Sukses

Kehidupan Rahasia Putri `Mesin Pembunuh` Nazi Jerman di AS

Mungki tak ada yang menyangka, putri komandan kamp konsentrasi Auschwitz, Rudolf Hoss hidup di Amerika Serikat. Menjalani kehidupan rahasia.

Brigitte Hoss hidup tenang di rumahnya, di sisi jalan yang teduh dinaungi pepohonan di Virginia utara, Amerika Serikat. Perempuan 80 tahun itu sudah pensiun dari pekerjaannya di sebuah salon di Washington, selama lebih dari 30 tahun. Baru-baru ini ia didiagnosa mengidap kanker, menghabiskan hari-harinya dengan meminum obat dan menjalani perawatan medis.

Diam-diam, Brigitte punya rahasia besar, yang bahkan cucunya sendiri pun tak tahu: ayahnya adalah Rudolf Hoss, komandan kamp konsentrasi Auschwitz, Polandia.

Rudolf Hoss adalah orang yang merancang dan membangun Auschwitz, dari sebuah barak militer di Polandia-- menjadi sebuah mesin pembunuh yang bisa menghabisi 2.000 nyawa per jam.

Di akhir perang, sebanyak 1,1  juta orang Yahudi tewas di kamp tersebut, bersama 20 ribu Gipsi, juga puluhan ribu tentara Polandia dan Rusia. Atas perannya tersebut, ayah Briggite adalah satu dari pelaku pembunuhan massal terbesar sepanjang sejarah.

Sudah lebih dari 40 tahun, Brigitte menyembunyikan rahasianya dalam-dalam. Seorang penulis, Thomas Harding menemukan keberadaan Brigitte saat melakukan riset buku Hanns and Rudolf, tentang bagaimana Rudolf Hoss ditangkap oleh kakek buyut penulis,  Hanns Alexander -- seorang Yahudi Jerman yang kabur dari Berlin pada 1930-an.

Perlu 3 tahun untuk menemukannya. Brigitte hanya mau diwawancara dengan syarat: nama keluarganya setelah menikah dan detil yang mengarah pada identitasnya tak diungkap.

"Banyak orang gila di luar sana. Mereka bisa saja membakar rumahku dan menembak seseorang," kata Brigitte dengan aksen Jerman yang kental, seperti ditulis Thomas Harding untuk Washington Post, seperti dimuat Sydney Morning Herald, Rabu (11/9/2013).

Saat mengobrol dengan orang lain, tiba-tiba pembicaraan mengarah ke topik Holocaust, Brigitte akan berusaha mengalihkannya. "Jika seseorang bertanya tentang ayahku," kata dia. "Aku akan menjawab, ayahku tewas dalam perang."

Kini, di usianya yang teramat sepuh, Brigitte masih dalam posisi dilematis, apakah menceritakan masa lalunya pada cucu perempuannya dengan segala konsekuensi atau membawa segenap rahasia ke kubur.

"Itu kejadian yang sudah amat lama. Aku sama sekali tak melakukannya, tak pernah membicarakannya. Tapi, itu sesuatu yang jadi bagian hidupku."

Hidup Mewah

Dalam catatan personel SS, Inge-Brigitt Hoss -- nama asli Brigitte-- lagir pada 18 Agustus 1933, di sebuah rumah pertanian dekat Laut Baltik. Ayahnya, Rudolf dan ibunya, Hedwig, bertemu di sana, di 'surga' bagi pemuda Jerman yang terobsesi dengan ide-ide kemurnian ras dan utopia pedesaan. Brigitte adalah anak ketiga dari lima bersaudara.

Brigitte punya masa kecil luar biasa, pindah dari rumah pertanian ke dekat kamp konsentrasi, seiring naiknya pangkat ayahnya di kesatuan SS. Dari 1940-1944, keluarga Hoss tinggal di villa dua lantai di tepi Auschwitz -- saking dekatnya dari lantai dua terlihat jelas blok-blok tahanan dan krematorium.

Keluarga Hoss hidup sejahtera, didampingi sepasukan  koki, pengasuh anak, tukang kebun, sopir, penjahit, tukang cukur rambut, dan petugas bersih-bersih -- beberapa di antaranya adalah tahanan.

Rumah mereka dihiasi dengan furnitur dan karya seni yang dicuri dari tahanan yang dieksekusi di kamar gas.  Anak- anak keluarga Hoss tahu betul, ayah mereka menjalankan kamp konsentrasi.

Pada April 1945, menjelang Perang Dunia II berakhir, Rudolf Hoss dan keluarganya lari ke utara. Mereka berpisah kemudian. Istrinya membawa anak-anak mereka dan dan menemukan perlindungan di pabrik gula tua di St Michaelisdonn, sebuah desa di dekat pantai. Sementara Rudolf memalsukan identas dan menyaru sebagai buruh di sebuah peternakan, 7 kilometer dari perbatasan Denmark.

Keluarga Hoss menunggu saat yang tepat untuk melarikan diri ke Amerika Selatan. Saat ditanya tentang kehidupannya di masa kecil, tinggal di dekat Auschwitz, Brigitte hanya menjawab, "yang terbaik adalah tidak mengingat semua itu."

Dia lebih suka bicara soal penangkapan ayahnya oleh tentara Inggris. Di pagi yang dingin, Maret 1946, Brigitte masih ingat, kala itu ia berusia 13 tahun. "Tentara Inggris berteriak, 'Di mana ayahmu!' berkali-kali. Aku luar biasa pusing. Aku lari ke luar dan menangis di bawah pohon," kata dia.

Saat berhenti menangis, sakit kepalanya hilang. "Tapi aku menderita migrain selama bertahun-tahun. Migrain itu baru berhenti beberapa tahun lalu. Tapi, sejak aku menerima suratmu, kambuh lagi," kata Brigitte pada Thomas Harding.

Karena kakaknya, Klaus, dipukuli berkali-kali, ibu mereka memberitahu keberadaan ayahnya. Rudolf ditemukan di sebuah gudang, tak mengaku sebagai komandan. Tapi cincin kawinnya yang bertuliskan  "Rudolf" dan "Hedwig" adalah bukti sahih.

Rudolf Hoss adalah petinggi SS pertama yang mengakui pembantaian di Auschwitz. Ia diserahkan pada tentara Amerika Serikat yang membuatnya bersaksi di Pengadilan Nuremberg. Ia lalu diserahkan ke Polandia, yang menjadi pihak penuntut, yang mengeksekusinya di tiang gantung di sebelah krematorium Auschwitz.



Ke Amerika

Pada 1950-an Brigitte berhasil meninggalkan Jerman dan menjalani kehidupan baru di Spanyol. Dia adalah seorang wanita muda yang  menakjubkan: punya rambut pirang panjang, tubuh ramping, dan sikap yang anggun dan tegas. Selama 3 tahun ia bekerja sebagai model di rumah mode Balenciaga.

Ia bertemu dengan insinyur muda keturunan Amerika-Irlandia yang bekerja di sebuah perusahaan di Madrid. Mereka menikah pada 1961, punya dua anak. Pekerjaan suaminya membuatnya berkeliling dari Liberia, Yunani, Iran, Vietnam.

Sang suami mengetahui masa lalu Brigitte, namun tetap menerimanya. Alasannya, istrinya itu masih anak-anak ketika semua kekejaman itu terjadi. Brigitte dan pasangannya bersepakat untuk tidak membuka masa lalunya.

Pada 1972 mereka pindah ke Washington. Suami Brigitte menjadi pejabat di perusahaan transportasi. Mereka membeli sebuah rumah di  Georgetown. Ini kesempatan baik baginya untuk memulai hidup baru.

Kerja pada Bos Yahudi

Di Washington, Brigitte berjuang keras untuk menyesuaikan keadaan. Bahasa Inggrisnya kacau, tak bisa menulis cek, tak punya keluarga, juga teman.

Brigitte pun mengisi waktu dengan bekerja paruh waktu di sebuah butik. Suatu hari seorang perempuan berkunjung, terkesan dengan gayanya, ia meminta Brigitte bekerja di salonnya. Tawaran itu diterima.

Suatu hari, dalam kondisi mabuk, Brigitte mengaku pada manajernya bahwa dia adalah anak Rudolf Hoss. Sang manajer mengadu pada pemilik toko. Pemilik mengatakan kepada Brigitte bahwa dia bisa tinggal, bahwa ia tidak terlibat dalam kejahatan yang dilakukan ayahnya. Akhirnya Brigitte tahu bahwa pemilik toko dan suaminya adalah orang Yahudi dan melarikan diri dari Nazi Jerman setelah serangan Kristallnacht pada 1938.

Dia bekerja di salon itu selama 35 tahun, melayani orang-orang Washington terkemuka, termasuk istri-istri senator dan anggota kongres.

Bahwa  Rudolf Hoss tinggal di Virginia bukan satu-satunya kisah keluarga yang dirahasiakan. Dimulai pada 1960, ibu Brigitte,  Hedwig mengunjungi putrinya di Washington setiap beberapa tahun. Yang terakhir pada 1989, saat ia berusia 81 tahun. Hedwig Hoss bahkan meninggal di Washington, dikremasi, dan gucinya dikebumikan di antara makam Yahudi, Kristen, dan Muslim. (Ein/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini