Sukses

Din: Pemerintah Harus Aktif Bantu Mesir, Tak Cukup di Twitter

Ormas Islam di Indonesia menyebut pembantai pendukung Mohammed Morsi sebagai 'Teroris Militer'.

Pimpinan Islam dan Organisasi Masyarakat Islam di Indonesia bersatu dan berkumpul untuk menyatakan sikap, mengecam keras perilaku militer yang menembaki pendukung presiden terguling Mohammed Morsi di wilayah masjid Rabaa Al-dawiya pada 26 Juli. Para tokoh Islam Indonesia itu menyebut tindakan tersebut sebagai 'Teroris Militer'.

"Terkait pembantaian pendukung Presiden Morsi, banyak sekali yang jadi korban. 100 Ulama dihabisi di sekitar masjid, juga yang luka-luka. Ironi luar biasa. Dan kami mengecam keras tindakan militer tersebut. Aksi brutal itu kami beri nama 'Teroris Militer Mesir'," kata Ketua PP Muhammaddiyah Din Syamsuddin di Jakarta, Senin (29/7/2013).

Menurut Din, semua ormas Islam di Indonesia mengimbau pemerintah berperan aktif dan tegas terhadap masalah Mesir. Ormas Islam di Indonesia menyarankan agar pemerintah merangkul organisasi-organisasi seperti OKI, Liga Arab, atau Dewan Keamanan PBB, untuk mengatasi masalah keamanan dan HAM.

"Penmerintah harus aktif. Tidak hanya mengatakan di Twitter saja atau sekadar pembicaraan oleh Jubir Kemenlu, tetapi langsung minta kerja sama dengan negara Liga Arab. OKI atau Dewan Keamanan PBB untuk menghilangkan konflik berdarah di Mesir," ujar Din yang mengenakan batik berwarna biru.

Din menambahkan, Indonesia punya utang sejarah dengan Mesir. Jadi selayaknya, pemerintah Indonesia wajib memberikan dukungan moril kepada pemerintahan Morsi dan juga pendukungnya.

"Kita utang sejarah dengan Mesir. Ingat, negara timur tengah pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia adalah Mesir, jadi saya rasa wajib kita memberikan dukungan moril. Kita dengan Mesir itu punya kedekatan emosional yang dalam," pungkas Din. (Eks/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini