Sukses

Rusuh dan Kudeta Renggut Kebahagiaan Ramadan Rakyat Mesir

Kerusuhan besar kudeta Presiden Morsi membuat sejumlah warga Mesir kehilangan momentum bahagia pada bulan Ramadan.

Kerusuhan besar yang berujung pada penggulingan Presiden Mesir Mohammed Morsi telah membuat sejumlah warga Mesir kehilangan momentum bahagia pada bulan Ramadan. Ada yang kehilangan kerabat, tetangga, juga suasana penuh hiasan lentera yang biasanya memeriahkan bulan puasa.

Seperti yang dialami Ayah Alaa. Kebahagian Ramadan perempuan 20-an tahun ini nyaris sirna saat memikirkan kematian 2 tetangganya dalam bentrokan antara penentang dan pendukung Morsi.

"Keluarga saya berencana memajang hiasan warna-warni di jalan. Juga lentera besar di depan rumah. Tapi (rusuh) 30 Juni dan kematian teman-teman kami merusak saat yang seharusnya menyenangkan seperti itu," ujar Alaa, dalam laporan khusus Xinhua, 9 Juli 2013.

Jutaan demonstran penentang Morsi pada 30 Juni mulai turun ke jalan guna menuntut penggulingan presiden tersebut. Mereka menilai Morsi telah membawa Mesir di jalan yang salah.

Dalam suasana yang biasanya diwarnai karnaval, negara Arab Afrika tersebut kini tenggelam di dalam ketegangan politik. "Jalan-jalan di permukiman mengibarkan bendera Mesir," ungkap Ayah Alaa.

Tak kurang dari 51 orang tewas dan lebih dari 450 orang lagi cedera dalam bentrokan pada Senin 8 Juli antara pasukan keamanan dan pendukung Morsi.

Meskipun militer menyatakan hanya membalas setelah diserang, peristiwa itu telah memicu kemarahan besar yang berikrar akan memulihkan keabsahan presiden tersebut melalui aksi duduk buka-tutup yang berlangsung terus.

Hanaa Ahmed, ibu rumah tangga berusia 55 tahun, mengatakan ia tak bisa merasakan bulan suci seperti masa lalu. Bentrokan membuat mereka tak bisa mempersiapkan diri untuk menyambut bulan suci tersebut 15 hari sebelum kedatangannya, seperti yang biasa mereka lakukan.

Rakyat Mesir dulu biasa memenuhi pasar sebelum bulan suci Ramadan untuk membeli pasokan seperti "kudapan Ramadan". Tapi para pedagang mengatakan usaha itu tidak menguntungkan sekarang.

"Angka penjualan merosot dibandingkan dengan masa sebelum 30 Juni," ujar Amro Quotb, seorang pedagang "kudapan Ramadan".

Sekalipun pernah mengalami krisis buruh pada masa lalu, saat itu rakyat Mesir masih bisa membeli makanan Ramadan, tapi sekarang orang takut keluar rumah atau berjalan-jalan di jalan, kata Quotb --yang berusia 40 tahun atau lebih.

Seorang akuntan berusia 30 tahun, Rehab Mohamed biasanya mengadakan jamuan buat keluarga dan temannya selama Ramadan. Namun kini ia tidak bisa melakukan itu lagi. Sebab, "pasar swalayan nyaris kosong".

"Salat berjamaah bersama teman kami di masjid besar adalah momen Ramadan paling penting. Tapi saya takut saya tak bisa pergi ke masjid tahun ini karena khawatir terhadap kerusuhan," ujar warga lain.

Demonstran anti-dan pro-Moursi menggunakan masjid sebagai mimbar untuk menyampaikan pidato, yang dengan mudah dapat memicu bentrokan lisan lalu kerusuhan, tambahnya.

Selama Ramadan, jamuan dan tenda yang menawarkan makanan cepat-saji buat orang miskin dan orang yang lewat dapat dilihat di sepanjang jalan setiap tahun.

Namun kegiatan yang biasa diselenggarakan kelompok Ikhwanul Muslimin, yang biasanya menawarkan komoditas seperti pasta, nasi, gula dengan harga murah, kini telah sirna.

"Kami tergantung dengan jamuan semacam itu untuk memperoleh makanan selama Ramadan," kata Mahmoud Ali, seorang penjaga pintu yang berusia 70-an tahun. "Hidup menjadi sangat mahal dan jamuan semacam itu menjadi semacam penyelamat buat orang yang lapar." (Riz/Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Ramadan adalah bulan suci umat Islam yang dirayakan dengan cara melaksanakan puasa selama satu bulan penuh.
    Ramadan adalah bulan suci umat Islam yang dirayakan dengan cara melaksanakan puasa selama satu bulan penuh.

    Ramadan

  • Mesir