Sukses

Menlu AS Akui Aksi Penyadapan NSA Sudah Melampaui Batas

Kerry adalah pejabat paling senior pemerintahan Obama yang berkomentar langsung terkait isu yang juga bikin kecewa para sekutu AS di Eropa.

Pengakuan meluncur dari bibir Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, terkait geger yang menyusul terkuaknya kegiatan intelijen yang dilakukan Badan Keamanan Nasional (NSA). Menurutnya, dalam beberapa kasus, aksi mata-mata AS sudah kelewatan.

Kerry adalah pejabat paling senior pemerintahan Obama yang berkomentar langsung terkait isu yang juga bikin kecewa para sekutu AS di Eropa -- Prancis dan Jerman.

Pak Menlu mengatakan, ia akan bekerja bersama presiden untuk mencegah tindakan tidak pantas yang mungkin akan dilakukan NSA di masa depan.

Komentar Kerry dilontarkan bertepatan dengan munculnya protes sejumlah negara Asia, yang menduga bahwa Australia terlibat dalam jaringan mata-mata yang dipimpin AS. China sudah minta penjelasan AS soal dugaan itu, sementara Indonesia telah memanggil Dubes Australia di Jakarta untuk mengklarifikasi.

Namun, Kerry membela perlunya peningkatan pengawasan -- yang menurutnya di masa lalu telah menggagalkan serangan teroris.

"Dengan itu kita telah mencegah pesawat dijatuhkan, bangunan diledakkan, dan orang-orang tewas terbunuh. Karena kita sudah mengetahui rencana (teror) itu," kata Kerry seperti dimuat BBC, Jumat (1/11/2013).

"Saya meyakinkan Anda semua, orang-orang tak bersalah tak dikorbankan dalam proses ini. Dalam upaya pengumpulan informasi. Memang ya, dalam sejumlah kasus, memang sudah melebihi batas."

Kerry menambahkan, Obama sedang mengkaji aturan main agar tak ada seorang pun merasa dikorbankan terkait pengumpulan data intelijen. "Kami akan memastikan hal ini tak akan terjadi lagi di masa depan."

Indonesia: Ini Pelanggaran Serius

Isu penyadapan telah membuat hubungan AS dan para sekutunya diwarnai ketegangan. Terutama terkait dugaan penyadapan ponsel Kanselir Jerman Angela Merkel, yang diduga berlangsung selama 10 tahun!

Juga klaim bahwa NSA meretas link yang terkoneksi dengan pusat data yang dioperasikan Google dan Yahoo.

Lebih jauh lagi, Sydney Morning Herald mengabarkan, Kedubes Australia di Asia telah digunakan untuk memata-matai sejumlah negara seperti China, Indonesia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

"Jika terbukti, aksi tersebut tak hanya pelanggaran terhadap keamanan negara, tapi juga melewati batas norma dan etika diplomatik," tegas Menlu RI Marty Natalegawa.

Laporan terbaru mendeskripsikan program pengumpulan data intelijen yang dinamakan Stateroom yang melibatkan intersepsi radio, telekomunikasi, dan lalulintas internet menggunakan peralatan di misi diplomatik AS, Inggris, Australia, dan Kanada.

Sejauh ini belum ada pernyataan dari pihak Departemen Luar Negeri AS. Sementara, PM Tony Abbot mengatakan, "Setiap lembaga pemerintahan AS, setiap pegawai Australia...menjalankan tugas sesuai aturan hukum." (Ein/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.