

Tim penjatuh Jokowi juga bergerak sampai ke Solo?

Saya tidak dalam kapasitas menjawab ini permainan si A atau si B. Namanya gerakan tertutup itu tidak akan dilakukan terbuka. Kalau kita ingin membuktikan, makaharus membuktikan secara nyata. Bawa ke pengadilan, lapor polisi. Ini satu gerakan yang harus diantisipasi dengan cara tetutup juga. Kita sama-sama tahu itu terjadi, tapi ya namanya tertutup itu tidak bisa dibuktikan.

Warnanya kelihatan?

Pastinya tidak pakai baju warna-warna, hitamlah pastinya.

Misteri Perjanjian 'Batu Tulis'

Soal Perjanjian Batu Tulis dengan Gerindra, bisa diceritakan?

Ada pertemuan Batu Tulis (Bogor) lalu teman-teman Gerindra mengatakan ada perjanjian. Mengapa mereka tidak buka saja? Namanya pertemuan, kan tidak satu pihak, tapi dua pihak. Tapi mengapa kemudian mereka yang sepertinya harus selalu mengingat-ingatkan bahkan menjelas-jelaskan. Sementara dari kami ya tenang-tenang saja. Jadi kalau ingin tahu pertemuan Batu Tulis dan ingin masyarakat paham, ya buka saja. Nanti kalau memang ada hal yang harus kami sampaikan dari PDIP, akan kami sampaikan. Sampai hari ini mereka hanya mengatakan: ya ada pertemuan. Tapi nggak pernah selesai keterangannya.

Pertemuan itu memang ada, ada pertemuan Batu Tulis. Bahwa bagaimana kejadian, apa isinya, tentu saja kan ada dua pihak yang bertemu. Nah lalu kenapa hanya satu pihak yang kemudian ribut, tapi yang satunya nggak. Kalau kemudian dianggap PDIP yang belum mau membuka, pasti kita punya alasan kenapa kita nggak mau buka, tapi mereka mau buka.

Belakangan ini Jokowi sering bertemu Ibu Mega, membahas apa?

Nggak selalu bertemu Ibu Mega untuk rapat. Ya karena memang rumahnya dekat saja. Yang satu di ujung jalan, yang satu di ujung lainnya. Yang satu di Teuku Umar (Megawati), satu di Suropati (Jokowi). Sebagai kader PDIP, Ketum boleh memanggil kadernya kapan saja setiap saat.

Apalagi kalau rumahnya dekat. Mau tanya masalah demo kemarin, UMP (Upah Minimum Provinsi) tinggal telepon Pak Jokowi di mana. Mungkin Pak Jokowi sungkan menerangkan ditelepon lalu datang ke rumah. Kemudian saya, Pak Jokowi dan Ibu ke Condet. Sebenarnya kan Pak Jokowi bisa saja datang ke Condet, nunggu kami. Tapi Pak Jokowi bilang, 'Bu bareng saja kita ketemu di Teuku Umar'. Satu mobil dengan saya dan Ibu. Lalu nanti ada yang bilang, 'Wah sekarang Ibu Mega dengan Pak Jokowi ngajaknya Puan bukan yang lain'. Begitu nanti isi beritanya. Tapi itu memang karena rumahnya dekat. Satu mobil, mobilnya kosong ya begitu aja.

Dalam satu acara, apapun, kalau saya bisa, saya ikut Ibu. Kalau saya nggak bisa, siapa yang bisa ikut. Saya sebagai Ketua Fraksi, anggota DPR, dan lain-lain itu juga punya tugas-tugas lain. Jadi tidak bisa juga ikut Ibu terus. Apa supaya bisa masuk koran dan diberitakan: Pak Jokowi sekarang sama Puan? Nggak begitu juga, saya ketemu Pak Jokowi ketemu. Sekarang saya akrab sama Pak Jokowi.

Kedekatan itu sudah dari dulu. Saat Pak Jokowi sudah Walikota di Solo. Dapil saya juga di Solo, rumahnya dekat. Sebagai orang Jawa itu ada sungkan, unggah-ungguhnya. Sudah Bu, saya bareng Ibu berangkatnya, di sana, itu sajalah fleksibel.


Soal UMP

Soal UMP, bagaimana pandangan PDIP?

