Sukses

Manfaatkan Libur Lebaran ke Tempat Wisata Bersama Keluarga

Musim libur Lebaran dijadikan momentum bagi setiap keluarga untuk berkumpul, bersilaturahmi, serta berlibur bersama.

Musim libur Lebaran dijadikan momentum bagi setiap keluarga untuk berkumpul, bersilaturahmi, serta berlibur bersama. Di  Jakarta, sejumlah lokasi wisata seperti Pantai Ancol, Taman Margasatwa Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Kawasan Monas, Kawasan Kota Tua, dan bahkan pusat-pusat perbelanjaan agaknya telah menjadi lokasi kunjungan wajib warga Ibukota ketika libur Lebaran.

Antrean kendaraan yang mengular menuju lokasi wisata ataupun lonjakan jumlah pengunjung pun cenderung tidak diacuhkan para pengunjung demi pencapaian kegembiraan dan kebahagiaan libur keluarga.

Padahal, Jakarta masih mempunyai lokasi alternatif bagi warganya untuk menghabiskan musim libur Lebaran dengan kondisi yang jauh berbeda dibanding lokasi-lokasi wisata itu.

Salah satu lokasi wisata alternatif di Jakarta, yaitu Hutan Kota Srengseng yang terletak di Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Hutan Kota di bawah pengelolaan Dinas Kelautan dan Pertanian Pemprov DKI Jakarta itu mempunyai luas sekitar 15,3 hektare dan bersebelahan aliran Sungai Pesanggrahan.

Wisata Alternatif

Kodisi berbeda pada Hutan Kota Srengseng dari lokasi-lokasi wisata populer Jakarta merujuk pada 2 sisi, yakni kelebihan dan kekurangan. Kedua sisi itu merujuk potensi Hutan Kota itu untuk menjadi lokasi wisata alternatif unggulan. Kelebihan Hutan Kota Srengseng mempunyai kelebihan utama sebagai wisata alam yang menawarkan kesejukan di tengah-tengah kepadatan dan pencemaran udara Jakarta.

Hutan yang dibuat sejak 1993 itu, juga menawarkan lebih dari 144 jenis tanaman, seperti kayu manis, tanjung, pilang, bambu kuning, mahoni, asam ranji, jati lampung, dan dadap merah. Keberadaan danau beserta pulau kecil di area Hutan Kota Srengseng juga melengkapi rindang pepohonan dan kesegaran semilir angin yang melewati celah dedaunan.

Pengelola hutan kota juga menyediakan area pembibitan pohon, tanaman buah, dan tanaman hias kawasan depan hutan berdekatan kantor pengelola. Penataan jalur pejalan kaki di area hutan, tempat parkir, warung-warung makan, dan area bermain anak di area depan hutan memantapkan kelebihan yang masih menjadi potensi hutan buatan itu.

"Di sini lebih dekat dari rumah dan karena bisa langsung masuk (tanpa bayar)," kata Febri (14), salah satu pengunjung Hutan Kota Srengseng, Jakarta, Jumat 9 Agustus 2013.

Hutan Kota Srengseng juga dihadapkan pada sejumlah kekurangan. Coretan dan reruntuhan sebagai tembok pembatas di sekeliling hutan kota seolah menandakan ketiadaan perawatan dan penjagaan dari pengelola. Sampah bekas makanan, botol plastik bekas minuman, puntung rokok di lantai hutan mengindikasikan ketidakpedulian para pengunjung meski pengelola menyediakan tempat sampah di sejumlah titik di area hutan.

Ketiadaan tambahan fasilitas rekreasi bagi pengunjung ketika libur Lebaran juga menyiratkan fungsi hutan kota hanya sebagai daerah resapan ataupun pusat pendidikan dan riset hayati, dan bukan lokasi wisata.

Lampu-lampu penerangan yang hanya berada di area depan dan ketiadaan pusat cenderamata atau penjual cenderamata, menambah
keyakinan hutan itu sekadar kawasan paru-paru kota. Febri mengatakan, Hutan Kota Srengseng juga sepi pengunjung pada siang hari saat libur Lebaran tahun sebelumnya.

"Sering jadi tempat pacaran di sini," kata Febri seraya menunjuk sejumlah pasangan muda-mudi yang berjalan di sekitar area hutan.

Senada dengan Febri, penjaga keamanan Hutan Kota Srengseng, Jumadi, mengatakan, jumlah pengunjung yang minim di Hutan Kota Srengseng saat libur Lebaran karena kawasan itu lebih dikenal masyarakat Jakarta sebagai lokasi belajar para pelajar dan kawasan resapan.

"Dari mulai (bulan) puasa hingga seminggu setelah Lebaran sepi pengunjung. Ramai (kunjungan) lagi setelah anak-anak sekolah sudah mulai masuk," ujar Jumadi yang bertugas sendiri pada hari kedua Lebaran.

Kesan Liar

Kesan tidak terawat serta fasilitas rekreasi minim di hutan yang dibuat dengan sistem gali uruk sampah dan tanah itu diakui Jumadi.

"Memang sengaja dibiarkan liar karena sesuai namanya, hutan, dan bukan taman. Kalau ditata selayaknya taman, fungsi hutannya akan hilang," terang Jumadi.

Jumadi menuturkan, Hutan Kota Srengseng berbeda dengan Kebun Binatang Ragunan yang sengaja memelihara satwa sebagai daya tarik pengunjung. "Di sini tidak ada binatang yang dipelihara. Tapi, kalau binatang liar seperti burung liar, bajing, ular, atau biawak memang sering kelihatan," jelasnya.

Harapan pengunjung lain, Agus Setiawan (16), berharap pengelola menyediakan tambahan sarana rekreasi agar semakin banyak pengunjung ke Hutan Kota Srengseng. "Tidak ada air di musala dan di toilet. Kami harus keluar dari Hutan Srengseng untuk mencari toilet," kata Agus.

Selain ketersediaan air bersih, Agus berharap pengelola memberi peringatan awal bagi pengujung yang akan masuk hutan seperti pengenaan pakaian panjang.

"Di sini banyak nyamuk, ya namanya juga hutan. Tapi kalau ada peringatan setidaknya kami bisa antisipasi," ucap Agus.

Lokasi hutan yang bersebelahan Sungai Pesanggrahan serta danau buatan membuat warga sekitar Hutan Kota Srengseng tertarik untuk memancing ikan. Sejumlah orang tampak sibuk dengan kail dan umpan di pinggir danau dan saluran air penghubung danau ke Sungai Pesanggrahan.

Kebiasaan warga sekitar untuk memancing ikan di area hutan itu dapat dimanfaatkan pengelola, misalnya dengan menyelenggarakan lomba memancing saat libur Lebaran. Saat warga Jakarta dan sekitarnya terus menjamah lokasi-lokasi wisata yang itu-itu saja, Hutan Kota Srengseng bagaikan lokasi wisata 'perawan' yang hampir-hampir suci tanpa jejak kunjungan.

Sementara, berbagai potensi masih terus menunggu untuk digarap lebih lanjut agar 'sang perawan' menjelma 'bidadari' wisata alternatif milik Jakarta. (Ant/Frd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini