Sukses

Episode Panjang Korupsi Hambalang

Tepat pada Kamis 19 Juli 2012, KPK resmi menaikkan penanganan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang ke tahap penyidikan.

Tepat pada Kamis 19 Juli 2012, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menaikkan penanganan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang ke tahap penyidikan. Pada hari itu pula, berdasarkan gelar perkara atau ekspose, KPK sekaligus menetapkan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Dedy Kusdinar sebagai tersangka.

Selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Dedy diduga menyalahgunakan kewenangannya sehingga menimbulkan kerugian negara atau menguntungkan pihak lain. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan Dedy, diduga terkait dengan pengadaan dan pembangunan sarana prasarana pusat pelatihan olahraga Hambalang. Dedy disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Pria yang kerap terlihat mengenakan kemeja putih lengan pendek itu diduga berperan dalam pencairan anggaran Hambalang termin pertama sekitar Rp 200 miliar. Adapun proyek Hambalang dilaksanakan dengan kontrak tahun jamak (multi years) 2010 sampai 2012 dari anggaran yang mencapai Rp 2,5 triliun.

Namun, KPK perlu waktu setahun untuk merampungkan berkas penyidikan Dedy yang kemudian langsung diikuti penahanan pada Kamis 13 Juni 2013. Dedy pun ditahan di Rumah Tahanan KPK yang berlokasi di lantai dasar Gedung KPK, Jakarta.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman


Andi Mallarangeng 'Menyusul' Dedy

Terpidana kasus wisma atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin sejak pertama kali menguak kasus Hambalang selalu mengaitkannya dengan 2 elite Partai Demokrat. Seolah tidak mau sendirian masuk bui, Nazaruddin kerap 'bernyanyi' menyebut satu per satu nama rekan separtainya. Andi Alfian Mallarangeng yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, serta Anas Urbaningrum yang kala itu menjabat Ketua Umum Partai Demokrat.

Menurut Nazaruddin, Andi Mallarangeng berperan mengatur proyek Hambalang di kementeriannya melalui Wafid Muharam yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Menpora. "Kalau proyek Hambalang, saya menjelaskan keterlibatan Andi Mallarangeng. Yang ngatur di kementerian sendiri Andi Mallarangeng," kata Nazaruddin usai diperiksa KPK pada Kamis 13 September 2012.

Tak hanya Andi, pada kesempatan itu Nazaruddin bahkan menyebut Zulkarnaen Mallarangeng yang akrab disapa Choel atau adik kandung Andi turut berperan dalam pemenangan PT Adhi Karya sebagai pelaksana proyek Hambalang.

"Terus tentang Adhi Karya yang menyerahkan uang ke Mahfud, terus Mahfud serahkan uang ke Choel Mallarangeng untuk porsinya Andi," kata Nazaruddin yang pernah menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat.

Berulang kali Andi Mallarangeng membantah tudingan mantan rekannya di Demokrat itu. Namun tetap saja, KPK secara resmi menetapkannya sebagai tersangka pada kasus tersebut. Andi ditetapkan sebagai tersangka selaku pengguna anggaran di Kemenpora.

"Konstruksi yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka sama dengan konstruksi hukum pada tersangka DK (Dedy Kusdinar). KPK mempunyai 2 alat bukti yaang berkekuatan hukum. Adapun Sprindiknya sudah ditandatangani bersamaan dengan surat pencegahan tanggal 3 Desember 2012," kata Ketua KPK Abraham Samad saat mengumumkan penetapan tersebut di kantornya, Jakarta, Jumat 7 Desember 2012.

Andi dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Andi diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau orang lain yang mengakibatkan kerugian negara dengan cara menyalahgunakan kewenangan sebagai Menpora.

Atas penetapan tersebut, Andi Mallarangeng pun langsung mengundurkan diri sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Sebelum mengumumkan pengunduran diri, ia menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden untuk meminta restu pengunduran dirinya.

Usai menemui SBY, Andi langsung menggelar jumpa pers. Pada kesempatan itu, Andi yang juga sudah mundur sebagai anggota dewan pembina Partai Demokrat tersebut pun kembali membantah terlibat kasus Hambalang ini. "Saya yakin apa yang diberitakan di media massa tidak benar. Selama menjadi menteri dan sepanjang karir profesional saya, saya menjalankan tugas sebenar-benarnya dan selurus-lurusnya," kata Andi.
3 dari 5 halaman


'Gantung Anas di Monas' Memanas

"Perlu disampaikan, berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan beberapa kali termasuk hari ini, dalam proses penyelidikan dan penyidikan terkait dengan dugaan penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan proses pelaksanaan pembangunan Sport Centre Hambalang atau proyek-proyek lainnya, KPK telah menetapkan saudara AU (Anas Urbaningrum) sebagai tersangka," papar Juru Bicara KPK, Johan Budi saat jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat 22 Februari 2013.

Oleh KPK, Anas tidak hanya diduga menerima pemberian hadiah terkait perencanaan, pelaksanaan, dan pembangunan pusat olahraga Hambalang, melainkan terkait proyek-proyek lainnya. Namun hingga kini KPK tidak menjelaskan lebih jauh mengenai proyek lain yang dimaksudkan itu. KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mengenai peran Anas, Nazaruddin mengungkapkan, terdapat aliran dana Rp 100 miliar dari proyek Hambalang yang digunakan untuk memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada Mei 2010. Nazaruddin juga mengatakan kalau mobil Harrier yang sempat dimiliki Anas itu merupakan pemberian dari PT Adhi Karya.

Sama seperti Andi Mallarangeng, berkali-kali pula Anas membantah tudingan Nazaruddin tersebut. Dia mengatakan bahwa Kongres Demokrat bersih dari politik uang. Bahkan yang lebih mengejutkan Anas mengatakan dirinya rela digantung di Monas jika terbukti menerima uang Hambalang.

"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," tegas Anas.

Proses penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka ini terkesan sangat panjang. Bahkan, pada proses ini juga diwarnai kekisruhan di lingkungan internal KPK. Draf surat perintah penyidikan atas nama Anas sempat dibocorkan oleh sekretaris pribadi Abraham Samad, Wiwin Suwandi.

KPK terpaksa membentuk Komite Etik untuk mengusut kebocoran tersebut. Hasilnya, Komite Etik yang dipimpin oleh Anies Baswedan ini menjatuhkan sanksi peringatan tertulis untuk Abraham Samad yang dinilai melakukan pelanggaran tingkat sedang kode etik.

Abraham dianggap lalai mengawasi anak buahnya dan memiliki beberapa catatan yang dinilai melanggar kode etik sebagai pimpinan KPK. Sementara Wakil Ketua KPK Adnan Pandupraja mendapatkan sanksi teguran lisan untuk pelanggaran ringan kode etik karena menyatakan mencabut tanda tangan pada draf sprindik dan menyatakan nilai dugaan korupsi Anas bukan level KPK. Sementara itu, Dewan Pertimbangan Pegawai KPK merekomendasikan pemecatan terhadap Wiwin.
4 dari 5 halaman


Giliran Pejabat PT Adhi Karya

Banyak yang beranggapan bahwa penetapan Andi Alfian Mallarangeng dan Anas Urbaningrum sebagai klimaks dari kasus Hambalang. Sehingga, saat Kepala Divisi Konstruksi I atau Direktur Operasional PT Adhi Karya, Teuku Bagus Mohamad Noor ditetapkan sebagai tesangka oleh KPK, pemberitaan media tidak seramai sebelumnya. Bahkan, ketika Andi dan Anas sudah ditetapkan sebagai tersangka, banyak yang memprediksi jika nasib Teuku Bagus hanya tinggal menunggu waktu.

Nazaruddin juga kerap menuding bahwa Teuku Bagus turut berperan mengatur pemenangan PT Adhi Karya sebagai pelaksana proyek Hambalang. Kata Nazar, ada sejumlah uang dalam nilai fantastis yang digelontorkan Teuku Bagus agar perusahaannya memenangi proyek Hambalang. Dana tersebut kata Nazar, ada yang mengalir ke Anas, Andi, pejabat Kemenpora, dan anggota DPR.

Kendati demikian, kasus Hambalang tetap memiliki daya tarik sendiri untuk disimak. Apalagi ketika Juru Bicara KPK Johan Budi menegaskan bahwa lembaganya tidak akan berhenti pada 4 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Kami melakukan pengembangan terhadap kasus Hambalang. Apakah ada pihak lain yang terlibat, tentu dasarnya apakah ditemukan dua alat bukti yang cukup atau tidak," terang Johan.
5 dari 5 halaman


Meja Makan Olly Dondokambey

Kasus Hambalang kembali 'menggeliat' bersamaan dengan bocornya surat izin penetapan penggeledahan yang diminta KPK kepada Pengadilan Tipikor Manado, Sulawesi Utara pada Selasa 24 September 2013. Surat yang diajukan Deputi Penindakan KPK Warih Sadono itu isinya meminta Pengadilan Tipikor Manado menetapkan izin penggeledahan yang akan dilakukan di rumah Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey terkait Hambalang.

Sempat tertunda selama sehari akibat kebocoran tersebut, penggeledahan akhirnya dilakukan di kediaman Olly yang terletak di Jalan Reko Bawah, Desa Kolongan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Pada kegiatan yang berlangsung hingga 6 jam itu, penyidik KPK pun berhasil menyita 2 set meja makan.

Perabot rumah tangga itu disita lantaran diduga terkait penyidikan kasus Hambalang untuk tersangka mantan petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor. "Penyidik melakukan penyitaan terhadap 2 set meja makan dari kayu beserta kursi," ujar Johan Budi di Gedung KPK, Rabu 25 September 2013.

Lantas, apa hubungan penggeledahan rumah Olly dengan kasus Hambalang? Menurut Abraham, penggeledahan tersebut dilakukan untuk menelusuri jejak tersangka. Sebab, penyidik ingin menyambungkan bukti dan dokumen yang dimiliki.

"Paling tidak, ada upaya-upaya yang mungkin ingin diketahui penyidik KPK untuk mendapatkan bukti dan dokumen," kata Abraham.

Sementara itu, dari informasi yang dihimpun Liputan6.com, seperangkat furnitur itu diterima Olly dari perusahaan pemenang tender proyek Hambalang, PT Adhi Karya. Kursi dan meja makan yang diterima Wakil Ketua Badan Anggaran DPR itu pun tergolong barang antik yang harganya ditaksir mencapai puluhan juta rupiah.

Selain itu, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) salah satu saksi Hambalang, staf keuangan PT Adhi Karya, I Ketut Radika mengaku bahwa dirinya pernah diminta oleh Teuku Bagus Muhammad Noor untuk mengirim furnitur tersebut kepada Olly.

Usai pemeriksaan maraton sejak Senin 23 September lalu, Muhammad Nazaruddin yang diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi juga menyebutkan bahwa Olly Dondokambey menerima belasan miliar di proyek Hambalang dari beberapa orang.

"(Olly) Terima dari Mahfud Suroso, dari Paul Nelwan, dan dari Rosa juga," ucap Nazaruddin di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 27 September.

Nazaruddin juga mengatakan, Olly banyak menerima barang dari PT Adhi Karya, sehingga membuatnya pantas untuk berstatus tersangka. "Dia sangat pantas (jadi tersangka)."

Dengan demikian, sambung Abraham, lembaganya dalam waktu dekat akan segera melakukan pemeriksaan terhadap Olly. KPK juga akan mengirimkan surat pencegahan berpergian ke luar negeri terhadap Olly kepada Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. "Iya (akan dicegah), tapi saya belum tahu suratnya sudah dikirim apa belum," kata Abraham.

Olly Dondokambey sudah menegaskan bahwa 2 set meja makan yang disita KPK bukan berasal dari bos PT Adhi Karya. "Itu bukan pemberian Adhi Karya. Saya tidak pernah menerima dari Direktur Adhi Karya," kata Olly di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 30 September.

Meski begoitu, Olly mengaku siap memenuhi panggilan KPK untuk dilakukan pemeriksan kembali. Ia mengklaim kerap memberikan keterangan bila diperlukan KPK.

"Saya kan sering dipanggil untuk memberikan keterangan. KPK bukan lembaga sembarangan, kita harus support aparat hukum dalam rangka penegakan hukum," pungkas Abraham.

Lantas, apakah Olly bakal terseret dalam kasus korupsi Hambalang bersama 2 mantan elit Partai Demokrat sebelumnya? Atau penanganan Hambalang oleh KPK akan kembali 'sepi' tanpa Olly? Menarik disimak. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.