Sukses

Miris, Trotoar Rumah Sakit Jadi Tempat Tinggal Pasien Kanker

Warga India yang berkemah di lokasi itu hanya bermodalkan lembaran plastik warna-warni, yang disulam menjadi terpal.

Ternyata tak hanya trotoar seperti di jalan Tanah Abang yang beralih fungsi menjadi area dagang. Pemandangan serupa juga terlihat di Jalan Mumbai, India. Meski sama-sama beralih fungsi, namun trotoar di India bukan berdagang. Miris melihatnya, lahan trotoar yang terletak di depan rumah sakit (RS) di India digunakan untuk berkemah saat pasien menjalani perawatan kanker.

Seperti diwartakan News.com.au, Senin (19/8/2013), warga India yang berkemah di lokasi itu hanya bermodalkan lembaran plastik warna-warni, yang disulam menjadi terpal untuk melindungi tubuh mereka dari terik matahari dan derasnya hujan.

Rumah dadakan itu ditinggali oleh pasien-pasien penderita kanker yang tinggal di depan Tata Memorial Hospital. Ya, itulah bangsal tambahan bagi salah satu pusat pengobatan kanker terkemuka di India.

Setiap tahunnya, puluhan ribu penderita kanker memenuhi Tata Memorial Hospital. Kondisi tersebut terjadi karena adanya subsidi perawatan medis di rumah sakit itu. Sayangnya, kota tempat berdirinya Tata Memorial Hospital itu mempunyai harga sewa yang terlalu mahal, hingga memaksa pasien-pasien harus rela menetap di bangsal dadakan, yakni trotoar depan rumah sakit.

Perban dan masker yang biasa dipakai dokter ketika bedah menjadi tanda jelas, banyak orang yang sakit di sekitar trotoar itu.

Penderita kanker yang berkemah di depan RS itu biasanya menempati bangsal dadakan itu bersama keluarga mereka. Salah satunya adalah Leela, wanita berusia 55 tahun tengah menjalani pengobatan kanker payudara yang dideritanya.

Leela dan suaminya Suresh bukan asli Mumbai. Dulunya, mereka mempunyai rumah di negara bagian tengah India, Madhya Pradesh. Namun, Leela didiagnosa menderita kanker, Suresh memilih pindah. Sebab, perlu 12 jam dengan perjalanan kereta api untuk sampai di Mumbai. Dan, mereka harus menahan diri untuk menetap di jalan, meski hujan deras menjadi musuh mereka.

"Sebelum tinggal di trotoar, kami sudah pernah coba untuk menetap di sisi lain jalan. Tetapi polisi mengusir kami. Terpaksa kami pindah ke trotoar, karena bermalam di hotel itu mahal. Kami tak sanggup," kata suami Leela, Suresh Patidar.

"Ada tikus, nyamuk dan kotoran," kata pria yang berprofesi sebagai petani.

Pasien lainnya bernama Ponmuth Rajaram Haridas. Laki-laki muda berusia 22 tahun itu berkemah di luar rumah sakit pusat Tata selama 4 bulan bersama orangtuanya. Ia terpaksa tinggal di sana, menjual semua domba di pertenakan untuk membiayai perawatan penyakitnya, kanker darah.

Ponmuth berharap, bisa kembali ke desa mereka dalam 1 atau 2 bulan lagi, setelah ia menyelesaikan dua sesi kemoterapi. "Sejujurnya, atmosfernya sama sekali tak nyaman. Aku tak bisa tidur nyaman di sini. Rumah memang paling baik," ujarnya dari balik masker bedah untuk mencegah kuman masuk.

Kamar Murah Penuh

Pusat perawatan kanker, Tata Memorial Hospital dikelola oleh pemerintah sejak tahun 1941. Rumah sakit itu milik perusahaan keluarga Tata yang bersifat kemanusiaan. Gagasan itu muncul ketika ada salah seorang keluarga mereka yang meninggal karena penyakit kanker, meski sudah berobat mahal di Inggris.

"Kami ingin pasien-pasien yang tak mampu juga mendapatkan perawatan. Jadi rumah sakit ini dibangun," kata Jafri.

Memorial Hospital memang menawarkan kamar murah bahkan gratis di sekitar kota Mumbai, untuk pasien rawat yang tinggal di jalan karena tak mampu. Namun, kamar-kamar itu tak cukup menampung pasien-pasien yang semakin hari jumlahnya membludak.

Menurut Juru bicara rumah sakit, SH Jafri, beberapa rumah sakit India menawarkan berbagai perawatan kanker dan biaya murah dari rumah sakit Tata pusat.  Sebanyak 60 persen dari sekitar 500 ribu pasien setiap tahunnya yang disubsidi. Dan, 14 persen pengobatan pasien dinyatakan gratis.

"Kami memang punya kamar khusus, tetapi sudah tak bisa menampung lagi. Pasien-pasien terus bertambah. Lalu pasien-pasien pindah ke jalan atau trotoar. Mereka kurang mampu, dan banyak LSM yang memberi mereka makanan hingga pasien bisa menetap di sana," tutur Jafri.

LSM Bantu Pasien

Meski aksi penghematan telah dilakukan--tidur di jalan, banyak keluarga pasien yang masih harus menjual tanah atau ternak demi membiayai pengobatan mereka. Jeevan Jyot Cancer Relief and Care Trust, salah satu LSM yang angkat bicara mengenai kondisi sosial pasien kanker.

"Pasien yang hidup di jalanan adalah orang-orang yang berpenghasilan harian, dan hanya cukup untuk makan sehari-hari, sehingga mereka tidak punya tabungan jangka panjang. Jadi mereka menyimpan penghasilan minim mereka demi pengobatan. Hotel adalah pilihan yang buruk. Biasanya ada 150 sampai 200 orang yang berkemah di luar rumah sakit," kata pendiri LSM itu, HK Savla. Menurut Savla, biasanya LSM akan memberikan makan gratis bagi 600 pasien juga keluarganya yang kurang mampu 2 kali sehari.

Penertiban Pasien

Warga yang tinggal di dekat jalan itu memprotes. Salah satunya bernama Tondwalkar yang menyatakan, selain memblokir jalan, pasien-pasien itu juga makan di trotoar, juga menjadikan fasilitas umum itu sebagai toilet.

"Gaya hidup mereka sama sekali tidak higienis. Saya ingin jalan dibebaskan dari pasien-pasien itu. Lagipula rumah sakit bisa menjadi sasaran empuk untuk terorisme juga kriminalitas," kata pria itu.

Sementara itu, pihak kepolisian terdekat juga tidak setuju dengan padatnya pasien di trotoar.

"Kami telah menulis surat pada pemerintah kota Mumbai, agar mereka segera memindahkan pasien-pasien itu ke penginapan yang layak," ujar Inspektur Senior Sunil Tondwalkar.

Kanker

Menurut jurnal medis The Lancet tahun 2012 lalu, kebutuhan layanan murah dalam kesehatan biasanya hanya digalakan oleh negara-negara besar. Sebab, tercatat lebih dari 500 ribu orang meninggal karena kanker pada 2010.

Pankaj Chaturvedi, seorang profesor dan yang juga berprofesi sebagai ahli bedah kepala dan leher di rumah sakit Tata menyatakan, kanker itu seperti ‘kutukan’ bagi peningkatan hidup masyarakat India yang semakin makmur.

"Kanker payudara dan serviks yang paling umum menyerang kalangan wanita. Sementara, kanker paru-paru dan mulut adalah pembunuh terbesar bagi pria karena meluasnya penggunaan tembakau--terutama mengunyah tembakau--di seluruh negara," urai Pankaj. (Tnt/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.