Sukses

MAKI Ajukan Praperadilan SP3 Kasus Awang Farouk

MAKI tidak sependapat jika Kejagung beralasan saat jual beli saham itu terjadi, Awang Farouk belum jadi Bupati Kutim.

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berencana akan mengajukan praperadilan atas dikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) terhadap tersangka dugaan korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) milik Pemkab Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim) oleh PT Kutai Timur Energy (PT KTE) sebesar Rp 576 miliar, yang membelit Gubernur Awang Faroek Ishak (AFI).

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai dihentikannya kasus oleh Kejaksaan Agung tidak sah lantaran saat kasus itu bergulir Awang Faroek menjabat Bupati Kutai Timur (Kutim), yang memerintahkan pemindahan uang dari kas menjadi investasi swasta yang kemudian diketahui terbukti fiktif.

"Kalau tidak perintah ya setidak-tidaknya izinkan pemindahan uang dari kas menjadi investasi swasta yang kemudian diketahui terbukti fiktif, atau setidak-tidaknya Bupati biarkan berlarut-larut uang menguap, padahal dia punya kekuasaan untuk awasi dan cegahnya," ucap Boyamin saat dihubungi wartawan di Kantor Kejagung, Jakarta, Selasa (4/6/2013).

Ia tidak sependapat jika Kejagung beralasan saat jual beli saham itu terjadi, Awang Farouk belum jadi Bupati Kutim.

"Justru bukan jual belinya, tapi pemindahan uang kas ke investasi fiktif kan AFI sudah jadi Bupati," ungkap dia.

Ia menegaskan pembuktian tidak boleh didasarkan pertimbangan hakim, meski Kejagung beralasan dalam amar putusan dua terdakwa tak menyebutkan keterlibatan AFI.

Namun Boyamin tidak berani menjelaskan ada motif apa di balik penghentian kasus Awang Farouk tersebut. "Ya motifnya banyaklah tapi saya kan tidak bisa nuduh tanpa bukti," dalihnya.

Ia mengaku akan membeberkan kasus ini, setelah bahan dan data yang tengah disusunnya akan diajukan ke pengadilan dalam gugatan praperadilan.

"Ya nantilah, saya persiapankan dulu pengajuannya untuk praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," pungkas dia.

Sebelumnya Kejagung menetapkan Gubernur Kaltim itu sebagai tersangka sejak 6 Juli 2010 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No.Print-82/F.2/Fd.1/7/2010 tanggal 6 Juli 2010. Lantaran Awang Farouk diduga melakukan penyelewengan kas negara yang terjadi pada tahun 2002 hingga 2008.

Penyelewengan ini berawal pada 5 Agustus 2002 silam. Ada perjanjian antara PT KPC dengan pemerintah. Dalam perjanjian itu, PT KPC wajib menjual 18,6 persen saham mereka kepada Pemda Kutai Timur.

Hasil penjualan saham tersebut tidak dimasukkan ke kas Pemda Kutai Timur. Saat itu, Awang menjabat sebagai Bupati di daerah tersebut. Akibat hal ini Awang diduga merugikan negara hingga Rp 576 miliar.

Dalam kasus itu, Kejaksaan juga menetapkan dua tersangka lainnya, Dirut Kutai Timur Energi (KTE) Anung Nugroho dan Direktur KTE Apidian Triwahyudi. KTE merupakan perusahaan yang diberi tugas mengelola uang hasil penjualan saham tersebut.

Mahkamah Agung (MA) pada 20 November 2012 telah menyatakan Anung dan Apidian bersalah. Anung divonis 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan serta harus membayar uang pengganti Rp 800 juta. Sementara Apidian divonis 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan, dan harus membayar uang pengganti Rp 800 juta. (Ein/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.