Sukses

Majalah Inggris Sorot Peluang Jokowi Nyapres, Sebut Ahok Ahoy!

Jokowi 'memesona' internasional. Kali ini majalah Inggris The Economist mencermati peluangnya jadi capres. Ahok pun tak luput dari sorotan.

Untuk keempat kalinya, sosok Jokowi menjadi perhatian publik internasional. Dia kembali masuk dalam pemberitaan sejumlah media asing. Setelah portal berita Inggris BBC, Harian Malaysia The Malay Mail, dan media Australia The Australian, kini giliran majalah bisnis Inggris The Economist.

Dalam berita bertajuk 'Mr Joko goes to Jakarta', The Economist memaparkan bagaimana sosok dan sepak terjang Jokowi, serta peluangnya melangkah sebagai calon presiden (capres) dalam Pilpres 2014.

Media tersebut juga menjelaskan sosok presiden saat ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan para tokoh nasional yang akan maju pada Pilpres 2014.

"Pak Joko, atau lebih akrab disapa Jokowi sampai saat ini belum mendeklarasikan pencalonannya. Setiap kali ditanya, ia langsung menjawab, pekerjaan rumahnya untuk Jakarta yang masih menumpuk, sejak terpilih pada September 2012 lalu," tulis The Economist, 8 Juni 2013.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang akrab disapa Ahok pun tak luput dari sorotan. Meski ulasannya lebih menitikberatkan pada keputusan Jokowi memilih Ahok. The Economist menulis anak judul "Ahok Ahoy!"

Ahoy merupakan seruan untuk memanggil orang dan menarik perhatian.

Berikut uraian majalah The Economist selengkapnya:

Pak Jokowi 'merantau' ke Jakarta.

Orang jujur bakal sulit dikalahkan dalam Pemilu Indonesia tahun depan.

Sangat sulit untuk mendeskripsikan Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden yang terhormat dan bermartabat. Sementara ada seorang pria dengan balutan kaos hitam dan jaket kulit yang menggambarkan pakaian ala band rock, ia tampil dan menjadi sorotan di konser grup musik Inggris, Arkana, pada 31 Mei 2013 lalu.

Dia adalah Joko Widodo, Gubernur Jakarta, yang menjadi tokoh nasional 1 tahun terakhir ini atau mungkin selanjutnya.

Wacana pencalonannya sebagai presiden pun muncul. Juga berbagai spekulasi dan pertanyaan tentang adanya kemungkinan faktor yang justru menjatuhkannya pada pilpres yang akan digelar pada Juli tahun depan.

Pak Joko, atau lebih akrab disapa Jokowi sampai saat ini belum mendeklarasikan pencalonannya. Setiap kali ditanya, ia langsung menjawab, pekerjaan rumahnya untuk Jakarta yang masih menumpuk, sejak terpilih pada September 2012 lalu.

Padat, macet, banjir, kumuh, Ibukota Indonesia itu membutuhkan sosok pemimpin yang berkompeten dan jujur, sebagaimana yang ada pada dirinya (Jokowi). Bulan ini, ia memasuki usia ke-52 tahun.

Sementara beberapa penasihat meminta agar Jokowi menunda pencalonannya, untuk maju pada pilpres berikutnya, tahun 2019 mendatang. Tapi berbagai survei saat ini seolah memaksa ia untuk meninggalkan 'padang gurun' Jakarta dan maju pada Pilpres 2014.

Jokowi bilang ke sahabatnya, bahwa dirinya telah didekati 3 partai politik sebagai calon presiden. Dan 2 partai lain yang ingin meminangnya sebagai wakil presiden.

Sejauh ini, belum ada sinyal bahwa Jokowi tidak loyal atau akan hengkang dari partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang dipimpin Megawati Soekarnoputri, putri Presiden Pertama Indonesia (Soekarno) yang juga pernah menjabat sebagai presiden pada 2001 sampai 2004.

Menjadi presiden (di Indonesia) meliputi proses 2 tahap. Pertama, pemilu parlemen untuk memilih wakil rakyat pada April. Kemudian baru pemilihan presiden dengan calon yang diusulkan partai.

Seperti sistem (aturan) dalam pemilu sebelumnya pada tahun 2009, untuk mencalonkan kandidat presiden, partai politik harus mengantongi minimal 20% suara dalam pemilu parlemen.

Nona Megawati dikalahkan oleh Yudhoyono yang dikenal sebagai 'SBY' pada tahun 2004 dan 2009. Mega mungkin ingin kembali menduduki kursi presiden, atau lebih mungkin ia menyadari bahwa Jokowi adalah kandidat kuat.

Namun Mega belum mengumumkan siapa capres yang akan diusung partainya. Berharap ini dapat melindungi dirinya dari serangan lawan-lawannya. Dia harus menyadari bahwa Jokowi, yang telah menghabiskan waktu akhir pekannya untuk berkampanye pada pemilu lokal, adalah pilihan alternatif.

Satu alasan atas popularitas Jokowi yang fenomenal, karena politisi di negaranya hampir mirip dengan bajingan. Sementara ada Jokowi sebagai sosok yang jujur. Jadi itulah alasan kenapa Yudhoyono menang Pilpres 2004 dan 2009. Namun Presiden (SBY) telah gagal untuk memberantas korupsi yang merajalela.

Memang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali skandal baru. Jokowi baru-baru ini disangkakan menerima barang gratifikasi berupa gitar bass yang ditandatangani grup band heavy metal Metallica. KPK menyitanya dan menyimpannya di museum.

Kedua, Jokowi memiliki beberapa hal yang 'anti-SBY' atau bertentangan dengan SBY. Pak Yudhoyono badannya tinggi, 'gemar bicara', dan lebih menyendiri. Sementara, Jokowi badannya kecil, ramah, cerewet, dan sebagaimana kata-kata dari pakar politik Eep Saefulloh Fatah, Jokowi ibarat 'tetangga bagi semua orang'. Setiap orang selalu ingin tahu soal Jokowi dan naluri politiknya.

Pernah terjadi saat blusukan tempat banjir, Jokowi tampak kelelahan. Ia pun mengabarkan salah seorang wartawan bahwa dirinya digantikan untuk tugas tersebut, karena saking lelahnya mengarungi Jakarta. Namun di balik semua itu, Jokowi tetap seolah-olah anti dari pencapresan.

Pesaing lain yang paling terkenal adalah Prabowo Subianto, yang memimpin partainya sendiri, Gerindra. Ia dipandang sebagai pemimpin yang tegas berbeda dengan SBY yang bimbang dan ragu.

Prabowo pernah memimpin pasukan khusus di bawah Soeharto, diktator yang digulingkan 15 tahun lalu, dan pernah menikah dengan putri Soeharto. Prabowo dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia, seperti penculikan aktivis mahasiswa pada hari-hari terakhir pemerintahan Soeharto.

Yudhoyono, yang juga seorang jenderal era Soeharto, sedang berjuang untuk menemukan calon Partai Demokrat. Yang favorit untuk saat ini sepertinya adalah Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan, mantan bankir investasi yang sedikit popularitasnya.

Golkar, partai yang digunakan untuk memberikan kekuasaan demokratis Soeharto, mencalonkan Aburizal Bakrie, seorang pengusaha kaya tetapi tidak populer. Nona Megawati sendiri sedang berjuang untuk pilpres mendatang. Ia pernah kalah menduduki kursi presiden setelah Soeharto lengser.

Kaum liberal Indonesia dan orang asing di negara tersebut (Indonesia) pun menyukai Jokowi. Tidak ada yang mengira bahwa Indonesia akan menjadi contoh negara demokrasi semalam.

Harapannya, bagaimanapun, jelas, setelah desentralisasi politik drastis pada tahun 2001, akan ada sosok yang efisien dan jujur dan maju ke politik nasional.

Jokowi adalah bukti bahwa demokrasi berjalan di Indonesia. Setelah karier yang sukses sebagai pengusaha dengan menjual furnitur buatan sendiri, ia menjadi Walikota di kota pusat Jawa, yakni Solo, dan melakukan pekerjaan yang baik. Hingga kemudian maju ke Pemilu Jakarta.

Ahok Ahoy!

Sifat menarik lain dari Jokowi adalah meskipun sebagai seorang Muslim yang taat beribadah di negara yang mayoritas Islam itu, Jokowi tampaknya siap untuk mengambil risiko untuk sekuler dan masa depan yang pluralistik.

Teman seperjuangannya di Jakarta, yakni Basuki Tjahaja Purnama atau yang dikenal sebagai Ahok, seorang Kristen dan anggota dari minoritas etnis-China, yang pernah menjadi korban diskriminasi.

Jika Jokowi meninggalkan tugasnya di Ibukota untuk menjadi presiden, Ahok yang akan mengambil alih. Saat kampanye Pilkada Jakarta, beberapa lawan mencoba membuat isu untuk para pemilih bahwa Jokowi dan Ahok tidak akan menyelesaikan pekerjaannya untuk Jakarta.

Tapi pecinta Jokowi pasti akan memaafkannya apabila meninggalkan Ibukota untuk hadiah politik terbesar demi semuanya. (Riz/Sss)



Baca juga:

Media Inggris: Jokowi, 'Obamanya Jakarta'

'Malaysia Butuh Sosok Seperti Jokowi'

Kolumnis: Australia, Ingat Namanya...Jokowi!

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini