Sukses

LP Cebongan Diserbu, Kapolda DIY Dinilai Paling Bertanggung Jawab

Brigjen Sabar Raharjo dinilai tidak menjelaskan kasus yang menjerat 4 tersangka yang dititipkan ke LP Sleman.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai Brigjen Sabar Raharjo sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, yang dilakukan oleh anggota Kopassus. Mantan Kapolda DIY itu dinilai lalai karena menitipkan 4 tersangka pembunuhan anggota Kopassus ke Lapas Sleman.

"Saat menyerahkan 4 tahanan titipan ini, Kapolda tidak menjelaskan secara transparan kalau 4 tahan ini tersangkut pembunuhan Sertu Heru Santosa kepada pihak Lapas Kelas II," jelas Komisioner Komnas HAM Nur Kholis di kantornya, Jakarta, Rabu (19/6/2013).

Menurut Nur Kholis, Polda DIY yang saat itu dipimpin oleh Sabar Raharjo diduga mengabaikan keselamatan 4 tersangka kasus pembunuhan di Hugo's Cafe itu. Sebab, setelah menitipkan mereka ke Lapas Sleman, Polda tidak memberikan tambahan pengamanan.

"Sebelumnya itu dikawal pasukan Brimob bersenjata. Nah setelah dititipkan tanpa adanya pengawalan ketat. Itu kan mengabaikan namanya," ujarnya.

Selain itu, Komnas HAM menyoroti lemahnya koordinasi pimpinan Kopasus Grup II Kandang Menjangan Kartasura yang lemah dalam mengawasi prajurit serta penggunaan senjata.

"Menurut kami itu koordinasi pimpinan dangan anggotanya lemah. Pengawasannya maksud kami. Masa prajuritnya bisa pergi dengan membawa senjata tanpa sepengatahuan pimpinan," kata Nur Kholis.

Sebelumnya, Brigjen Sabar menolak dituding lalai dan tidak mampu mengamankan wilayahnya. Dia mengatakan, yang berhak memberikan penilaian itu hanyalah atasannya. "Dinilai lalai atau tidak, itu bukan saya yang menilai, atasan saya yang menilai," tutur Sabar di Jakarta, Senin 8 April.

Temuan Komnas HAM

Sementara, Ketua Tim penyelidikan Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan, eksekusi 4 tersangka pembunuh Sertu heru itu diduga dilakukan dalam kondisi terang. Ruang tahanan berukuran 8X5 meter itu dilengkapi dengan lampu. "Setidaknya, terdapat dua buah lampu merek DOP 8 watt, jadi tidak remang-remang," ungkap Siti.

Anggota Kopassus menggunakan senjata laras panjang berjenis AK 47 serta SS-1. Selain itu juga menggunakan pistol jenis FN 5.7 dan juga granat. "Karena dari hasil penyelidikan dan temuan fakta Komnas HAM, kita menemukan 22 proyektil dan 31 selongsong peluru. Dan 1 selonsong diserahkan ke Polda DIY," jelasnya.

Serangan itu, kata Siti, juga dilakukan secara terencana. Hal itu terlihat dari jumlah senjata dan perlengkap yang digunakan serta adanya surat berkop Polda DIY.

"Pembagian tugasnya pun jelas. Ada yang bertindak sebagai Komandan, Eksekutor, Time Keeper, penjaga pintu utama, penjemput KPLP, perusak dan perampasan CCTV, perusak gudang senjata dan juga pengamat situasi sekitar Lapas," jelasnya.

Selain itu, target operasi juga sudah ditentukan oleh 3 anggota Kopassus yang berangkat dari lokasi pelatihan Kopassus dengan beberapa orang yang berangkat dari Markas Grup II Kopassus.

"Nah untuk koordinasi itu, seperti yang telah kita selidiki. Itu dilakukan 3 orang pelaku yang berangkat dari pelatihan TNI di lereng Gunung Lawu dengan pelaku yang berangkat langsung markas Kopassus Grup II ke Lapas kelas II Cebongan," tegasnya.

Dalam perjalanannya menuju Lapas kelas II Cebongan, para anggota Kopassus itu menggunakan mobi dengan perlengkapan yang tidak terdeteksi. "Mereka menuju lapas kelas II Cebongan itu menggunakan Mobil Toyota Avanza serta menggunakan sebo, kaos tangan, rompi, HT, serta senjata laras panjang dan pendek," ujar Siti. (Eks/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.