Sukses

Misteri Kematian Firaun Tutankhamun, `Kutukan` atau Ketabrak?

Sejak makamnya ditemukan pada tahun 1922, sebab musabab kematian Sang Firaun belum terkuak. Menjadi misteri terbesar dunia kuno.

Firaun Tutankhamun mati muda, dalam usia sekitar 19 tahun. Semasa hidup ia dipuja sebagai `dewa hidup`, penguasa yang paling terkenal dan paling muda dari sebuah dinasti paling jaya, yang memimpin salah satu peradaban terbesar di dunia, Mesir.

Sejak makamnya ditemukan pada tahun 1922, sebab musabab kematian Sang Firaun belum terkuak. Menjadi misteri terbesar dunia kuno.

Kini 91 tahun setelah arkeolog Inggris, Howard Carter menemukan makamnya di Valley of the Kings (Lembah Para Firaun), muncul bukti baru, Tutankhamen meregang nyawa akibat ditabrak kereta kuda yang melaju cepat.

Juga diketahui, setelah ditemukan tewas pada tahun 1323 Sebelum Masehi, 3.336 tahun lalu, Tutankhamun cepat-cepat dibalsem dan dimakamkan -- sampai-sampai membuat muminya terbakar di dalam peti batu atau sarkofagus.
 
Teori tentang kereta dibuat Dr Chris Naunton, Direktur Egypt Exploration Society, yang membuat hipotesis setelah membaca catatan Carter yang tak pernah dipublikasikan.

Naunton juga menggunakan teknologi terbaru untuk merekonstruksi kematian Firaun Tut.

"Kami yakin, ada kemungkinan bahwa tubuhnya tertabrak kereta berkecepatan tinggi dan menderita luka parah. Bahkan, itulah yang membunuhnya," kata dia seperti dimuat Daily Mail, Minggu (3/11/2013).

"Jasadnya hancur bukan main -- pasti berdarah-darah. Itu yang membuat pembalseman menjadi bermasalah. Para petugas pembalsem saat itu biasa merawat jasad yang masih utuh," kata Naunton.

Pada tahun 1968, seorang fotografer dari Liverpool University mengambil gambar 50 sinar-X mumi tersebut. Dari sana diketahui, tengkorak Tutankhamun lepas dari tubuhnya. Sejumlah tulangnya, termasuk di rusuk, juga hancur. Sebuah fragmen daging sang firaun juga sempat diperiksa para ilmuwan.

Juga ditemukan bahwa mumi Tutankhamun gosong beberapa bagian, diduga terbakar dalam peti tertutup. Bisa saja pembakaran berlangsung spontan, petunjuk bahwa proses mumifikasi telah gagal.

Setelah menemukan bukti bahwa Tutankhamun bukan korban pembunuhan, Naunton meminta ahli forensik melakukan riset lebih lanjut yang akhirnya menguak bahwa luka-lukanya konsisten dengan luka tertabrak, oleh roda sempit dari jenis yang digunakan pada kereta kuda pada masanya.

'Kutukan' Dada Besar

Apapun kebenarannya, sejumlah spekulasi sudah lama berseliweran soal sebab kematian Tutankhamun: pembunuhan, gigitan ular berbisa, kusta, malaria, TBC, anemia sel sabit, juga dugaan Sang Firaun jatuh dari kereta kudanya. (Ada juga Firaun lain yang tewas digorok)

Sebelumnya, ahli bedah sekaligus peminat sejarah medis asal Imperial College London, Inggris, Hutan Ashrafian menawarkan teori baru.

Ia menduga, Tutankhamun dan para pendahulunya yang juga mati muda menderita penyakit tak biasa. Salah satu petunjuknya ada pada ciri fisik mereka yang feminin, berdada besar, dan pinggul lebar.

Smenkhkare, yang diyakini sebagai paman atau kakak Tutankhamun, juga Akhenaten yang diperkirakan sebagai ayahnya, juga digambarkan dalam lukisan dan patung dengan dada besar.

Usia pendek para Firaun itu pun mengarah ke dugaan mereka menderita penyakit keturunan. Teori ini didukung fakta bahwa dua firaun sebelum Akhenaten - Amenhotep III dan Tuthmosis IV - juga terlihat memiliki penampilan fisik yang serupa.

"Ada banyak teori, tapi semua itu hanya berfokus pada masing-masing individu Firaun," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari Washington Post. Tidak mempertimbangkan penyakit keturunan.

Lalu apa kaitan dada besar dengan kematian para firaun?

Ashrafian menyebut sebuah kata kunci: epilepsi. Ia yakin, para para firaun menderita epilepsi lobus temporal. Yang ditandai kejang-kejang parah yang kadang disertai halusinasi berupa kilatan cahaya dan suara-suara misterius.

Lobus temporal, Ashrafian menambahkan, terhubung ke bagian otak yang terlibat dalam pelepasan hormonterkait perkembangan seksual. Itu yang menjelaskan mengapa payudara para firaun yang menderita penyakit itu berkembang besar.

Eilepsi juga yang diduga melatarbelakangi "visi relijius" yang dialami Akhenaten, yang berhasil menaikkan dewa minor tak dianggap, Aten, menjadi dewa besar. Yang mengubah kepercayaan Mesir Kuno yang sebelumnya mempercayai banyak dewa menjadi monoteis, menyembah satu dewa.

Tuthmosis IV juga dilaporkan mendapat visi relijius di siang bolong yang panas, yang dicatat dalam Dream Stele, prasasti yang ditemukan di dekat Sphinx. "Orang-orang dengan epilepsi lobus temporal, saat terkena sinar matahari akan mendapatkan rangsangan halusinasi."

Sementara terkait retakan pada tulang kaki di mumi Tutankhamun, Ashrafian berpendapat, itu bisa jadi akibat benturan atau jatuh saat ia mengalami kejang-kejang serangan epilepsi.

Namun, meski meyakinkan, pendapat itu tak disepakati Howard Markel, sejarawan medis dari University of Michigan. Ia mengatakan teori itu tak mudah dibuktikan, sebab tak ada tes genetik yang definitif sebagai petunjuk epilepsi.

"Ini hipotesis yang sangat menarik, itu saja, tak ada bukti definitifnya." (Ein)

Baca juga: Tiru Firaun, Miliuner Brasil Niat Kubur Bentley Seharga Rp 5,6 M

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini