Sukses

Modus Perusahaan untuk Penangguhan Upah Minimum

Para buruh diimbau waspada terhadap modus-modus perusahaan untuk menghindari menggaji karyawannya sesuai UMP.

Sekjen Federasi Buruh Lintasi Pabrik Dian Septi mengungkapkan banyaknya perusahaan yang mengajukan penangguhan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan naik 40% pada 2012. Para buruh pun diimbau waspada terhadap modus-modus perusahaan untuk menghindari menggaji karyawannya sesuai UMP.

Menurut Dian, banyak modus yang dilancarkan perusahaan menjelang proses penangguhan. Salah satunya yaitu pemutusan kontrak kerja hingga karyawannya hanya berjumlah di bawah 1.000 orang. Namun setelah penangguhan disetujui, mereka kembali dipanggil bekerja.

"Kedua, perusahaan juga menakut-nakuti bahwa banyak perusahaan yang gulung tikar. Padahal tidak ada satu pun investor angkat kaki dari KBN Cakung," ujar Dian di LBH Jakarta Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (18/8/2013).

Kemudian, lanjut Dian, modus lain dengan mengatakan kepada pekerja apabila gaji mereka dinaikkan sesuai UMP, perusahaan akan terancam bangkrut sehingga harus mem-PHK karyawan dalam jumlah yang besar.

Tidak hanya itu, perusahaan juga mencoba membuat para pekerja khawatir jika upah buruh naik, para investor akan hengkang dari daerah tersebut dan tidak lagi berinvestasi pada perusahaan.

"Tapi buktinya kemarin waktu upah naik jadi Rp 2,2 juta misalnya di DKI, perusahaan baik-baik saja. Sekarang yang ada justru semakin baik dan buktinya dibangun rumah sakit buruh. Nah, itu jadi bukti tidak ada penurunan investasi," jelas Dian.

Padahal, menurut dia, ketika KBN Cakung yang dikelola BUMN menaikkan harga sewa gedung untuk perusahaan hingga 30 persen, pemerintah tidak takut investor akan angkat kaki. Tetapi pemerintah dan perusahaan malah menggunakan alasan tingginya UMP dapat mengurangi investasi. Seharusnya, tambah Dian, para buruh yang notabene menyumbangkan keuntungan bagi negara diberikan kesejahteraan.

"Kalau kami memberikan keuntungan negara, maka berikan kami juga keuntungan. Rp 1,9 juta per bulan dibandingkan Rp 150 juta gaji para birokrat itu sangat tidak adil dan sama saja dengan penjajahan," tegas Dian. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini