Sukses

4 Perbedaan 2 Versi Audit Hambalang Tahap II

BPK meyakinkan audit yang dikeluarkannya hanya ada 1 versi. Audit itu pun sudah diserahkan ke DPR dan KPK.

Muncul 2 versi audit investigatif tahap II Badan Pemeriksa Keuangan terhadap proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Desa Hambalang.

BPK meyakinkan bahwa audit yang dikeluarkannya hanya ada 1 versi. Audit itu pun sudah diserahkan ke DPR dan KPK. Audit tertanggal 23 Agustus 2013.

Audit yang beredar di wartawan, tercantum inisial sejumlah anggota DPR. Audit ini pun diamini KPK. "Yang kami punya ada inisialnya, jumlahnya 18 orang. Tapi KPK tidak tahu anggota Dewan atau pihak lainnya. Kami belum confirm ke BPK," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Namun, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan dokumen audit yang dimiliki tidak tercantum inisial legislator. "Saya baru baca salinan dokumen resmi yang disampaikan Ketua BPK. Saya bolak-balik dari ratusan halaman, saya tidak mendapatkan 15 nama inisial di situ," kata Priyo di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (28/8/2013).

Liputan6.com memiliki dua versi audit tersebut. Berikut perbedaan yang ditemukan dalam 2 versi audit:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman



1. Inisial Anggota DPR
Dalam audit yang beredar pertama, tercantum inisial-inisial anggota Komisi X DPR. Mereka disebut sebagai pihak yang diduga terkait dalam perencanaan dan pembahasan anggaran.

Inisial 15 anggota DPR itu adalah MNS, RCA, HA, dan AHN selaku pimpinan Komisi X DPR. Selain itu ada juga APPS, WK, KM, JA, UA, AZ, EHP, MY, MHD, dan HLS selaku Pokja Anggaran dari Komisi X DPR. Selain itu disebut juga inisial MI.

Terungkap juga peranan para anggota DPR itu dalam memuluskan anggaran proyek senilai Rp 2,5 triliun itu. Para anggota DPR itu pun diduga menerima aliran dana Rp 7,3 miliar.

Namun, dalam audit investigatif yang beredar terakhir, nama-nama tersebut hilang.

3 dari 5 halaman




2. Peranan Petinggi Kemenkeu ADWM dan AR
Dalam audit versi pertama, tak disebutkan mengenai peranan dari 2 petinggi Kementerian Keuangan ADWM dan AR dalam memuluskan perubahan anggaran proyek Hambalang dari single years menjadi multiyears.

Namun, dalam audit versi kedua, disebut peranan mereka. AR disebut sebagai pihak yang diduga terlibat dalam memberikan kesempatan pada Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram mengajukan revisi RKA-KL. Padahal batas waktu pengajuan revisi anggaran sudah lewat.

Atas dasar nota dari AR, pimpinan Kemenkeu saat itu ADWM pun memberikan disposisi `selesaikan`. Hal ini yang menyebabkan berubahnya peraturan kementerian keuangan dalam pengajuan anggaran single years menjadi multiyears.

4 dari 5 halaman




3. `Dosa` Andi Mallarangeng
Dalam audit yang beredar pertama, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng tak disebut sebagai pihak yang diduga terkait. Hanya sedikit peranan politisi Demokrat itu yang disebut dalam audit. Andi juga disebut menerima Rp 600 juta untuk pencalonannya sebagai calon Ketua Umum Demokrat.

Namun, dalam audit versi kedua, BPK membeberkan `dosa-dosa` Andi Mallarangeng. Tersangka korupsi Hambalang itu disebut melakukan pertemuan dengan rekanan sebelum resmi dilantik menjadi Menpora. Tak hanya itu, Andi juga disebut lalai dalam memimpin Kemenpora.

Juru Bicara keluarga Mallarangeng, Rizal Mallarangeng mengatakan, kakaknya itu sudah siap jika KPK melakukan penahanan. Namun, jika audit itu merupakan dasar KPK dalam menahan Andi, hal itu dirasa kurang tetap. Sebab, audit BPK jilid II itu dinilai dangkal dan amatir.

"Kakak saya (Andi Mallarangeng) siap kapan pun KPK ingin melakukan penahanan. Tapi, apa adil kalau yang dijadikan dasar adalah hasil audit yang dangkal dan amatir seperti itu?" kata Rizal di Freedom Institute, Jakarta, Senin (26/8/2013).

5 dari 5 halaman




4. `Dosa` Anas Urbaningrum
Nama mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut dalam audit versi pertama sebagai pihak yang diduga terkait dalam proyek Hambalang. Dia disebut terkait dalam proses pensertifikatan tanah Hambalang.

Anas yang saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Demokrat, disebut bersama dengan anggota fraksinya, Muhammad Nazaruddin meminta Ignatius Mulyono membantu proses pengurusan SK Hak Pakai di BPN. Anas pun kini telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima gratifikasi dalam proyek Hambalang.

Namun, nama Anas tak disebut sebagai pihak yang diduga terkait dalam audit versi kedua. (Ary)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini