Sukses

DPR: Menkes Ratifikasi FCTC Sama Saja Menzalimi Konstitusi

Rencana Menkes meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dinilai sebagai suatu penzoliman terhadap Konstitusi

Anggota Komisi IX DPR RI Poempida Hidayatulloh menilai rencana Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sebagai suatu penzaliman terhadap konstitusi. Ratifikasi Frameworks Convention on Tobacco Control (FCTC) itu rencananya segera dituntaskan sebelum masa kerja kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berakhir pada Oktober 2014.

"Jika Menkes keukeuh meratifikasi FCTC, maka Menkes sama saja menzalimi Konstitusi,” kata Poempida, dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com di Jakarta, Minggu (25/8/2013).

Poempida menjelaskan, dalam Pasal 28 A UUD 1945, disebutkan bahwa setiap warga negara berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya.

"Pasal ini telah jelas melindungi warga negaranya untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya," tambahnya.

Poempida menilai jika FCTC benar-benar akan diratifikasi maka pihak yang paling dirugikan adalah para petani tembakau dan pengusaa di sektor kecil dan menengah. Menurut Poempida petani akan kehilangan penghidupannya, sehingga tidak dapat lagi mempertahankan hidupnya.

"Apalagi, di wilayah Temanggung yang mana wilayahnya hanya dapat ditanami dengan tembakau yang akan tumbuh dengan baik dibandingkan tanaman lainnya," ungkap Poempida

Politisi Partai Golkar ini menambahkan jika FCTC diratifikasi, maka pemerintah justru membuat ketidakseimbangan ekonomi nasional yang bertentangan dengan visi Presiden yaitu pro-growth, pro-job, pro-poor. Padahal Presiden SBY dalam berbagai kesempatan menekankan pentingnya sustainable growth with equity.  Pertumbuhan ekonomi harus berkesinambungan dan merata. Presiden juga acap melontarkan visi pembangunan ekonomi yang pro-growth, pro-job, pro-poor, and pro-environment. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif juga sering ditekankan oleh kepala negara.

"Dalam konteks ratifikasi FCTC, rencana menkes sama halnya mengingkari visi presiden," tegasnya.

Poempida memberikan solusi agar pemerintah Indonesia tetap membuat suatu aturan tersendiri yang bersifat nasional untuk mengendalikan tembakau. Dia mencontohkan, negara China dan Amerika Serikat yang membuat aturan sendiri mengenai pengendalian tembakau yang tidak merugikan perekonomian nasionalnya, tetapi juga dapat mengendalikan tembakau secara efektif.

"Indonesia perlu mengikuti Amerika Serikat yang tidak meratifkasi FCTC dan membuat aturan sendiri mengenai pengendalian tembakau serta tata niaganya," ucapnya.

Selain itu, lanjut Peompida, Indonesia dapat membuat langkah-langkah strategis dengan membuat aturan khusus yang mengatur tentang industri tembakau dalam negeri yang lebih menguntungkan industri dalam negeri.

"Dampak positif dari belum diratifikasinya FCTC oleh Indonesia dari segi ekonomi adalah pengembangan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia, terjaganya produksi tembakau dalam negeri, serta tetap terjaganya industri hasil tembakau dalam negeri," jelasnya.

Lebih lanjut dijelaskan Poempida, dari segi politik dalam negeri, tidak meratifikasi FCTC tidak bertentangan dengan konstitusi dan Undang-Undang.

"Dengan tidak meratifikasi FCTC, secara otomatis tidak menjadi anggota FCTC, sehingga tidak perlu terikat dengan hak dan kewajiban yang terdapat di dalam FCTC,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Kamar Dagang Industri (Kadin), Thomas Darmawan menegaskan, saat ini seluruh industri menolak ditandatanganinya FCTC karena akan berdampak negatif pada industri rokok.

"Industri rokok skala kecil dan besar menolak ratifikasi," tegasnya.

Dijelaskannya, FCTC sekarang ini lebih menekankan kepada pelarangan FCTC dan bukan pengendalian ataupun pembahasan lagi. Alhasil, semua industri kompak menolak dan meminta pemerintah membatalkan rencana ratifikasi.

"Mudah-mudahan mampu menjelaskan posisi industri," tutup Thomas. (Han/Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini