Sukses

MK Putuskan Buruh Bisa Gugat Upah yang Belum Dibayar Tanpa Batas

MK memutuskan untuk mengabulkan permohonan uji materi Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan yang diajukan oleh mantan seorang petugas Satuan Pengamanan atau Satpam. Dalam Pasal 96 UU Ketenagakerjaan itu diatur masa mengenai kadaluwarsa tuntutan pembayaran upah pekerja atau buruh.

"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Akil Mochtar saat membacakan amar putusannya di Gedung MK, Jakarta, Kamis (19/9/2013).

Dalam amar putusannya, Mahkamah menilai Pasal 96 UU Ketenagakerjaan itu inkonstitusional dan tidak mempunyai hukum mengikat. Dengan begitu, setiap buruh yang merasa hak-haknya belum dibayar perusahaan sejak di-PHK, bisa mengajukan gugatan tanpa adanya batas waktu.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat, bahwa upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan hak buruh yang harus dilindungi. Sepanjang buruh tidak melakukan perbuatan yang merugikan pemberi kerja.

Oleh sebab itu, lanjut Mahkamah, upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak dapat dihapus karena adanya lewat waktu tertentu. "Oleh karena apa yang telah diberikan oleh buruh sebagai prestatie harus diimbangi dengan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja sebagai tegen prestatie," ujar Hakim Konstitusi, Haryono.

Pendapat Mahkamah, bahwa upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja adalah merupakan hak milik pribadi dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Baik oleh perseorangan maupun melalui ketentuan peraturan perundang-undangan.

Meski begitu, dalam putusan ini Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion. Menurut Hamdan, pembatasan hak untuk menuntut karena lewatnya waktu (kedaluwarsa) adalah lazim dalam sistem hukum Indonesia. Baik perdata maupun pidana .

Dia menilai dengan tidak berlakunya Pasal 96 UU Ketenagakerjaan justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diamanatkan oleh konstitusi.

"MK seharusnya hanya mengabulkan permohonan Pemohon dengan menentukan syarat keberlakuan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan, yaitu bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dikecualikan bagi pengusaha yang tidak membayar seluruh hak pekerjanya karena itikad buruk," kata dia.

Adapun, permohonan uji materi pasal ini dimohonkan oleh mantan anggota Satuan Pengaman (Satpam) PT Sandhy Putra Makmur, Marten Boiliu.

Pemohon menguji Pasal 96 UU Ketenagakerjaan, lantaran ia merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena tidak mendapatkan pembayaran dalam bentuk apapun setelah diputus hubungan kerjanya oleh PT Sandhy Putra Makmur pada 2 Juli 2009. Sedangkan ia sudah bekerja selama 7 tahun di sana.

Pemohon mengatakan, dengan diberlakukan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan, pihaknya tidak bisa menuntut pembayaran uang PHK karena sudah kadaluwarsa. (Tnt/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.