Sukses

Hakim Tak Lengkap, Vonis Kasus Flu Burung Ditunda

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terpaksa menunda pembacaan putusan perkara korupsi pengadaan alat kesehatan di Kemenkes.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terpaksa menunda pembacaan putusan perkara korupsi pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan dengan terdakwa Ratna Dewi Umar.

Penundaan ini menurut majelis hakim, lantaran terdapat persoalan administrasi sehingga vonis belum bisa dibacakan hari ini.

"Hari ini kami jadwalkan pembacaan putusan perkara saudara Ratna Dewi Umar. Majelis telah berusaha sedemikian rupa, namun ada kendala administrasi," kata Hakim Ketua, Nawawi Ponolango di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (29/8/2013).

Menurutnya, kendala tersebut antara lain karena kesibukan hakim yang harus mengikuti workshop Mahkamah Agung dengan Departemen Kehakiman Amerika. Sehingga jumlah majelis tak lengkap.

"Pada saat yang bersamaan ada rekan hakim yang sakit. Sehingga forum musyawarah itu kami tunda beberapa waktu. Putusan sudah dalam keadaan jadi, tapi kami tidak mungkin hanya mencoret-coret. Kami lebih bersikap menunda pembacaannya," imbuhnya.

Dengan demikian, majelis telah sepakat akan menggelar sidang pada Senin 1 September mendatang.

Pada kasus ini, Ratna Dewi Umar dituntut 5 tahun penjara serta denda Rp 500 juta. Jaksa Penuntut Umum KPK menyatakan, Ratna terbukti berkerja sama dengan Siti Fadillah Supari selaku Menteri Kesehatan dalam dugaan korupsi terkait pengadaan alkes.

Kerja sama itu untuk merujuk pada penunjukkan perusahaan milik pengusaha Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo sebagai kontraktor proyek alkes flu burung. Ratna juga sudah mengakui Siti memberi arahan agar PT Prasasti Mitra pimpinan Rudi Tanoesudibjo dijadikan kontraktor melalui penunjukan langsung. Dari proyek alkes 2006, PT Prasasti Mitra diuntungkan Rp 4,9 miliar.

Siti disebut memerintahkan penunjukkan langsung dalam 4 proyek pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka penanggulangan wabah flu burung tahun anggaran 2006-2007 di Kemenkes. Dalam proyek itu, Ratna adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Sedangkan perbuatan Ratna dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 50,47 miliar yang berasal dan 4 pengadaan. Yakni 2 proyek tahun anggaran 2006 dan 2 proyek tahun 2007. (Frd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini