Sukses

Cerita Dahlan Iskan Tak `Peralat` Media Miliknya untuk Berpolitik

Pemilik media bisa menggunakan korannya untuk apa saja. Termasuk berkampanye. Pada televisi, berbeda.

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengisahkan keterlibatan dirinya dalam jurnalistik dan politik. Syahdan, beberapa tahun lalu, ia pernah diminta menjadi gubernur Jawa Timur, menggantikan Imam Utomo. Ia menolak.

"Saya tidak mau. Saya bisa membayangkan betapa sulitnya posisi wartawan Jawa Pos dan grupnya karena saya masih aktif," kata Dahlan dalam presentasinya pada sesi "Media Massa dan Cita-cita Baru Indonesia" dalam Pertemuan Puncak Pemimpin Redaksi, Kamis (13/6/2013), di Nusa Dua, Bali.

Kemudian, ia dinyatakan sakit. Terkena kanker hati. Ia pun mundur dari Jawa Pos. "Saat itu, saya tidak ingin jadi apa-apa lagi. Saya hanya ingin jadi guru jurnalistik, menulis buku, dan membangun pesantren," ujar Dahlan.

Tapi, situasi berubah. Ia ditawari menjadi Direktur PLN, lalu didapuk menjadi Menteri BUMN. Dahlan mengatakan, "Saat itu saya sudah bukan apa-apa lagi di Jawa Pos. Bukan pemimpin redaksi, bukan direksi, bukan pula komisaris. Saya hanya pemilik."

"Saya menerima tantangan itu untuk membuktikan bahwa wartawan bukan cuma bisa mengkritik," ucap Dahlan.

Saat itu, ia baru mulai bersedia diwawancarai JTV, stasiun televisi milik Jawa Pos Grup. "Buat saya, koran dan televisi berbeda," tegas pria yang gemar mengenakan sepatu kets tersebut.

Menurut dia, pemilik media bisa menggunakan korannya untuk apa saja. Termasuk berkampanye. Cuma, biasanya, koran yang 'dipakai' pemiliknya tidak laku.

Di sisi lain, Dahlan menyatakan, "Televisi berbeda. Frekuensi milik publik. Tidak boleh dipakai pemilik untuk kepentingannya sendiri. Makanya, saat sudah bukan siapa-siapa lagi di Jawa Pos, saya mau diwawancarai JTV." (Yus/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini