Sukses

Martinus Pata: Saya Ditampar, Disundut Rokok, Diancam Cabut Kuku

Mereka dipaksa mengakui perbuatan membunuh Andarias Pandin dan Martina La'biran. Pemaksaan itu dilakukan dengan penganiayaan.

Martinus Pata, anak dari Ruben Pata Sambo, sudah dibebaskan dari tuduhan pembunuhan sejak 2012. Tetapi sang ayah, tinggal menunggu eksekusi mati. Keduanya diduga merupakan korban salah tangkap. Mereka dipaksa mengakui perbuatan membunuh Andarias Pandin dan Martina La'biran. Pemaksaan itu dilakukan dengan penganiayaan.

"Saya dibawa ke ruangan. Mata saya ditampar sampai bengkak. Di dalam sel juga. Siang, malam disundut rokok, dilukai, diancam mau dicabut kuku," kata Martinus Pata memberikan keterangan di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2013).

"Saya tegaskan apa yang saya alami sangat mengerikan."

Pihak Polres Tana Toraja, Makasar, Sulawesi Selatan sudah membantah melakukan penganiayaan terhadap Martinus Pata selama mendekam di penjara. Namun, Martinus memberikan bukti bahwa polisi benar melakukan penganiayaan.

"Disiksa masuk ke dalam Polres. Saya dipaksa mengakui sebagai sopir yang membawa Ruben untuk membunuh," jelasnya. Martinus mengaku dipaksa untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.

"Seorang polisi memberi tanda kepada rekannya untuk bawa saya ke lorong. Saya dipukuli di sana."

Martinus pun menyebut nama seorang penyidik yang kerap melakukan penyiksaan. "Yang memukul saya penyidik, Pak Supriyadi," ungkapnya. Martinus berharap, pihak kepolisian dan penyidik mempercepat proses pengusutan ini. Agar semuanya bisa jelas dan kebenaran akan terungkap.

Diduga Salah Tangkap

Kasus salah vonis itu terkuak saat pelaku pembuhuhan sebenarnya tertangkap pada 30 November 2006. Mereka ialah Agustinus Sambo, Yulianus Maraya, Juni, dan Petrus Ta'dan. Keempatnya telah membuat pernyataan khusus yang menyatakan Ruben Pata Sambo dan Markus Pata Sambo, beserta Martinus tidak bersalah. Pelaku sebenarnya menyebut mereka bertigalah sang pembunuh. Namun, Ruben dan Markus tetap saja dijatuhi hukuman mati.

Keduanya dijatuhi vonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Makale Tana Toraja pada tahun 2006. Upaya hukum telah dilakukan bahkan sampai ke tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. Namun, hasilnya MA menolak PK tersebut.

"PK yang diajukan ditolak oleh Hakim Agung M Hatta Ali, Dirwoto, dan Djafri Djamal. Alasannya novum atau bukti yang dihadirkan bukan bukti baru atau sudah pernah dihadirkan pada persidangan," kata Koordinator Eksekutif Nasional Kontras, Haris Azhar pekan lalu. (Ism/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.