Sukses

Penjualan Jaket Kulit asal Garut Lemah Lesu

Sebagian besar perajin kulit di Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengaku omzet penjualan produk mereka menurun. Padahal produk yang dihasilkan seperti jaket kulit sempat menembus pasar internasional.

Liputan6.com, Garut: Kabupaten Garut tak hanya terkenal sebagai penghasil jeruk keprok dan dodol. Sejak puluhan tahun lampau, wilayah sebelah tenggara Kota Bandung, Jawa Barat, ini juga tersohor dengan industri penyamakan dan kerajinan kulit. Kendati demikian, sekarang ini, nasib para perajin kulit di Garut, tak sehebat produknya yang terkenal. Kian hari omzet penjualan mereka terus menurun karena masuknya berbagai produk pakaian bekas. Pemerintah juga seolah kurang memperhatikan industri yang terletak di kawasan Sukaregang, Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan Karangpawitan.

Kelesuan industri kerajinan kulit di Garut, memang memprihatinkan. Kondisi ini jelas berbeda ketimbang beberapa tahun silam. Saat itu, produk kulit maupun kerajinan kulit asal Garut sempat mengalami masa kejayaan, bahkan dapat menembus pasar internasional. Namun, saat ini, produk mereka hanya dapat dipasarkan di dalam negeri dengan jumlah yang sangat kecil. Padahal, kualitas kulit yang dimiliki tak kalah dengan negara lain.

Seorang perajin kulit bernama Nana menuturkan, omzet penjualan hasil kerajinannya kian hari terus melorot. Kendala yang dihadapinya adalah masalah pemasaran dan modal. Penjualannya pun semakin lesu dalam beberapa tahun terakhir, seiring masuknya produk-produk kulit dari luar negeri. Terutama jaket kulit bekas yang dijual dengan harga di bawah standar.

Dengan peralatan yang tergolong sederhana, Nana saat ini mampu membuat produknya bersaing dengan produk iternasional. Dia sempat diberi modal oleh sebuah perusahaan swasta. Sayangnya, modal tersebut tak berimbang dengan ongkos produksinya. Padahal, jaket kulit buatannya sempat diekspor ke Malaysia. Namun lantaran pembayarannya tak lancar, akhirnya pengiriman tersebut dihentikan.

Kendala yang dialami Nana juga dialami sebagian besar perajin kulit di Garut. Mereka umumnya mengaku belum mendapat perhatian pemerintah. Bahkan, mereka mengaku usahanya semakin terpuruk karena menjadi sapi perahan pemerintah. Para perajin masih dijadikan simbol-simbol bagi program-program yang tak pernah diwujudkan. Buktinya, berbagai progam bantuan yang diberikan kepada mereka tak mencapai sasaran.

Asal tahu saja, usaha kerajinan kulit di Garut dimulai dari industri penyamakan kulit di Sukaregang, pada 1920. Seiring perubahan zaman, hingga saat ini industri tersebut telah mengalami berbagai perkembangan. Prospeknya yang cukup bagus telah mendorong banyak warga untuk terjun ke dalam bisnis ini. Dari hanya satu dua orang pada awal perkembangannya, sekarang sudah sekitar 330 pengusaha kulit yang menjalankan bisnisnya di sentra industri kulit di Sukaregang.

Ternyata, kawasan Sukaregang tak hanya menjadi tempat industri penyamakan kulit. Di kawasan ini bermunculan pula para perajin kulit dengan hasil produksi, seperti jaket, sepatu, sandal, terompah, dan tas. Selanjutnya bermunculan industri kecil kerajinan kulit. Dalam perkembangannya, industri kerajinan itu tak hanya berpusat di kawasan Sukaregang. Tapi, menyebar ke wilayah tetangganya seperti Kecamatan Karangpawitan. Di dua wilayah tersebut, saat ini tercatat sekitar 539 perajin kulit.

Seiring menjamurnya industri kerajinan kulit, tumbuh pula toko-toko yang menjajakan hasil kerajinan kulit. Selain menjual barang yang dipajang, toko-toko tersebut menerima pula pesanan. Sebagian toko merupakan ruang pamer milik perajin. Dan, sebagian lainnya hanya menjual kerajinan yang diperolehnya dari pengusaha kerajinan. Ruang pamer kerajinan kulit itu banyak ditemui di Jalan Ahmad Yani, Jalan Suci, dan Jalan Gagak Lumayung, Garut.(ANS/Budi Rahmat)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini