Sukses

Skandal Penyadapan Kian Mendidih

Pemerintah menahan diri menghadapi penyadapan yang dilakukan Australia di tengah desakan banyak pihak agar Presiden bersikap lebih tegas.

Pemerintah boleh saja menahan diri untuk tidak banyak bersuara setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengirimkan surat kepada Perdana Menteri Australia Tony Abbott. Dalam surat itu Indonesia meminta penjelasan tertulis terkait upaya penyadapan komunikasi Presiden SBY serta sejumlah pejabat tinggi lainnya pada Agustus 2009.

Dengan alasan menunggu jawaban surat tersebut, seluruh jajaran pemerintah irit bicara soal memanasnya hubungan kedua negara. Namun, tidak semuanya ikut diam. Jika Presiden dan para menteri sepanjang hari ini `tiarap` sesaat, publik dan sejumlah politisi justru baru mulai bersuara keras. Tak ketinggalan, politisi dan pemerintah Australia ikut menambah panas situasi.

Sesaat setelah SBY mengirimkan surat kepada PM Abbott, Australia mengeluarkan travel warning bagi warganya yang ingin bepergian ke Indonesia. Negeri Kanguru itu mengingatkan kemungkinan gangguan seiring meningkatnya ketegangan hubungan Indonesia-Australia.

"Polisi lokal mengingatkan adanya rencana demonstrasi di luar Kantor Kedutaan Australia pada 21 November 2013. Warga Australia harus memantau media lokal, hindari demonstran, pertahankan kewaspadaan tinggi, dan keamanan," demikian peringatan yang dikeluarkan pemerintah Australia, Kamis (21/11/2013).

Bagi Australia, peringatan ini mungkin hal biasa untuk mengingatkan warganya. Tapi, bagi Indonesia itu bisa dianggap sebagai tanda permusuhan. Travel warning bisa saja dipahami sebagai keinginan untuk menjaga jarak, menjauh, dan tak lagi berkomunikasi. Sebab, pada faktanya tak ada serangan atau tanda-tanda terancamnya jiwa warga Australia di Indonesia.

Kerumunan warga Australia di banyak lokasi wisata di Bali, misalnya, tak berubah. Aktivitas di Kantor Konsulat Jenderal Australia di Kota Denpasar, Bali, juga masih terlihat normal. Belum ada penambahan personel pengamanan di sana. Jadi, untuk apa sebenarnya travel warning dirilis pemerintah Australia?

Kabar dari Negeri Kanguru itu diperparah dengan komentar penasihat senior Partai Liberal Australia Mark Textor. Seperti dimuat laman Sydney Morning Herald, Textor berkomentar kasar melalui akun Twitter miliknya. Dia menyebut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa seperti bintang porno asal Filipina era 1970-an.

Tak hanya itu, Textor juga mengolok-olok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang beberapa waktu lalu menanggapi penyadapan tersebut melalui akun Twitter. Bahkan, Textor menyebut penyadapan terhadap SBY, Ibu Negara Ani Yudhoyono dan 8 pejabat lainnya itu bisa dibenarkan. Maka lengkaplah sudah alasan untuk memantik kemarahan publik di Indonesia.

Kamis pagi, ratusan orang yang berasal dari 3 ormas mendemo kantor Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Aksi yang mengecam pemerintah Australia dan PM Abbott tersebut sempat memanas. Beruntung ketegangan dapat diredam kendati dinding Kedubes Australia tak luput dari coretan para demonstran.

Tak hanya massa ormas, di dalam rombongan demonstran juga ikut politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul. Dia langsung berorasi mengecam komentar Textor dan mengkritik sikap Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty. "Kurang ajar, berlagak sahabat tapi menusuk dari belakang dengan menyadap," tegas anggota Komisi III DPR ini.

Tak hanya anggota parlemen di Senayan, parlemen asing pun ikut menambah `bumbu` bagi ketegangan ini.  Adalah Parlemen Rusia yang turut mengecam penyadapan Australia terhadap pemerintah Indonesia. Di sela kunjungannya ke Gedung DPR, Wakil Parlemen Rusia Nikolai Levichev mendukung penuh protes keras Indonesia terhadap penyadapan Australia.

Nikolai mengatakan, para anggota parlemen Rusia dan Majelis Federal Rusia menanggapi hal yang sama atas penyadapan Australia dan Amerika Serikat terhadap Indonesia. Menurut Nikolai, AS dan Australia sering kali mengajarkan untuk menghormati HAM dan hubungan antarnegara.

Tapi tiba-tiba mereka sendiri yang melakukan hal yang bertentangan dengan ajaran itu. Bahkan, situasi bertambah parah ketika AS dan Australia justru menyadap negara sahabat sendiri.

Jika itu masih kurang, maka sejumlah partai politik tak ketinggalan memanaskan suasana. Misalnya PDI Perjuangan dan Nasional Demokrat yang sepakat mengatakan bahwa pemerintah belum tegas dalam menyikapi kasus penyadapan ini.  Pemerintah tidak tegas jika hanya memulangkan duta besar saja," kata Wasekjen Partai NasDem, Patrice Rio Capella.

Hal senada diungkapkan Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo. Menurutnya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdaulat, dan tak sepantasnya jika pemerintah disadap. "Kita ini negera berdaulat, kita ingin perbaiki kedaulatan bangsa sendiri, yakni di antaranya berdaulat secara politik di negeri sendiri agar kuat menghadapi negara-negara lain dalam berpolitik," ujar Tjahjo

Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari juga menilai langkah yang diambil SBY kurang tegas.  "3 bidang yang diberhentikan sementara kerja samanya pastilah kurang menggigit, kurang signifikan, atau tidak nendang. Jika sifatnya sementara ya semuanya saja sekalia," kata politisi Partai Golkar ini.

Pada titik ini, pemerintah tetap menahan diri. Istana tetap pada komitmen untuk menunggu jawaban surat Presiden SBY yang dikirimkan ke PM Abbott. "Kami sementara dalam posisi menunggu respons atau surat. Dalam pandangan kami, surat resmi merupakan salah satu bentuk komunikasi politik yang lazim," ujar juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha di Kompleks Istana Negara.

Julian juga tak mau berbicara banyak tentang kebijakan pemerintah Australia yang mengeluarkan travel warning bagi warganya yang ada atau akan berkunjung ke Indonesia. "Mengenai travel warning saya tidak berkomentar, itu bukan urusan kami. Silakan ditanyakan kepada mereka yang mengeluarkan travel warning," tegasnya.

Bahkan, Julian tak terpancing dengan komentar provokatif Textor yang menyasar SBY dan Menlu Marty Natalegawa. "Saya kira itu tidak penting untuk ditanggapi. Kalau begitu kan sama saja dengan kita menanggapi terhadap hal-hal yang tidak jelas ya. Out of context, di luar konteks," ujarnya.

Mungkin ada baiknya bersikap tenang ketika banyak pihak menampakkan wajah murka. Pemerintah memang harus pintar-pintar memilih momen kapan waktunya bersikap tegas dan kapan menahan diri. Apalagi kalau menyangkut hubungan 2 negara bertetangga dan bersahabat.

Ada peribahasa Latin yang mengatakan, Iracundiam qui vincit, hostem superat maximum (orang yang menaklukkan kemarahannya akan menang atas musuh terbesar). Jadi, boleh saja meredam amarah, namun kadang harga diri bangsa akan jatuh jika dibiarkan ditawar terlalu murah. (Ado/Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini