Sukses

Manai Sophiaan Menghadap Ilahi

Manai Sophiaan meninggal dunia setelah sempat dirawat di RS Pusat Pertamina Jakarta lantaran sesak napas. Jenazah Manai (88) akan dikebumikan di TPU Tanah Kusir.

Liputan6.com, Jakarta: Mantan Duta Besar RI di Rusia, Manai Sophiaan mengembuskan napas terakhir, Jumat (29/8) sekitar pukul 21.30 WIB, setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta lantaran sesak napas. Tokoh yang dikenal dekat dengan mendiang Presiden Soekarno ini dibawa ke RS Pusat Pertamina Jakarta setelah pada Kamis silam sempat tak sadarkan diri. Rencananya, jenazah yang meninggal dalam usia 88 tahun ini akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan, hari ini sekitar pukul 13.00 WIB.

Menurut anaknya yang artis dan politikus, Sophan Sophiaan, kondisi ayahnya memang kian menurun sejak kematian ibunya, Moenasiah Paiso pada 2002. Bahkan, sebelumnya anggota Petisi 50 juga sudah mengidap penyakit parkinson. Dari istrinya, Manai meninggalkan putra enam orang dan 18 cucu.

Berdasarkan pemantauan SCTV, sejumlah tokoh politik hadir di rumah duka di Kompleks Departemen Kesehatan di Jalan Taman Wijaya Kusuma 4 No. 35 A, Jaksel. Di antaranya para tokoh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arifin Panigoro, Sukowaluyo, dan Didi Suprianto. Selain itu, sejumlah kalangan artis juga turut melayat. Maklum, seorang anak Manai yakni Sophan Sophiaan bersama istrinya, Widyawati adalah bintang film.

Semasa hidupnya, Manai dikenal sebagai penulis buku tentang sisi lain Supersemar berjudul Kehormatan bagi yang Berhak. Pria yang lahir di Takalar, Makassar, 5 September 1915 ini memulai karirnya sebagai guru. Profesi ini berbeda dengan ayahnya yang kala itu bekerja sebagai polisi. Setamat MULO di Makassar, (1934). Manai pergi ke Yogyakarta untuk belajar di Taman Guru Taman Siswa. Di tempat ini pula Manai mengabdikan dirinya sebagai guru, 1937-1941.

Namun, pada 1942 Manai beralih profesi menjadi wartawan. Dia kemudian menjadi Pemimpin Redaksi Pewarta Selebes hingga 1945. Dalam dunia pers, Manai juga sempat menjadi Pemred Suluh Indonesia (1954-1959) dan Pemimpin Redaksi Suluh Marhaen (1968-1972).

Karir politik pria berkumis ini diawali ketika aktif menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), 1946-1950. Pada akhir penjajahan Belanda hingga pendudukan Jepang, Manai tercatat sebagai Wakil Ketua Partai Indonesia Raya (Parindra) di Makassar. Kemudian Manai juga sempat menjadi Sekretaris Jenderal Partai Nasional Indonesia. Pada 1950-1955 Manai menjadi anggota DPR Sementara. Dalam masa itulah, tepatnya 1952, namanya mencuat lewat Mosi Manai Sophiaan. Saat itu, Manai menuntut reorganisasi dalam Angkatan Perang RI dan dihentikannya Misi Militer Belanda.

Pada tahun 1956-1959, ia terpilih sebagai anggota DPR hasil Pemilu 1955. Selanjutnya, ia menjadi anggota DPRS Gotong Royong (1959-1971). Kemudian dia ditunjuk sebagai Duta Besar RI untuk Moskow (1963-1967).(ORS/Vivi Waluyo dan Yuli Sasmito)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini