Sukses

Masalah DPT, Jangan Dianggap Remeh

Apabila kekisruhan Daftar Pemilih Tetap tidak segera diatasi dapat mengakibatkan hilangnya jutaan suara penduduk yang berhak memilih.

Citizen6, Depok: Kekisruhan mengenai Daftar Pemilih Tetap (DPT) telah menjadi isu politik yang cukup serius. Karena kesalahan penyusunan DPT oleh KPU ini, apabila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan hilangnya jutaan suara penduduk yang teroritis berhak memilih tetapi tidak dapat menggunakan hak pilihnya.

Isu yang paling sensitif adalah tuduhan seolah-olah ada kesengajaan menghilangkan hak pilih tersebut untuk sesuatu kepentingan politik. Ada pula tuduhan yang tidak berbobot politis tetapi bisa berakibat politik adalah tuduhan kepada pemerintah yang ternyata telah salah membentuk KPU yang tidak qualified dalam menjalankan tugasnya.

Dari segi tanggung jawab akhirnya juga bisa menimpa Pemerintah cq Kementerian Dalam Negeri, yang ternyata tidak capable melaksanakan tugas-tugas administrasi kependudukan yang menjadi tanggung jawabnya. Karena kesalahan-kesalaan dalam penyusunan DPT akan terbukti bersumber dari tidak akuratnya data kependudukan yang disusun oleh Kementerian Dalam Negeri. Akhirnya dengan berfikiran bersih para pengamat berkesimpulan, sampai dengan pelaksanaan Pemilu 2014 mudah-mudahan berbagai kesalahan yang terditeksi jelas bentuknya, akan dapat diperbaiki oleh KPU.

Untuk itu para pengamat menganjurkan semua pihak tenang dan memberikan kesempatan sekali lagi kepada KPU menyempurnakan tugasnya menyiapkan DPT yang lengkap dan akurat dan mengharapkan semua pihak membantunya. Sehingga pada saat Pemilu 2014 ada DPT yang sempurna.

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah  menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 pada 4 November 2013. KPU menetapkan DPT Pemilu 2014 sebanyak 186.612.255 pemilih untuk dalam negeri yang terdiri dari 93.439.610 pemilih laki-laki dan 93.172.645 pemilih perempuan. Jumlah pemilih tersebut tersebar di 33 provinsi, 497 kabupaten/ kota, 6.980 kecamatan, 81.034 Desa/ Kelurahan, dan 545.778 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sedangkan untuk pemilih luar negeri KPU menetapkan DPT sebanyak 2.010.280 pemilih di 130 negara dengan 873 TPS. Disamping itu KPU mempunyai catatan ada 10,4 juta penduduk yang tidak punyai NIK sehingga bisa hilang kaknya untuk ikut memilih.

Kalangan pengamat meminta seluruh lembaga yang berkepentingan dengan DPT yang ada di tanah air tidak berlebihan mempolitisasi daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014. Beri waktu dan ruang kepada KPU untuk bekerja sesuai agenda. KPU telah menetapkan langkah-langkah dengan mempertimbangkan waktu dalam tahapan penyelenggaraan Pemilu 2014, sehingga seluruh penduduk Indonesia yang berhak memilih dapat menggunakan hak pilihnya.

Dalam rangka menyelamatkan Pemilu 2014, KPU bersama Bawaslu dan Kemendagri mempercepat perbaikan 10,4 juta pemilih tanpa NIK (Nomor Induk Kependudukan). 10,4 juta jumlah Penduduk Indonesia inilah yang kini menjadi permasalahan. Dari 10,4 juta nama penduduk yang tercatat tersebut, hanya yang mempunyai NIK yang bakal diijinkan untuk ikut memilih.

Kemudian KPU bekerja sama dengan KPU daerah serta pemerintah daerah melakukan pengecekan ulang terhadap data pemilih serta mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk melaporkan jika terjadi kesalahan maupun perubahan data pemilih. Terakhir adalah KPU meningkatkan koordinasi dengan Bawaslu, Partai Politik, media massa, dan kelompok masyarakat sipil guna meningkatkan pengawasan terhadap perbaikan 10,4 juta pemilih yang bermasalah NIK. Langkah-langkah tersebut harus segera diambil sebagai usaha untuk menyelamatkan hak konstitusional rakyat dan juga menyelamatkan Pemilu 2014. Artinya Pemilu berjalan lancar dan seluruh penduduk Indonesia yang berhak memilih dapat meggunakan hak pilihnya.

 Persoalan mendasar yang muncul berkaitan dengan DPT adalah dokumen kependuduk seperti NIK, penggandaan nama pemilih (tercatat di lebih dari satu alamat), pemilih meninggal dunia, dan pindah tugas tetapi masih tercatat pada alamat lama. Permasalahan  berawal dari ketidakakuratan Data Potensial Penduduk Pemilih Pemilu (DP4) yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada KPU. KPU harus berkoordinasi dengan Kemendagri untuk menyelesaikan permasalahan NIK, karena hal ini menjadi kewenangan dari Kemendagri. NIK adalah kunci penyusunan Data Potensial Penduduk Pemilih Pemilu (DP4) Kemendagri melalui Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil,   mengakui adanya kelemahan dalam penyusunan DP4.

Kelemahan penyusunan DP4, karena program pembuatan e-KTP ternyata meleset waktunya, sehingga data yang sangat diperlukan untuk penyusunan DPT menjadi terganggu pula. Disinilah Kemendagri akan kelabakan karena dalam program pembuatan e-KTP sudah digunakan teknologi dimana tidak mungkin seorang penduduk memiliki NIK lebih dari satu, artinya mempunyai  tempat tinggal lebih dari satu alamat.  Namun sayangnya nampaknya ada ketidak beresan (mungkin ada korupsi) dalam program pembuatan e-KTP, sehingga program tersebut hingga saat ini belum selesai.

Kekisruhan masalah DPT bukanlah karena alasan-alasan politik, tetapi sepenuhnya karena permasalahan teknis administratif kependudukan yang cukup rumit, karena adanya nama-nama yang tercatat dilebih dari satu alamat, perpindahan penduduk dan tercatat tetapi orangnya sudah meninggal dan lain-lain. Disamping itu terdapat 10,4 juta nama yang mengklaim dirinya  berhak  memilih tetapi belum ada NIK-nya. KPU dan berbagai Instansi terkait, yakni Bawaslu dan Kemendagri melihat NIK adalah kunci pemecahan kekisruhan masalah ini.

Oleh sebab itu KPU dalam sisa waktu sampai Pemilu 2014 KPU diberi kesempatan untuk mencoba mengatasi masalah ini dengan menemukan NIK dari 10,4 juta nama penduduk yang tercatat berhak memilih tetapi tidak ada NIK-nya. Sesuai UU tentang Pemilu disebutkan hanya penduduk yang mempunyai NIK yang berhak memilih. (Titi Viorika/mar)

Titi Viorika adalah pewarta warga yang bisa dihubungi lewat email: titiviorika@gmail.com

Mulai 6 November-15 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Jika Aku Punya Startup". Dapatkan 3 tiket masuk ke acara Startup Asia Jakarta 2013, yang masing-masing tiketnya bernilai Rp 3,3 jutaan ditambah merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini