Sukses

Cegah Barbuk Hilang, Hanura Desak KPK Kelarkan Kasus Akil Mochtar

Wasekjen Bidang Hukum dan HAM DPP Partai Hanura, Kristiawanto berharap agar proses penyidikan serta persidangan kasus Akil Mochtar selesai.

Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar (AM) dengan dugaan menerima suap terkait Pilkada kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten yang melibatkan banyak kepentingan dan bahkan partai politik membuat berbagai kalangan menaruh perhatian khusus dalam kasus tersebut.

Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Hukum dan HAM DPP Partai Hanura, Kristiawanto pun berharap agar proses penyidikan serta persidangan terhadap kasus tersebut dapat cepat digelar dan tidak berlarut-larut. Lantaran Kristiawanto memperhitungkan banyaknya pihak yang terlibat, akan berusaha menghilangkan barang bukti serta menghindar dari jangkauan penyidikan KPK.

"Lingkaran masalah ini melibatkan orang parpol, ambisi kekuasaan dan uang. Jika berlarut-larut, ini sama saja memberi waktu bagi mereka menghilangkan jejak dan bukti," kata Kristiawanto di Jakarta, Rabu (9/10/2013).

Kris juga mendesak, agar KPK dan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) MK yang sedang menangani kasus tersebut untuk mengembangkan kasus yang menyeret Ketua MK. Karena sudah banyaknya kasus sengketa pilkada yang diputuskan oleh MK.

Lebih lanjut, dirinya juga menjelaskan, penangkapan Akil dan beberapa orang lainnya juga menjadi titik balik penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia yang mendapat perhatian berbagai kalangan baik nasional maupun internasional. Bahkan kasus ini juga mendegradasi peran MK, sebagai satu-satunya lembaga penegak demokrasi yang mempunyai wewenang memutus sengketa pemilu dan putusannya final serta mengikat.

"Jika terbukti, maka Akil Mochtar sebagai salah satu simbol penegakan hukum telah mencederai harapan rakyat terhadap reformasi penegakan hukum di Indonesia," ujar Kris.

Kris juga menuturkan, penerapan asas pembuktian terbalik dapat diterapkan jika predicate crimes sudah cukup alat bukti. Sehingga harta kekayaan hasil kejahatanya yang dia cuci, dapat dikembalikan kepada negara, kemudian sanksi pidananya dapat dijatuhkan seberat-beratnya.

"Pembuktian terbalik sudah diatur, dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Secara yurispredensi, juga sudah ada seperti dalam kasus dugaan korupsi simulator SIM yang melibatkan Irjen Pol Djoko Susilo," pungkas Kris. (Tnt0

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.