Sukses

Jokowi-SBY Saling Serang

SBY menyindir soal kemacetan di daerah, Jokowi pun memberikian jawabannya.

Saling sindir terjadi antara SBY dan Jokowi. Kedua tokoh ini saling lempar pendapat soal kemacetan. SBY yang juga Presiden Indonesia meminta setiap pemerintah daerah bertanggung jawab atas kemacetan lalu lintas di jalan. Entah sengaja atau tidak, pria bernama lengkap Susilo Bambang Yudhoyono itu menjadikan DKI Jakarta sebagai contohnya. Nama Jokowi sebagai Gubernur DKI dicatutnya pula.

"Kalau biang kemacetan misalnya di Jakarta, serahkan kepada Pak Joko (Joko Widodo). Biang kemacetan misalnya di Bandung, datanglah ke Pak Heryawan (Ahmad Heryawan, Gubernur Jabar) atau Walikota Bandung," ujar SBY dalam silaturahmi dengan pengurus Kadin di Istana Bogor, Senin 4 November yang lalu seperti dilansir situs presidenri.go.id.

Macet, kata SBY, memang menjadi salah satu masalah yang dikeluhkan pengusaha karena membuat biaya tinggi. Dia mengingatkan, di era otonomi daerah ini seharusnya masalah kemacetan menjadi urusan gubernur, bupati, dan walikota yang untuk merespons.

"Kalau bapak datang akan direspons, karena itu tugas gubernur, bupati dan walikota yang punya kota yang kebetulan bermasalah. Jangan unjuk rasanya bolak-balik di depan Istana. Semua bertanggung jawab, pasti,"

Soal kemacetan, SBY mengaku pernah merasa tertusuk. Saat menghadiri KTT ASEAN 2013 di Brunei Darussalam, para pemimpin negara yang hadir menanyakan tentang perjalanan dari bandara menuju pusat kota Jakarta bisa memakan waktu hingga 2 jam. Saat itu, SBY hanya menjawab itu mungkin saja kalau ada kemacetan.

"Tapi bagaimana solusinya? Kan nggak enak saya ditanya bagaimana solusinya di Jakarta, di Bandung, dimana-mana begitu. Yang harus menjelaskan, ya, gubernurnya," ujar SBY. Bagi dia, kemacetan 3 hingga jam bisa menimbulkan efek yang luar biasa.

Dalam forum itu pula, SBY 'mengeluh' karena sering dituding sebagai biang kemacetan. Padahal, tambah dia, dirinya tidak pernah menutup jalan. Dia bahkan bercerita pernah menempuh perjalanan dari Istana Negara ke Hotel Sahid Jaya dalam waktu 40 menit.

"Jangan keliru. Saya tidak pernah menutup jalan. Saya pernah datang ke undangannya Pak Agung Laksono, dari Istana ke Sahid sekitar 40 menit karena nggak pernah menutup jalan. Saya larang. Jangan, tambah macet nanti," Kepala Negara menuturkan.

Tak hanya itu, tudingan sebagai biang kemacetan itu juga ditujukan kepada SBY meski tengah berada di dalam rumah. Pengguna jalan menyalahkan dirinya karena terjebak macet jalanan. "Orang saya nggak kemana-mana saja diisukan ini gara-gara SBY, padahal saya di rumah itu. Apalagi kalau saya menutup jalan, bisa tambah ngamuk mereka," tutur SBY.

Jokowi Menjawab

Merasa namanya disebut, Jokowi angkat bicara. Pria bernama asli Joko Widodo itu menilai urusan kemacetan di Ibukota bukan hanya tanggung jawab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja, namun juga menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat.

"Itu urusan daerah dan juga urusan pusat. Harus dua-duanya, ada yang urusan pusat ada yang urusan daerah. Kemacetan tidak hanya urusan daerah," ujar Jokowi di rumah dinasnya, Jalan Taman Suropati Nomor 7, Jakarta, Selasa (5/11/2013).

Mantan Walikota Solo itu mengatakan, antara pemerintah pusat dan daerah tidak bisa saling melempar tanggung jawab dalam mengatasi kemacetan. Sebab, masing-masing telah mendapatkan kewenangan masing-masing. Kali ini Jokowi bahkan menyentil pemerintah pusat yang membuat kebijakan mobil murah yang dinilai akan memperparah kemacetan Jakarta.

"Dua-duanya harus saling mengisi, saling kerjasama, sinergi, tanggungjawab pusat itu jalan-jalan besar. Kemudian otoritas transportasi itu urusan pusat. Ada beberapa trotoar urusan pusat, mobil murah juga urusan pusat," ujar Jokowi.

Dia mengingatkan kembali soal sinergi pusat dan daerah. Program-progam yang dijalankan bersama antara Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat menjadi hal yang sangat penting.

"Jalan-jalan ada yang jadi tanggungjawab pusat dan daerah, kemudian jalan lintas wilayah nggak bisa saya koordinir. Itu kan Jabodetabek, itu urusan pusat, busway juga, itu menjadi tanggungjawab bersama," kata Jokowi.

Apakah selama ini Jokowi merasa mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat dalam upaya mengentaskan kemacetan di Jalarta? "Ya didukunglah.." ujar Jokowi sambil tertawa.

Menurut Pengamat Politik Universitas Mercubuana Heri Budianto, apa yang disamapaikan Jokowi ini sudah tepat. Masalah kemacetan bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah, tapi juga pemerintah pusat. "Saya melihat Jokowi sudah tepat mengatakan bahwa tanggung jawab pemerintah pusat terhadap masalah macet Jakarta," katanya.

Pertarungan wacana politik antar presiden dan gubernur ini merupakan pertarungan elite tingkat tinggi. Sebab, kata dia, SBY adalah Ketua Umum Demokrat yang saat ini tengah mengalami penurunan kepercayaan publik.

Sementara Jokowi merupakan tokoh yang diharapkan banyak pihak dapat menjadi presiden tahun 2014. "Maka dari itu saya menilai ini adalah pertarungan antara presiden dan kandidat presiden masa depan," tutur Heri.

SBY Takut?

Soal kritik-mengkritik, menarik jika menyimak pengakuan Achmad Mubarok. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini mengaku pernah ditegur SBY. SBY meminta Mubarok tidak mengkritik Jokowi. "Saya pernah ditegur sama Pak SBY, karena mengkritisi Jokowi," kata Mubarok di Gedung DPR, Kamis 31 Oktober yang lalu.

Lantas, apa alasan SBY menegur Mubarok? "Karena SBY bilang, kalau Mubarok kritik, yang menyerang ada ribuan," tutur dia.

Namun, Mubarok merasa tidak perlu takut sebagaimana pesan SBY itu. Dia menganggap pendukung yang selalu membela Jokowi di media online bukanlah masyarakat umum, melainkan tim dari Jokowi itu sendiri.

"Jadi tidak alami, kalau saya yang ngomong, yang menyerang itu ada 100 pasti itu ada yang ngatur. Dan itu tidak alami. Yang mem-backup bukan murni masyarakat, setting-an," ungkap Mubarok.

Sejatinya, tak hanya Mubarok saja politisi Demokrat yang melontarkan kritik untuk Jokowi. Sejumlah petinggi Demokrat lainnya juga sempat melontarkan kritikan terhadap Jokowi. Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Nurhayati Ali Assegaf misalnya.

Beberapa waktu lalu, Nurhayati mengatakan jelang setahun Jokowi-Ahok ada sekitar 1.000 rumah yang terbakar di Kelapa Gading. Sedangkan pada masa kepemimpinan Fauzi Bowo tidak pernah terjadi kebakaran sebesar itu.

Jokowi pun menjelaskan, penyebab utama kebakaran yang kerap terjadi di Jakarta karena masalah korsleting listrik. Selain itu Jakarta memiliki banyak permukiman padat penduduk dan hunian ilegal yang listriknya tidak bisa terjamin dengan aman. "Kan sebabnya macam-macam, sebabnya kan karena listrik," ujar Jokowi. (Eks)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.