Sukses

KY: Akil Mochtar Ditangkap karena MK Tak Mau Diawasi

KPK menangkap tangan 7 orang pada Rabu 2 Oktober malam yang diduga terlibat suap sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK).

KPK menangkap tangan 7 orang pada Rabu 2 Oktober malam yang diduga terlibat suap sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu yang ditangkap adalah Ketua MK Akil Mochtar.

Komisi Yudisial (KY) pun buka suara. Lembaga pengawas hakim itu mengatakan, bahwa MK secara lembaga harus ada yang dibenahi. "Pertama, selama ini MK itu tidak ada yang mengawasi," kata Ketua Komisioner KY Hubungan Antarlembaga Imam Anshari di Jakarta, Kamis (3/10/2013).

Menurut Imam, pada 2004, melalui UU Komisi Yudisial, lembaga pimpinan Suparman Marzuki itu pernah mengawasi hakim-hakim konstitusi. Namun, pada 2006, MK yang saat itu diketuai Jimly Assidiqie itu membatalkan kewenangan pengawasan hakim-hakim konstitusi.

"Ada putusan MK tahun 2006 itu kewenangan KY untuk mengawasi MK dihapuskan. Artinya, lembaga itu berjalan tanpa ada pengawasan, etik, moral, dan perilaku hakimnya," ujar Imam.

Karena itu, lanjut Imam, perlu dipertimbangkan lagi KY agar bisa kembali mengawasi semua hakim. Termasuk hakim konstitusi. "Paling tidak untuk mengurangi hal seperti ini," ungkap Imam.

Pada Rabu 2 Oktober sekitar pukul 22.00 WIB, KPK menangkap Akil Mochtar bersama 4 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan di rumah dinasnya, kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan. Selain Akil, mereka yang turut diciduk adalah Anggota DPR berinisial CHN dan CN yang merupakan seorang pengusaha.

Secara terpisah, KPK juga menangkap calon Bupati Gunung Mas Kalimantan Tengah berinisial HB dan pihak swasta DH di sebuah hotel di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat. Selain itu, KPK juga menangkap Tubagus Wawan yang merupakan adik Gubernur Banten Ratu Atut.

Akil diduga menerima suap terkait sengketa Pemilukada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Saat ditangkap, KPK menemukan uang sekitar Rp 2 miliar sampai Rp 3 miliar dalam bentuk dolar Singapura. (Mut/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini