Sukses

AS Sebut Pilpres Iran Tak Demokratis, Khamenei: Masa Bodoh!

Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei geram atas kecaman AS.

Amerika Serikat berkoar atas diselenggarakannya Pemilihan Presiden (Pilpres) Iran. Bagi 'Negara Barat' ini, Pilpres Iran diselenggarakan dengan cara yang tidak demokratis.

"Jumlah kandidat presiden telah dikurangi menjadi sedikit, hanya 6 orang. Kami menyatakan, dengan standar internasional, pemilihan ini tidak demokratis, bebas, tidak adil atau tidak transparan," kata Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki, seperti dilansir News.com.au, Jumat (14/6/2013).

Menanggapi pernyataan itu, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pun geram. Ia mengecam balik sikap AS tersebut.

"Masa bodoh dengan kalian yang tidak menyetujui dengan penyelenggaraan pemilu itu," cetus Khamenei.

"Rakyat Iran akan melakukan apapun keinginan mereka," sambung dia.

Menurut Jubir Menlu AS Jen Psaki, alasan kenapa negaranya menyebut Pilpres Iran tak demokratis karena para kandidat dipilih oleh Dewan Wali yang tak berhak memutuskan hal tersebut.

"Para kandidat dipilih oleh Dewan Wali, badan yang tidak dipilih dan tidak bertanggung jawab. Meskipun demikian, rakyat Iran akan membuat pilihan mereka di antara pilihan-pilihan kecil yang mereka miliki," papar Jen.

6 Capres Bersaing

Ada 6 capres yang bersaing dalam Pilpres Iran. Mereka terdiri atas 5 kandidat dari kelompok konservatif, yakni  ketua perundingan nuklir  Saeed Jalili, Walikota Teheran Mohammad Baqer Qalibaf, mantan Menteri Luar Negeri  Ali Akbar Velayati, Mohsen Rezaei, dan Mohammad Gharazi.

Sementara 1 kandidat lainnya, yakni Hassan Rouhani. Dia berasal dari kubu moderat yang mendapat dukungan dari kelompok reformis. Pengamat menilai Hassan akan unggul apabila pemilu digelar hingga putaran kedua.

Sementara, hasil jajak pendapat menyebut, kandidat konservatif yang bakal unggul adalah Ali Akbar Velayati, Mohammad Baqer Qalibaf dan Saeed Jalili.

Isu-isu yang menjadi fokus utama Pilpres Iran ini adalah sanksi-sanksi internasional yang diberlakukan terhadap Iran agar menghentikan pengayaan uranium yang memicu krisis ekonomi yang parah. (Riz/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.