Sukses

6 `Musuh` Ahok di DKI Jakarta

Pedas! Begitulah Basuki Tjahaja Purnama dan segala celotehannya dikenal masyarakat.

Pedas! Begitulah Basuki Tjahaja Purnama dan segala celotehannya dikenal masyarakat. Pria yang akrab disapa Ahok ini memang garang dan tegas pada mereka yang dinilai melanggar aturan. Gara-gara ketegasannya ini, banyak pihak yang tersinggung. Mereka yang terpancing berubah menjadi musuh.

Pantauan Liputan6.com, Minggu (28/7/2013), setidaknya tercatat ada 6 'musuh' Ahok selama Wakil Gubernur DKI Jakarta ini menduduki kursinya. Berikut daftarnya:

1. Warga Waduk Pluit

Membandelnya warga Waduk Pluit, Jakarta Utara yang tak mau dipindahkan dari bantaran waduk seluas 80 hektar itu sempat membuat Pemprov DKI pusing. Padahal waduk itu akan dinormalisasi demi program pencegahan banjir di Ibukota.

Ahok yang 'gemas' pada warga pun tak tahan untuk mengeluarkan komentar pedasnya. "Kalau merebut lahan negara, itu namanya otak orang komunis. Itu ingetin kita ke cerita komunis yang merampok tanah orang. Kita harus tegas," cetus Ahok 11 Mei 2013 lalu.

Kata komunis ini pun ditanggapi serius warga Waduk Pluit. Padahal ucapan komunis oleh Ahok itu tak ditujukan untuk warga. Kata komunis dimaksudkan bagi mereka, para pengusaha yang menyewakan tanah negara di Waduk Pluit. Mereka-lah yang diduga berada di balik aksi warga.

2. Komnas HAM

Episode normalisasi Waduk Pluit berlanjut pada pengaduan warga ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Warga yang terancam tergusur ini menuding Pemprov DKI Jakarta sebagai pelanggar HAM.

Upaya normalisasi ini pun bertambah pelik menyusul pembelaan Komnas HAM pada warga. Di sinilah emosi Ahok kembali diuji. Berkali-kali disebut pelanggar HAM, mantan Bupati Belitung Timur itu pun berang. Justru Komnas HAM-lah yang dinilainya tak tepat sasaran.

Dari sinilah Ahok bersama Gubernur DKI Jakarta akhirnya mengungkap keberadaan preman-preman di belakang warga Waduk Pluit. Para preman ini tak terima lahan yang selama ini mereka kuasai digusur oleh Pemprov DKI. Padahal tanah itu tanah negara.

"Komnas HAM yang terhormat. Mesti ditinjau ulang tuh pengertiannya Komnas HAM. Perlu saya kasih kuliah umum mereka soal HAM itu apa? Ya, saya jelasin HAM itu apa gitu lho. Kalau ini (bendungan atau pintu air) roboh, apa komentar orang terhadap Pak Gubernur dan saya? Mereka akan mengatakan kami membiarkan orang mati kan? Ini melanggar HAM!" serang Ahok 16 Mei 2013 lalu.

"Komnas HAM mau bela ini? Bela orang seperti ini? Nggak heran bisa berebut mobil Camry itu Komnas HAM. Tulis baik-baik itu! Nggak heran saya sama anggota Komnas HAM, kalau nggak ngerti HAM. Karena mobil Camry aja bisa berebut. Suruh naik Transjakarta aja," ucapnya.

3. Warga Fatmawati

Warga Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, hingga kini masih menolak pembangunan proyek Mass Rapid Transit (MRT) dengan sistem layang. Mereka menganggap Jokowi-Ahok mengingkari janji kampanyenya yang mengatakan akan membangun MRT Subway (bawah tanah). Warga bahkan membuat video sindiran di YouTube.

Menanggapi keluhan warga, Ahok pun memberikan penjelasannya. Perubahan kebijakan ini diambil setelah pihaknya menerima hasil kajian yang menyatakan jika MRT layang lebih hemat biaya daripada MRT subway.

Masih tak terima dengan alasan Ahok, seorang warga Fatmawati, Lieus Sungkharisma, pun melaporkan pria berkacamata itu ke Polda Metro Jaya karena mengingkari janji kampanye.

Namun, Ahok yang tetap teguh dengan pendiriannya pun menegaskan kepada warga yang tak setuju untuk menarik dukungan terhadapnya dan Jokowi. Dia mempersilakan warga Fatmawati agar tak memilihnya dan Jokowi pada Pilkada DKI 2017 mendatang.

"Saya pilih, dia (warga Fatmawati) tidak pilih saya lagi asal proyek MRT jalan. Jadi tantangan saya sama mereka, jangan pilih saya lagi. Ingat baik-baik! Kita sudah putuskan dengan Pak Gubernur, sekalipun seluruh Jakarta tidak mau pilih kami kembali 2017, transportasi makro harus jalan di DKI, apapun risikonya," ujar Ahok 18 Juli 2013 lalu.

4. PKL Tanah Abang

Pemrov DKI Jakarta menertibkan para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di badan jalan di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Bagi PKL yang memiliki KTP DKI, Pemprov DKI menyediakan gedung Blok G Pasar Tanah Abang secara gratis.

Namun para PKL menolak. Mereka berkilah, gedung Blok G tak layak pakai. Ngeyel, mereka tetap berjualan di sudut jalan terlarang itu. Pemprov DKI pun tegas. Tengah malam, petugas membersihkan lapak-lapak PKL. Pembersihan dilakukan bertahap.

Tak terima dengan penggusuran ini, PKL pun berontak. Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APLKLI) bahkan mengancam akan mensomasi Ahok. Melihat penolakan para pedagang yang begitu keras, hingga melibatkan preman-preman, Ahok pun berniat mengambil langkah tegas yaitu dengan mempidanakan PKL yang 'Ngeyel'.

"Kami akan tertibkan gimana pun caranya. Sekarang kami kan persuasif, sudah sosialisasi terus. Kalau ngeyel ya kami penjarakan," ujar Ahok 16 Juli lalu.

5. LSM Fitra

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) merilis data dana operasional blusukan Gubernur Jokowi dan Wagub Ahok. Dalam rilis itu disebut Jokowi-Ahok menghabiskan dana senilai Rp 26,6 miliar per tahun.

Menanggapi hal itu, Ahok mengaku dana operasional blusukannya resmi, sesuai dengan PP nomor 109/2000 tentang Biaya Penunjang Operasional (BPO) Kepala Daerah. Dia pun menilai ada muatan politik di balik rilis Fitra ini menyusul naiknya elektabilitas Jokowi sebagai capres pada berbagai hasil survei.

"Anda cuma 2 pilihan Fitra. Bagi saya, Anda bermain politik atau Anda ini yang ngomong agak bodoh," kata Ahok 25 Juli lalu.

Fitra lalu menampik anggapan Ahok tersebut. Mereka menyebut, dalam AD/ART lembaganya disebutkan adanya pelarangan melakukan tindakan yang mengandung politik.

6. DPRD DKI Jakarta

Baru-baru ini Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Lulung Lunggana mengecam pernyataan Ahok yang ia duga menyudutkan para anggota dewan. Ketika itu, Ahok menyatakan akan memecat oknum pegawai negeri sipil (PNS) yang bermain dalam kisruh PKL Tanah Abang. Namun, bila di antaranya ada beberapa anggota DPRD yang terlibat, Ahok menyerahkannya pada warga Jakarta, karena mereka dipilih oleh rakyat.

"Kalau DPRD ya rakyat yang mecat, kalau ada pun dia nggak mungkin keluar, malu dong," kata Ahok.

Tersinggung dengan pernyataan itu, Lulung pun menyarankan agar mantan bupati Belitung Timur itu melakukan pemeriksaan kesehatan jiwa. Kalimat-kalimat yang dilontarkan Ahok dinilai sembarangan.

"Ahok bilang, ada oknum DPRD bermain di Tanah Abang, sekarang saya bilang, saya jawab nih, Wakil Gubernur harus diperiksa kesehatan jiwanya. Karena selama ini ngomongnya selalu sembarangan," ujar Lulung 25 Juli lalu. (Ndy)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.