Sukses

5 Kisah di Balik Kasus Korupsi Irjen Djoko Susilo

Kasus korupsi simulator SIM dan tindak pidana pencucian uang ini mulai bergulir sejak akhir Juli 2012.

Perkara korupsi simulator SIM dan pencucian uang dengan terdakwa Inspektur Jenderal Djoko Susilo sudah memasuki tahap pembacaan vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Hari ini Selasa (3/9/2013), sang jenderal akan mendengarkan vonis.

Pidana penjara selama 18 tahun membayangi mantan Kepala Korlantas Mabes Polri itu. Tak hanya itu, Jenderal bintang 2 itu juga terancam kehilangan hak politiknya, serta seluruh hartanya disita.

Dalam kasus ini KPK sudah menetapkan 4 tersangka. Mereka diduga merugikan negara ratusan miliar.

Para tersangka itu adalah mantan Kepala Korlantas Polri Djoko, mantan Wakil Kepala Korlantas Polri Brigjen Didik Purnomo, serta 2 rekanan Budi Susanto dan Sukotjo S Bambang.

Ada sejumlah hal menarik dalam perjalanan kasus korupsi simulator SIM ini. Berikut catatan Liputan6.com:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman



1. Penangkapan dan Penarikan Penyidik KPK

Kasus simulator SIM ini mulai disidik KPK pada 2012. Pada saat kasus memasuki tahap penyidikan, KPK pun langsung melakukan penggeledahan terhadap Markas Korlantas Polri pada akhir Juli 2012. Saat itu, KPK sudah menetapkan Irjen Djoko sebagai tersangka.

Penggeledahan dipimpin langsung penyidik KPK yang berasal dari korps kepolisian, Novel Baswedan. Saat itu, Novel berpangkat Komisaris Polisi. Akibat `aksinya` itu, Novel yang saat itu berpangkat Komisaris Polisi pun harus berurusan dengan instansi asalnya itu.

Bahkan, sejumlah penyidik Polda Bengkulu berusaha menangkap Novel di KPK. Novel dituduh melakukan pelanggaran yakni melakukan penganiayaan terhadap tersangka saat bertugas di Polda Bengkulu.

Kasus Novel itu pun harus ditengahi Presiden SBY. Presiden menilai kasus yang diduga melibatkan Novel haruslah diusut tuntas. Namun, pengusutan harus berangkat dari niat baik. Bukan karena Novel pernah menggeledah Korlantas Mabes Polri.

Kasus simulator SIM ini juga berbuntut dengan penarikan sejumlah penyidik Polri yang ditugaskan di KPK.

3 dari 6 halaman



2. Deretan Wanita Mas Djoko

Dalam persidangan, terungkap Irjen Djoko membeli sejumlah aset yang nilainya mencapai miliaran rupiah. Namun, aset-aset itu tak diatasnamakan dirinya. Melainkan sejumlah orang yang tak lain adalah istri kedua, istri ketiga, dan termasuk mertuanya.

Djoko diketahui telah menikah sebanyak 3 kali. Pertama, dia menikah dengan Suratmi. Dia istri sah Djoko Susilo yang dinikahi pada 26 Juni 1985. Dari pernikahannya ini, Djoko Susilo memiliki 3 orang anak yakni Poppy Femialya, Arie Andhika Silamukti, dan Meixhin Sheby Adyaning Wara Susilo.

Kemudian pada 27 Mei 2001, Djoko menikahi Mahdiana. Pernikahan digelar di Kantor Urusan Agama Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Untuk menyembunyikan atau menyamarkan identitas, Irjen Djoko menggunakan identitas Drs Joko Susilo Bin Sarimun dengan status jejaka belum menikah. Dari pernikahan dengan Mahdiana, dikaruniai 2 anak. Bahkan oleh istri keduanya, Djoko diperkenalkan dengan nama mas Dhika kepada kerabat dan keluarganya.

Pada 1 Desember 2008, Irjen Djoko kembali menikah. Kali ini dia menikahi Putri Solo 2008, Dipta Anindita. Seperti halnya pernikahan kedua, Djoko Susilo kembali menggunakan nama lain yakni Joko Susilo Bin Sarimun Karto Wiyono. Dari pernikahan ini, Djoko Susilo dikaruniai 1 anak laki-laki.

Djoko Susilo pun kemudian diketahui menggunakan nama-nama istri termasuk mertuanya untuk menyembunyikan harta-harta miliknya. Sejumlah harta itu pun terancam disita.

4 dari 6 halaman



3. Keris Sakti Mas Dhika

Dalam sidang perkara terungkap pula hobi unik Irjen Djoko alias Mas Dhika. Ternyata dia tak hanya gemar mengumpulkan harta, tapi juga mengumpulkan barang antik dan keramat.

"Mulainya sejak pangkat saya Kapten, dan waktu itu saya masih dinas di Solo," ujar Djoko Susilo gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Keris-keris yang dimilikinya pun dikatakannya merupakan peninggalan kerajaan yang pernah mahsyur di Indonesia seperti Kutai Kertanegara, Mahapahit, Sriwijaya dan Tulangbawang. "Keris macam-macam. Setiap raja itu punya kelebihan-kelebihannya. Tapi saya enggak hafal," cerita Djoko.

Djoko juga menjelaskan, setiap keris yang kini dimilikinya dalam jumlah ratusan tersebut kesaktiannya datang jika dipercaya. Karena itu, yang tidak percaya, keris pusaka itu takkan menjadi jodohnya.

"Pantangan juga ada saat merawat keris tersebut. Begitu juga, tidak sembarang orang bisa dititipkan untuk merawat (keris pusaka)," imbuhnya.

Salah seorang saksi, Indrajaya Februardi mengungkapkan jumlah keris yang dimiliki Djoko mencapai sekitar 200 buah. "Itu (keris) ada yang dibayar rumah di Pesona Khayangan, Depok, Jawa Barat. Harganya sekitar Rp 1,6 miliar pak," lanjut Indra.

Namun, dari kesaksian Indra yang juga mantan anggota Kodam Brawijaya ada yang membuat hampir seluruh pengunjung persidangan tertawa. Termasuk Djoko Susilo yang saat itu duduk di kursi terdakwa.

Indra menceritakan saat penyidik KPK berencana menyita keris pusaka yang disimpan di rumahnya. Penyidik yang mendatangi rumahnya urung menyita keris tersebut lantaran Indra tak mau bertanggung jawab jika terjadi sesuatu apabila benda 'keramat' itu diambil sembarangan.

"Saya bilang ke penyidik silakan saja kalau mau menyita. Tapi saya enggak ikut-ikutan. Tapi akhirnya nggak jadi diambil," tutur Indra.

Apalagi saat Indra menceritakan, Djoko Susilo tertangkap KPK lantaran terkena sial karena dirinya lupa memandikan benda pusakanya pada malam 1 Suro.

"Saya lupa memandikan. Dan Pak Djoko keburu kena masalah," lanjut Indra yang membuat seisi ruang sidang termasuk Djoko Susilo terpingkal.

5 dari 6 halaman



4. Tuntutan Vs Pledoi Ribuan Halaman

Perkara Irjen Djoko ternyata juga membuat jaksa, pengacara, dan hakim harus bekerja keras. Lantaran, ribuan halaman berkas perkara harus mereka baca.

Berkas dakwaan Irjen Djoko pun diketahui berisi ribuan halaman. Tingginya mencapai sekitar 1 meter. Pada saat sidang memasuki tahap pembacaan tuntutan, jaksa pun harus menyusun berkas yang mencapai 2.930 halaman.

Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi tak ragu meminta majelis hakim menjatuhkan vonis 18 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan, dan mengembalikan uang yang dikorupsi sebesar Rp 32 miliar. Hak berpolitik Djoko pun dicabut.

Untuk menanggapi surat dakwaan itu, tim pengacara Irjen Djoko pun mempersiapkan pledoi yang isinya ribuan halaman. "Pledoi dari kami tim penasihat hukum mencapai 4.200 halaman, Yang Mulia. Kalau pledoi Pak DS hampir 100 halaman," kata pengacara Djoko, Juniver Girsang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (27/8/2013).

Dalam pledoi pribadi Djoko yang disampaikan di hadapan majelis hakim pada persidangan merasa terpukul atas tuntutan Jaksa yang menjeratnya 18 tahun bui. Dalam pledoinya pun dia menyingung soal istri-istri serta anak-anaknya.

"Saya harus berpisah dengan istri yang saya cintai. Dan anak saya menjadi korban. Saya menenangkan mereka dengan mengatakan, 'Ini telah terjadi atas izin Allah SWT'," curhat Djoko sembari terbata-bata.

6 dari 6 halaman



5. Insiden US$ 100 di Pledoi

Sidang lanjutan perkara korupsi simulator SIM dengan terdakwa Inspektur Jenderal Djoko Susilo seharusnya menjadi ajang bagi mantan Kepala Korlantas Polri itu membela diri. Apalagi dia terancam hukuman 18 tahun penjara ditambah seluruh hartanya disita.

Namun, ada kejadian menarik dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (27/8/2013). Selembar uang US$ 100 `terselip` dalam lampiran pledoi yang diserahkan Irjen Djoko ke Jaksa KPK.

Hal tersebut diketahui saat Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum KPK, KMS Roni, menemukan US$ 100 di buku profil Irjen Djoko selama jadi Kepala Korlantas Polri. Buku profil itu dilampirkan bersama dengan berkas pledoi setebal sekitar 100 halaman.

"Sebelum sidang dilanjutkan, dalam buku yang tadi disampaikan ternyata ada selembar uang 100 dolar Amerika. Saya nggak ngerti dolar apa ini, terselip di dalam," kata Jaksa KMS Roni di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (27/8/2013).

Pernyataan tim jaksa pun langsung dijawab tim penasihat hukum Irjen Djoko, Tommy Sihotang. "Kami nggak ngerti makna US$ 100 itu. Dan saya tegaskan nggak ada tadi itu," jawab Tommy.

Ketua Majelis Hakim Suhartoyo pun langsung menengahi. "Karena barang itu berasal dari saudara, yang bapak mau sampaikan apa berikan buku ini," kata Suhartoyo.

Djoko Susilo yang duduk di bangku terdakwa pun langsung menjawab. "Sebagai lampiran nota pembelaan pribadi saya. Sebagai profil," jawab Djoko.

"Kalau ada kaitan temuan uang dolar, tidak ada maksud kesengajaan?" tanya balik Hakim Suhartoyo.
"Saya yakini tidak ada majelis," jawab Irjen Djoko. "Tapi faktanya, itu terlampir ada uang. Apa karena dolar lagi mahal? Tolong ambil saja?" minta Hakim Suhartoyo.

Namun, permintaan Hakim Suhartoyo dicegah Jaksa KMS Roni. "Mungkin belum bisa dikembalikan hari ini. Nanti pimpinan (KPK) juga langsung nonton juga. Saya mau tahu apa motif di balik ini," jawab Jaksa Roni.

Hakim Suhartoyo bersikeras agar Jaksa mematuhi agar mengembalikan uang itu. "Ini kan perintah majelis. Kalau pun mengindikasikan ada unsur lain yang bisa dipidana, kan bisa disita uang itu. Terdakwa kan katakan tidak ada maksud dan kesengajaan kembalkan uang itu. Diambil saja uang itu," jawab Suhartoyo.

"Profil ini kan tidak ada hubungan dengan perkara ini. Daripada timbulkan persoalan baru, kembalikan saja," tambahnya.

Perdebatan apakah uang akan dikembalikan atau tidak terus berlangsung. "Nanti bisa jadi kontraproduktif dengan keinginan terdakwa menyampaikan sisi kebaikannya untuk meringankan," ujar hakim.

Jaksa KPK pun akhirnya mengembalikan uang itu ke terdakwa Irjen Djoko. "Meskipun ini kami kembalikan, kami sudah mengerti pesan yang mau disampaikan terdakwa dengan melampirkan profil selama jadi kakorlantas," jawab Jaksa. (Ary/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.