liputan6
News
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/50745/original/tolak-bbm-iluts130616c.jpg)
Menjelang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), satu per satu lapisan masyarakat bereaksi. Mereka mengancam untuk menurunkan massa secara besar-besaran. Setelah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kini giliran Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) mengeluarkan ancaman sejenis.
"KNPI secara tegas menolak kenaikan BBM. Kami pun akan menurunkan masa untuk aksi penolakan kenaikan BBM tersebut, bersama masa lainnya," kata Ketua Umum KNPI Akbar Zulfakar di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (16/6/2013).
Akbar mengintruksikan ke seluruh jajaran KNPI di daerah untuk menyikapi persoalan ini. Menurutnya, para anggota KNPI diminta hati-hati betul terhadap kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM.
Akbar menilai, kenaikan harga BBM merupakan akal-akalan atas dua kebijakan sebagai ongkos dari kesalahan yang dilakukan pemerintahan SBY. Dua kebijakan yang salah itu, yakni kesalahan anggaran dan kebijakan energi polusi.
"Sehingga membayar dengan BBM. Persoalan BBM, hampir tiap tahun ada sisa anggaran 10 persen, mungkin kalau sekarang Rp 10 trilliun. Selain itu Pemerintah gagal dalam mengoptimalisasikan pajak. Sehingga BBM menjadi pembayaran, ini tidak fair dan ini kebohongan," pungkas Akbar. (Ndy/Ism)
"KNPI secara tegas menolak kenaikan BBM. Kami pun akan menurunkan masa untuk aksi penolakan kenaikan BBM tersebut, bersama masa lainnya," kata Ketua Umum KNPI Akbar Zulfakar di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (16/6/2013).
Akbar mengintruksikan ke seluruh jajaran KNPI di daerah untuk menyikapi persoalan ini. Menurutnya, para anggota KNPI diminta hati-hati betul terhadap kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM.
Akbar menilai, kenaikan harga BBM merupakan akal-akalan atas dua kebijakan sebagai ongkos dari kesalahan yang dilakukan pemerintahan SBY. Dua kebijakan yang salah itu, yakni kesalahan anggaran dan kebijakan energi polusi.
"Sehingga membayar dengan BBM. Persoalan BBM, hampir tiap tahun ada sisa anggaran 10 persen, mungkin kalau sekarang Rp 10 trilliun. Selain itu Pemerintah gagal dalam mengoptimalisasikan pajak. Sehingga BBM menjadi pembayaran, ini tidak fair dan ini kebohongan," pungkas Akbar. (Ndy/Ism)
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.