Jawab: Kita harus melihat dua sisi. Sisi buruh dan juga pengusahanya. Nggak bisa juga kita lihat pengusaha tapi nggak lihat buruh. Kita juga nggak bisa lihat buruh, tapi nggak liat pengusaha. Masalah ini seperti keping mata uang. Kita memaksakan supaya UMP sesuai keinginan buruh, tapi pengusaha teriak-teriak.

Karena kalau kita hitung ya tidak mungkin mengikuti keinginan teman-teman serikat buruh ini. Masuk ke Rp 3,7 juta tuntutannya. Pasti kalau kita tanya pengusaha mereka teriak. Bagaimana kalau mereka teriak. Misalnya dibayarkan, tapi kalau terjadi PHK bagaimana? Gubernur mau tanggung jawab nggak? Mau kita arahkan kemana nih karyawan-karyawan ini. Banyak permasalahan yang harus kita liat sisi kedua belah pihak.

Keputusan UMP Jokowi sudah tepat?

Jadi apa yang akhir-akhir ini Pak Jokowi putuskan, saya juga memahami bahwa itu tidak cukup memuaskan teman-teman buruh karena tidak sesuai tuntutannya. Tapi itu harus kita cermati sebagai satu keputusan yang mungkin hari ini, itu menjadi keputusan yang cukup baik.

Saya tidak mengatakan yang terbaik dengan melihat posisi semua kepentingan yang ada. Kepentingan seperti investasi teman-teman pengusaha yang terjaga. Apalagi sekarang dolar Rp 11 ribu, dulu Rp 9 ribu. Ini juga yang menjadi beban teman-teman pengusaha. Bagaimana menjaga keinginan teman-teman buruh tetap mengakomodir tapi tidak cukup memuaskan. Saya rasa ini win-win solution yang sudah dilakukan Pak Jokowi. Lebih baik itu kita terima dulu.

Menurut Anda, bagaimana perkembangan ekonomi ke depan?

Perkembangan ke depan, sebenarnya nggak bisa kita penuhi semua tuntutan. Nanti semua investor hengkang dari Indonesia. Kemudian PHK msenjadi sangat besar, sementara sekarang saja kesenjangan ekonomi yang kaya dan miskin sangat berjarak sekali. Apalagi kalau kemudian terjadi PHK. Apalagi ini tahun politik. Di mana kita sama-sama pahami tahun depan roda ekonomi hanya berputar saja, tidak ada kemajuan. Karena semua orang menunggu siapa yang bakal menjadi Presiden selanjutnya. Apakah kebijakan-kebijakan ini akan berjalan seperti sama kemarin atau ada perubahan. Buat saya keputusan di DKI ini sudah satu keputusan yang cukup baik, dan kita harus menahan diri dalam mencermati putusan itu.


Diusir dari Istana

Sebagai cucu Bung Karno, apa yang bisa Anda ceritakan tentangnya?

Kalau saya bicara Bung Karno, karena beliau wafat saya belum lahir. Sosok Bung Karno itu didapat dari keluarga, dari Ibu dari Bapak. Bapak saya di rumah, tiada hari di rumah tanpa ngomongin Bung Karno. Kemudian dari sejarah. Itu yang saya dapat selama sekolah.

Dulu Ibu cerita, 'Mama sama Eyang Karno' itu adalah gambaran yang tidak semua orang punya. Tapi saya dapat tangkap, karena diceritakan oleh orang, anaknya, yang tentu saja hidupnya bergaul dengan Bung Karno. Tapi saya dapat sisi humanisnya. Betapa bagaimana beliau itu mengedepankan bangsa ini terlebih dahulu dibandingkan keluarganya. Kalau saya bisa cerita sedikit saat peristiwa 1965, dalam waktu 1 minggu Ibu saya, adik dan kakaknya tidak boleh bawa apapun. Bahkan saat itu Bung Karno sudah di Batu Tulis, Bogor.

Ibu saya bertanya, kita disuruh keluar dari Istana? Ya sudah kalian keluar, kata Bung Karno. Kita bawa apa Pak? Karena mereka dari kecil sampai peristiwa '65 itu di Istana terus, tidak punya rumah, kecuali rumahnya Ibu Fatmawati di Jalan Sriwijaya. Karena saat itu Ibu Fat di Jalan Sriwijaya nggak di Istana lagi.

Yang dikatakan Bung Karno, kamu bawa peralatan sekolah kamu sama baju-baju dan barang yang bapak kasih ke kamu langsung. 'Lah kan itu sedikit banget Pak' kata Ibu. 'Ya itu,' kata Bung Karno. 'Itu yang harus kamu bawa. Yang lain tinggalkan di Istana.'

Nanti akan ada dua barang, kalau kamu baca milik Presiden RI artinya itu milik negara, tapi kalau kemudian tulisannya milik Ir Soekarno, itu punya Bapak, 'Tapi ngga usah kamu bawa, yang kamu bawa adalah barang-barang sekolah kamu dan barang-barang yang Bapak kasih ke kamu.' Semuanya hanya dalam waktu seminggu.


Bung Karno Naik Pitam

Lalu akhirnya pindah ke Sriwijaya?


Istana itu rumah yang sudah hampir 20 tahun ditinggali Ibu, ditinggalkan. Sementara kita pindah rumah kita, yang nggak usah ke Istana saja, butuh waktu satu bulan untuk mindahin barang. Mereka harus keluar dari Istana. Terus kita pindah ke mana? 'Ya kamu pindah saja ke rumah Ibu kamu ke Jalan Sriwijaya.' Akhirnya mereka berlima beserta suster-susternya pindah ke Sriwijaya.

Itu pertama, kedua saat kemudian akan dilantiknya Pak Harto menjadi Presiden saat itu. Ibu saya tidak diperbolehkan sekolah karena kata rektornya, 'Kamu boleh sekolah tapi kamu harus mendukung gerakan angkatan '66. Kemudian Ibu saya bilang, 'Nggak bisa. Kalau saya mendukung, berarti saya berhadapan dengan Bapak saya. Sementara orang yang kamu lawan itu Bapak saya.' Ya kalau kamu ngga mau ikut kita, kamu nggak boleh sekolah.

Ibu saya nangis pulang ke rumah, ngadu ke Bapaknya. Ibu saya datang ke Bapaknya sambil nangis. 'Pak saya nggak boleh sekolah.' 'Kenapa?' 'Karena saya harus mendukung gerakan angkatan '66. Kalau saya nggak ikut, saya nggak boleh sekolah.' Bung Karno mengatakan, 'Itu adalah pilihan politik yang harus kamu tanggung sebagai anak Bung Karno. Ya sudah, kalau memang kamu seperti itu harus kamu terima.'

Kemudian Ibu mengatakan, 'LhO jadi saya bagaimana? Kalau saya nggak boleh sekolah? 'Pak, kalau Bapak lihat di luar sebenarnya kalau Bapak mau melawan, masih banyak sekali orang yang akan mendukung Bapak, membela Bapak, dan akan berada di belakang barisan Bapak. 'Kenapa Bapak diam saja?' kata Ibu saya. Karena kita jadinya seperti ini.

Saat itu, katanya Bung Karno lagi tidur-tiduran, lalu berdiri, bangkit sambil marah dan menunjuk ke Ibu saya. 'Anak muda, tahu apa kamu tentang Republik.' Ibu saya langsung kaget, nangis, dan lari ke kamarnya.

Terus udah gitu, cerita ibu saya bilang, 'Itu lihat Eyang Karno kamu. Padahal kan bisa saja dia itu melawan saat itu.' Kalau saya baca sejarah dan cerita, masih banyak sekali barisan pendukung yang berada di belakang Bung Karno.

Tapi kemudian nggak berapa lama, dipanggil Ibu saya oleh Bung Karno dan dikatakan. 'Kamu tahu ngga apa yang terjadi pada Republik ini kalau saya melawan? Saya tidak melawan saja sudah terjadi hal seperti ini. Ini Republik yang saya merdekakan, apalagi saya akan bikin porak-poranda kalau saya kemudian harus berhadap-hadapan dengan rakyat saya sendiri.'

Cerita ini saya terima saat saya masih kecil, masih SMP, SMA, Ibu sudah cerita seperti itu. Bagaimana dia menjaga keutuhan NKRI, tapi keluarganya akhirnya tersingkir begitu saja. Dari '65 sebelum kebangkitan PDIP, saya paham keluarga saya dihempaskan dari pusaran politik. Kami semua nggak boleh berusaha, sampai mau hidup saja susahlah. Keluarga Bung Karno, keluarga saya juga gitu, tapi Alhamdulillah... (Ism/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini