Sukses

Pengguna Jasa PSK Terancam Denda Rp 22,9 Juta

Untuk kali pertamanya di Prancis, seseorang pengguna jasa prostitusi akan diberi predikat 'pelanggar'.

Bisakah sebuah negara menghapus prostitusi dengan tak hanya menghukum orang-orang yang menjual tubuhnya, tapi juga mereka yang membeli kenikmatan sesaat itu? Itulah premis ambisius di belakang aturan hukum baru yang akan segera diperdebatkan di Majelis Nasional Prancis.

RUU yang diajukan Partai Sosialis yang kini berkuasa itu berisi 20 ayat. Mayoritas ditujukan untuk memberantas jaringan pelacuran asing, atau membantu pekerja seks komersial (PSK) yang ingin berhenti.

Namun, yang paling menyita perhatian adalah Pasal 16 RUU. Untuk kali pertamanya di Prancis, seseorang yang "minta jasa prostitusi" atau dengan kata lain membayar untuk mendapatkan layanan seksual, akan dianggap sebagai pelanggar.

Mereka yang ketahuan bersalah bsia dikenakan denda sebesar 1.500 euro atau sekitar Rp 22,9 juta. Denda akan dilipatgandakan bagi mereka yang melakukan pelanggaran secara berulang.

Sebagai tambahan, para pengguna jasa PSK wajib mengikuti kursus 'penyadaran' terkait prostitusi. Mirip dengan kursus bahaya mengemudi saat mabuk yang diberikan pada pelanggar lalu lintas.

RUU ini memiliki peluang bagus untuk disahkan jadi UU. Jelang debat parlemen 27 November 2013 mendatang, publik sudah panas duluan oleh kontroversi. Resolusi senada yang diakukan akhir tahun 2011, yang didukung baik sayap kanan dan sayap kiri, gagal diproses karena kurangnya waktu parlemen.

Kontroversi

Pekan lalu, sekelompok pria menandatangani petisi berjudul "Touche pas a ma Pute!". Mengatasnamakan sebagai "343 Salauds", para pria yang dipimpin penulis Frederic Beigbeder mengritik anggota parlemen yang dianggap ikut campur ke wilayah privat.

"Kami yakin setiap orang berhak menjual pesonanya -- juga untuk menikmatinya," kata Beigbeder.

Sementara, Anne - Cecile Mailfert dari organisasi Osez le Feminisme (Bernyali jadi feminis) berpendapat, apa yang dilakukan "343 Salauds" hanya bertujuan mempertahankan dominasi pria, demi tetap memungkinkan mereka menggunakan uang untuk mengakses tubuh perempuan.

Penentangan RUU juga datang dari mereka yang meraup uang dari prostitusi. Alasan yang mereka ajukan, kriminalisasi klien justru akan membuat prostitusi bawah tanah marak. Juga membuat PSK lebih rentan terhadap eksploitasi, terutama geng asing yang mengendalikan mereka.

Lainnya berpendapat, RUU mungkin bisa mengurangi prostitusi jalanan. Namun tak efektif menghadapi prostitusi di internet.

Baik penentang maupun pendukung menjadikan pengalaman di sejumlah negara sebagai alasan. Salah satunya Swedia yang duluan mengkriminalkan para pengguna jasa prostitusi. Diperkirakan ada sekitar 20 ribu PSK di Prancis, dan 90 persen dari mereka berasal dari luar negeri. (Ein/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini