Sukses

PKS dalam Code of Conduct, Keluar atau `Diusir` dari Koalisi?

Sikap PKS menolak kenaikan harga BBM dinilai menyalahi Code of Conduct yang telah diteken pimpinan partai. Bagaimana tata etika itu bicara?

Sebanyak 6 parpol masuk dalam barisan koalisi yang diikat dalam sekretariat gabungan (setgab) untuk mendukung pemerintahan SBY-Boediono hingga 2014 mendatang.

Partai-partai itu adalah PKS, Golkar, Partai Demokrat, PAN, PKB, dan PPP. Para pimpinan partai pun meneken kontrak dan Code of Conduct (Tata Etika) pada 15 Oktober 2009 yang diperbarui pada 23 Mei 2011 sebagai wujud kesepakatan koalisi.

Code of Conduct digunakan untuk mendukung kinerja anggota koalisi agar solid dan efektif dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Dalam butir kedua Code of Conduct, disebutkan para peserta koalisi wajib mendukung dan mengimplementasikan kewajibannya baik di pemerintahan maupun melalui fraksi-fraksi di DPR terhadap keputusan-keputusan yang ditetapkan presiden dalam menelurkan kebijakan-kebijakan politik strategis dan penting.

Terkait ini, pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi lantaran dinilai telah membuat APBN jebol. Sebelum kebijakan itu diputuskan, pertemuan dengan parpol koalisi anggota setgab pun digelar di kediaman Wakil Presiden Boediono, Jakarta, pada Selasa 4 Mei malam untuk mendapat dukungan. Sejumlah pimpinan partai hadir dan sepakat dengan kebijakan itu, terkecuali PKS.

Partai yang dipimpin Anis Matta ini menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Menurut Sekretaris Fraksi PKS Abdul Hakim, sikap partainya yang konsisten menolak kenaikan harga BBM bersubsidi dilandasi hasil survei Lembaga Survei Nasional (LSN) yang diketahui 86,1% masyarakat tak menghendaki kenaikan harga BBM.

"Frame-nya adalah PKS harus bersama logika publik. Ya memang harus menolak. Rakyat tidak siap kenaikan harga BBM bersubsidi," kata Hakim di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/6/2013).

Sikap anti-BBM naik yang didengungkan PKS itu pun menuai tanggapan beragam dari sesama partai koalisi. Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Bima Arya menilai, PKS hanya ingin mengembalikan citranya yang turun drastis sejak penetapan mantan presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi oleh KPK.

"Silakan publik menilai, bahwa yang dilakukan PKS bisa jadi sesuai dengan dugaan tadi (ingin menaikkan citra partai di Pemilu 2014)," kata Bima di Jakarta, Rabu (5/6/2013).

Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menilai, PKS telah melakukan kebohongan. Karena menurutnya, sewaktu rapat terakhir Koalisi Setgab, PKS menyatakan setuju dengan kenaikan BBM. Namun di luar menolak. "Ini artinya ada kebohongan, apalagi dengan memasang spanduk-spanduk," ucap Nurhayati.

Lantas bagaimana Code of Conduct (tata etika) koalisi menilai sikap PKS itu?

Dalam butir 5 disebutkan, bilamana terjadi ketidaksepakatan terhadap posisi bersama Koalisi, terlebih menyangkut isu yang vital dan strategis, semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi yang terbaik. Apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang disepakati bersama, maka Parpol peserta Koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari Koalisi.

Manakala Parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri, pada hakikatnya kebersamaannya dalam Koalisi Partai telah berakhir. Selanjutnya Presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan Parpol dalam Koalisi dan perwakilan Partai yang berada dalam Kabinet.

Kini pertanyaan besar muncul. Bagaimana nasib PKS di koalisi Setgab, diusir, atau mundur teratur? (Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini